Alah bodo amat dia mau bicara apa padaku. yang penting bagiku saat ini adalah, menyelamatkan pria Ceo itu. Ku lanjutkan langkah kaki ini, mencari keberadaan si pria Ceo tersebut. Semua pintu kamar hotel ku ketuk, siapa tahu itu kamar dia untuk beristirahat yang mana dia pasti bermalam di hotel ini. Namun setiap kali pintu ku ketuk, yang keluar bukan pria tadi. Aku bingung harus mencarinya kemana, mungkin kah dia sudah pulang?
Tapi rasanya tidak mungkin. Aku melihat dia bergegas naik ke lantai atas hotel ini, mana mungkin dia keluar lewat jalan atas. Dia tidak mungkin kan loncat dari gedung ini? Hotel ini sangat tinggi sekitaran sepuluh lantai kalau di hitung, kalaupun dia loncat akan di pastikan tubuh pria itu akan hancur. Atau mungkin dia menghilang begitu saja? Aku pikir dia bukan pria penyihir, dia tidak mungkin mempunyai ilmu bisa menghilangkan diri.
Ku teruskan maksud mencari keberadaan pria itu, walaupun rasanya kepalaku sudah semakin tidak bisa di kendalikan lagi. Cara ku berjalan juga sudah tidak normal lagi, aku hanya berpegangan pada dinding bangunan ini supaya bisa berjalan sampai ke tujuan ku.
"Lantai berapa ini? Rasanya aku sudah menaiki bangunan ini dengan lantai yang lumayan tinggi. Tapi mana pria itu?" Lirih ku celingukan mencari keadaan sekeliling ku, tak lupa tanganku terus memegang kepala menahan rasa sakit.
Mungkin ini sudah lantai yang ke sembilan, dan tinggal dua kamar hotel itu yang tersisa. Maksudku, kalau ini bukan kamarnya lagi aku akan menyerah dan meninggalkan hotel ini. Biarlah pria itu tidak ku temukan, toh aku juga mungkin akan terlambat menolong nya. Selain itu, kepalaku akan tidak sanggup untuk berpikir lagi. Kakiku juga tidak akan bisa berjalan hingga beberapa menit lagi. Jangan kan menolong orang lain, keadaan ku juga tidak akan tahu melihat diriku yang kacau seperti ini.
Pintu pertama dari pintu kamar yang terakhir, ku ketuk dengan perlahan berharap semoga saja ini kamar pria Ceo itu.
Tok….tok…
"Siapa?" Jawab seseorang dari dalam setelah beberapa kali ku ketuk pintu nya, baru dia menyambut ketukan pintuku.
"Saya. Teman mu." Ucap ku ngelantur sekali.
"Teman? Teman siapa?" Seorang wanita paruh baya membuka pintu hotel itu, dan memeriksa keadaan di luar kamarnya.
Aduh, ternyata aku salah lagi. Mana aku bilang bahwa aku temannya lagi? Bodoh nya aku. Kenapa tidak aku katakan cleaning servis hotel ini, bukan temannya? Ah! biarlah ku memaklumi keadaan diri ku yang sekarang, sebab aku tahu apa yang terjadi kepada ku.
"Maaf! Aku salah kamar?" Sela ku sambil pamit pergi dari depan wanita ini.
"Siapa, buk? Apa ada orang di luar?" Seorang pria ikut menghampiri ke arah pintu masuk hotel tersebut, mungkin penasaran siapa yang mengetuk pintu kamar hotelnya barusan.
"Tidak ada. Hanya gadis yang salah kamar saja." Balas Wanita pada pria dan pikir ku dia pasangan suami-istri yang menyewa hotel ini.
"Sekali lagi saya minta maaf! Saya sudah menganggu kalian, kalau begitu saya akan pamit." Aku kembali menoleh dan meminta pengertian pemilik kamar hotel ini, supaya memaklumi kesalah ku.
"Oh, tidak apa-apa. Sudah biasa kok, kalau hanya salah kamar bukan masalah lagi bagi kami. Tapi yang jadi masalah sekarang, dengan keadaan mu. Kau terlihat pucat, jalan mu juga tidak lancar sempoyongan begitu. Kau tidak sedang sakit, kan?" Wanita paruh baya itu, menyentuh kening ku memeriksa hawa di tubuhku, seperti sedang mengkhawatir kan keadaanku biarpun dia tidak mengenal ku.
"Tidak apa-apa, aku hanya sedang kecapean saja. Abis tadi menghadiri pesta ulang tahun teman ku, mungkin akibat kurang tidur karena aku ikut mempersiapkan untuk pesta ini. Sekali lagi, saya minta maaf!"
"Kau yakin, tidak apa-apa? Mampir saja kalau kamu memang sakit, jangan sungkan! Kalau sakit, jangan pergi kemana-mana istirahat saja di rumah!" Wanita itu membuat lebar pintu kamar yang tadi dia halangi dengan tubuh nya, dan membiarkan aku untuk masuk ke dalam.
"Tidak, terimakasih. Saya akan menemui teman di hotel ini, makanya saya mencari kamarnya. Saya lupa tidak bertanya pada penjaga di depan, untuk meminta nomor kamar teman ku." Hanya berbohong yang bisa aku lakukan saat ini.
