"Gue harus olahraga, byee," ucap Tania yang segera pergi.
"Kak, hati-hati," teriak Jon.
"Iya," sahut Tania yang segera keluar dan menuju lapangan sekolah.
'Untung gak telat,' batin Tania yang kini hanya berdiri dengan ponsel yang selalu berada ditangannya.
Setelah beberapa menit Tania menghabiskan waktunya untuk olahraga yang akhirnya selesai juga. Tania segera membereskan semua barang-barangnya dan kini ia berjalan menuju gerbang sekolah untuk menunggu taksi yang telah ia pesan, baru kali ini ia pulang menggunakan transportasi umum karena sebuah kendala waktu diperjalanan ban mobilnya mendadak kempes dan akhirnya ia menelfon bengkel kenalan keluarganya untuk membawa mobil itu dan akhirnya Tania harus jalan kaki menuju sekolahnya, untung aja jaraknya sedikit dekat.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti didepan Tania.
"Atas nama Tania?" tanya seorang supir taksi tersebut.
"Iya pak," sahut Tania yang segera masuk kedalamnya.
Mobil putih tersebut kembali melaju dan membawa Tania agar sampai ketempat tujuannya.
***
Tania yang telah berada di depan rumahnya dengan langkah gontai ia segera masuk ke rumah tersebut, yang di sana telah ada Adrien, Vina dan Barend diruang keluarga.
"Tumben banget pulang lama dek," ucap Helven.
"Habis nunggu taksinya lumayan lama sih," sahut Tania yang kini ikut bergabung dengan keluarganya.
"Kenapa bisa kempes sih bannya? Gak di cek dulu ya waktu berangkat sekolah," kini giliran Adrien yang berbicara.
"Ada kok mi, tapi tadi pagi perasaan gak apa-apa deh, eeh waktu di jalan udah kempes aja," ucap Tania.
"Kalo lama kenapa gak nebeng sama temen aja, biar lebih cepat," usul Vina.
"Jangan ngayal deh," ucap Tania.
"Lah, siapa yang ngayal sih dek. Kan kamu punya temen kan ya udah nebeng sama dia aja, orang gue dulu juga pernah kok kaya gitu," ucap Vina.
"Lo ga tau gimana gue di sekolah, jangan kan punya temen, bergaul sama mereka aja susah bagi gue," ucap Tania.
"Hah? Bergaul aja susah? Apa susahnya sih," ejek Vina.
"Eh, Vina, udah," tegur Adrien.
"Iya," sahut Vina.
"Tumben banget pada ngumpul di sini, ada apa?" tanya Tania.
"Tau tuh, papi," ucap Vina yang menatap Helven.
"Ada yang papi omongin sama kalian," ucap Barend.
"Apa?" tanya Adrien.
"Mending Tania ganti baju dulu, ntar balik ke sini, baru kita ngomong bareng-bareng," ucap Helven.
"Sekarang aja pi, ntar aja Tania ganti bajunya," ucap Tania.
"Ya udah, jadi gini," ucap Helven yang menjeda ucapannya.
"Kenapa sih pi? bikin kita cemas aja," ucap Adrien.
"Tau tuh papi, suka banget liat kita kaya gini," ucap Vina.
"Jadi gini, papi harus mengurus sebuah perusahaan yang kini sangat kritis dan mereka membutuhkan papi di sana," awal Helven.
"Terus?" tanya Adrien.
"Jadi, papi bakal bawa kalian pindah ke Jakarta dan kita tinggal di sana. Biar kita bisa tetap kumpul bareng kaya gini, soalnya papi ga mau kaya dulu lagi pisah sama kalian," ucap Barend.
"Tapi pi, Tania udah betah tinggal disini, Tania ga pindah," ucap Tania.
"Kita bakal pindah Tania, itu demi keluarga kita. Emang kamu mau bakal jauh dari pap lagii?" ucap Helven.
"Ya, Tania gak mau. Tapi, Tania udah betah tinggal di sini, dan Tania juga udah banyak punya teman di sini pi, Tania gak mau pisah sama mereka," ucap Tania.
"Udah, mereka gak apa-apa. Kita bakal pindah Tania," tukas Helven memutuskan.
"Iya, mami juga setuju sama papi kamu. Kita bakal pindah ke Jakarta, biar kita selalu bareng kaya gini gak kaya dulu lagi kita harus pisah-pisah," ucap Adrien.
"Tapi mi, Tania gak mau pisah sama teman Tania, mereka udah baik banget sama aku masa sih Tania seenaknya aja tinggalin mereka, Tania gak mau," ucap Tania.