Ternyata masih ada orang baik di sini, walaupun dia kelihatan nya orang kaya. Padahal aku tidak yakin di kota sebesar ini masih ada yang peduli terhadap orang seperti ku, apa lagi orang asing bagi nya.
Aku terpaksa melangkah, meski rasanya sudah tidak memungkinkan lagi untuk itu. Benar apa yang di katakan ibu itu tadi. Harusnya aku istirahat dengan keadaan seperti ini, bukannya malah keluyuran apalagi aku dalam pengaruh alkohol seharusnya aku ikut pria tadi saja dari pada mencari tempat yang sama sekali tidak aku tahu. Mana aku juga tidak lihat dengan jelas wajahnya tadi. Apa bisa aku mencari nya tanpa tahu wajahnya?
Ini salah satu kebodohan ku lagi. Tidak mau berpikir dulu, sebelum bertindak. Selalu ceroboh dan tidak mau cerita sama orang, padahal siapa tahu mereka mau membantu ku untuk mencari pria Ceo itu tadi. Mungkin aku tidak akan pusing dan kesulitan untuk mencari nya, dan menyelamatkan dia dari bahaya yang saat ini menerpanya. Karena yang aku tahu, pria Ceo itu meminum air yang sudah di berikan obat, meski aku tidak tahu itu obat apa. Aku hanya memutuskan dengan dugaan ku saja, bahwa itu adalah racun.
Sekarang tinggal satu kamar lagi di depanku. Ya, hanya satu kamar lagi. Setelah ini aku harus pulang. Paling tidak, ikut pria tadi karena itu memang tujuanku dari awal. Tidak mau mengulur waktu, langkah kaki di buat cepat supaya bisa sampai di pintu kamar itu.
Bermaksud untuk mengetuk pintu kamar itu, namun belum ku ketuk pintunya sudah kebuka dengan sendirinya. Sedikit aneh, tapi ku buat pintu itu lebih terbuka lagi lalu ku langkahkan kaki ini semakin masuk ke dalam. Ku panggil pemilik kamar ini, sambil berjalan masuk.
"Permisi! Apa ada orang di kamar ini?" Seru ku sambil mencari keberadaan pemilik kamar ini.
"Emm." Jawab seorang pria yang sedang tidur di ranjang nya.
Sedikit kaget, ketika mendapati seorang pria yang sedang tengkurap di kasur empuknya. Dengan menggunakan kaos dalam nya, dan celana panjang hitam, serta sepatu yang masih dia pakai ketika dia tidur, pria ini menjawab tapi tidak menoleh ke arahku. Aneh sih rasanya kalau tidur mengenakan sepatu, pikir ku mungkin karena dia orang kaya tidur pun harus mengenakan sepatu.
sedikit takut juga, tapi ku coba buat tenang dulu supaya aku bisa mengendalikan pikiran ku yang saat ini sedang kacau.
"Saya minta maaf karena sudah lancang masuk ke kamar ini! tapi saya panggil dari tadi tidak ada yang nyaut, dan pintu nya sudah ke buka sendiri. Makanya aku memastikan ke dalam kamar mu, takut terjadi sesuatu di sini. Ternyata aku salah, tidak ada apa-apa. Sekali lagi maaf!" Lirihku mencoba untuk bersikap ramah.
Tidak ada Jawaban apapun dari pria ini, dia hanya membalikkan tubuhnya dengan mata yang sedikit melek. Biarkan saja dia tidak menyambut permohonan maaf ku, yang penting aku sudah meminta maaf. Ku mencoba untuk pergi dari kamar itu, kaki ku buat melangkah, namun seketika tubuhku di tarik dengan lumayan keras hingga terjatuh di kasur empuk pria ini.
Mata ku pejamkan saking kagetnya aku, hingga tidak sadar kalau tubuh ku menindih pria ini. Belum juga ku buka mataku tiba-tiba dia membalikkan tubuhnya dengan cepat sehingga kini berganti, tubuh pria ini yang menindihku sekarang.
Tarikan nafasku sangat cepat, jantung ku berdetak kencang, perasaan ku bergejolak dan darah ku mengalir di tubuhku yang kini mulai bergojak. Ku lihat wajah pria ini Semakin mendekat dengan wajahku, tangan nya mencekal tanganku hingga tak bisa ku lepaskan. Tatapannya semakin tajam, raut wajah nya yang memerah seakan sedang menahan sesuatu.
Aku tatap pula wajah pria ini, dengan seksama. Semakin ku lihat wajah pria ini, semakin ku ingat kalau dia pria Ceo itu tadi. Melihat bentuk tirus di rahangnya, semakin kuat keyakinan ku kalau pria ini memang Ceo itu. Nyatanya pencarian ku berhasil juga.
"Ternyata kamu masih hidup? Jika dia selamat, lalu obat apa yang dia minum tadi?" Gerutuku sambil menahan berat tubuh nya.
Tapi semakin ku perhatikan, aku ingat satu hal dengan wajah pria ini. Sebentar, aku ingat sesuatu. Bukankah dia adalah pria yang ku temui dua puluh empat jam yang lalu? dan saat ini sedang berada pula satu ranjang dengan ku. Ingatan ku mulai sadar, bayangan tentang pria itu kini sudah terlihat jelas.
Alexa? Benar, dia Alexa.