"Teman? Tapi tadi lo bilang gak ada teman, gimana sih," potong Vina.
"Iya, gua ada teman, kaya Kevin, Jon, Jejen, Lani, masih banyak yang lain, gue gak mau tinggalin mereka," ucap Tania.
"Maksud lo, teman gaib lo itu?" ucap Vina.
"Iya, mereka udah baik banget sama gue," ucap Tania.
"Tania, papi mohon sama kamu, ikut kita pindah ke Jakarta ya sayang," ucap Helven yang terlihat memohon pada Tania.
"Tapi, Tania gak mau pi," ucap Tania.
"Vina kamu mau kan, pindah ke Jakarta?" tanya Helven yang kini melihat ke arah Vina.
"Hmm, sebenarnya aku berat untuk pindah dari sini pi, soalnya banyak banget kenangan di rumah ini. Tapi, demi keluarga kita Vina mau kok, pindah ke Jakarta," jawab Vina.
"Ya udah," sahut Helven.
"Tania, papi mohon sama kamu, mau ya ikut kita pindah ke Jakarta," ucap Helven, memasang wajah memohon pada bungsunya itu.
"Tania, kita bakal pindah ke Jakarta, lupain semua teman kamu. Mami bingung sama kamu, sama makhluk kaya mereka kamu mudah bergaul tapi kenapa dengan manusia? Kamu begitu sulit bergaul dengan mereka? Kenapa?" ucap Adrien.
"Karena Tania lebih suka sama mereka dibandingkan manusia mi. Karena, teman-teman yang pernah Tania temui gak sebaik mereka yang kini udah jadi teman Tania," jawab Tania.
Mendengar ucapan putri bungsunya itu, membuat Adrien sedikit pusing, sehingga kini Adrien hanya diam dengan jari yang sibuk memijit pelipisnya.
"Papi bakal masukin kamu ke sekolah elite yang atas nama papi, Tania mau kan," tawar Helven.
"Bukan itu yang Tania mau pi, cukup kasi Tania kebahagiaan untuk tetap bersama mereka, itu yang Tania mau pi," ucap Tania.
"Tania, tapi itu semua hanya sementara untuk kamu. Suatu saat nanti, mereka yang Tania anggap teman itu bakal hilang karena mereka bakal pergi ke alamnya kaya Jessi," ucap Helven lagi, keduanya sama-sama keras dan ingin menang dalam perdebatan ini..
Namun, mendengar penuturan papinya membuat Tania sedikit berfikir tentang Jessi.
'Bener juga yang papi bilang, mereka semua bakal pergi suatu saat nanti tanpa gue tau kapan mereka akan pergi. Tapi gue gak sanggup untuk pisah dengan mereka, udah cukup banyak kenangan gue dengan mereka. Tapi gue juga gak sanggup jika suatu saat mereka akan pergi, bodoh lah pokoknya gue ga mau pindah!' batin Tania.
"Tapi pi, Tania gak mau tinggalin mereka," ucap Tania.
"Pokoknya kita bakal pindah Tania!" ucap Helven yang kini menekankan kata pindah pada Tania.
"Tania gak bisa terima itu semua dengan mudah pi, Tania bakal pikir dulu," ucap Tania yang kini bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah tangga untuk menuju kamarnya.
"Tania, papi kamu belum selesai ngomong," teriak Adrien.
"Udah biarin dia mikir dulu," ucap Helven.
"Pi, sebenarnya Tania kenapa sih pi? Kok beda banget sama anak remaja pada umumnya," tanya Vina yang bingung dengan sikap adiknya.
"Tania itu punya kelebihan tersendiri, dia bisa melihat makhluk tak kasat mata. Karena itu, makanya dia sulit bergaul dengan manusia sebab dia lebih sering bergaul dengan makhluk seperti itu," jawab Barend yang terkulai lemas di sofa karena terlalu banyak yang harus ia pikirkan.
"Ooh gitu, berarti Tania ngomong-ngomong sendiri itu dia bener liat itu dong pi?" tanya Vina.
"Iya," sahut Helven.
"Papi mau ke kamar dulu istirahat," ucap Helven yang berdiri dari duduknya.
"Mami juga," lanjut Adrien yang ikut dengan Helven.
Kini ruangan tersebut hanya tertinggal Vina yang melongo karenanya, begitu banyak hal yang ingin ia tanyakan pada adiknya namun kini ia urungkan karena ia tak ingin menambah beban pemikiran Tania.
Gadis itu, lebih memilih menghela napas gusar dan menghempaskan tubuhnya.
***