アプリをダウンロード
14.49% Awakening - Sixth Sense / Chapter 10: Konfrontasi

章 10: Konfrontasi

Setelah Adellia memutuskan untuk menyembuhkan Steven dengan bertatapan langsung. Aku berencana mengajaknya dan Steven ke daerah yang lebih sepi, tempat dimana aku berkelahi dengan Arif dulunya. Aku tidak memilih dikost-an, karena tidak mau mengganggu penghuni kost-an yang lain. Selain itu, aku juga ingin menjaga nama baik dari Steven, jadi aku dan Adel memutuskan untuk merahasiakannya.

Besoknya, bagaikan mata-mata, aku kembali mengikuti Steven secara diam-diam sejak sore menjelang malam hari. Seperti dugaanku, dia masih saja menemui wanita yang sama dan begitu juga dengan lokasinya yang tetap mewah. Aku berencana menunggunya di warung nasi yang tak jauh dan berseberangan dengan lokasi mereka. Karena menunggu mereka membutuhkan waktu yang lama, sampai-sampai pemilik warung tersebut mengajakku berkenalan. Hitung-hitung lumayan juga untuk mengisi waktu luang, ketimbang aku harus melamun terus-terusan.

Setelah berjam-jam aku menunggu, akhirnya mereka muncul keluar dari pintu cafe sambil bergandengan tangan. Jika kuperhatikan, sepertinya mereka masih belum berniat pulang, padahal saat itu layar dihandphoneku sudah menunjukkan jam sepuluh malam. Aku tak tahu apa yang akan menjadi rencana kegiatan mereka selanjutnya, aku hanya bisa membuntuti mereka diam-diam.

Ternyata destinasi mereka selanjutnya adalah sebuah toko pakaian yang tak jauh dari posisi cafe sebelumnya. Tanpa kusadari, aku telah menunggu Steven hampir semalaman, disaat dia sedang bersenang-senang, aku hanya bisa bermain game di handphone seraya menunggunya pulang. Aku hanya bisa menanti dan berharap mereka bisa pulang secepat mungkin. Lalu setelah kisaran setengah jam kemudian akhirnya mereka keluar membawa beberapa bungkusan. Tampak Steven dan wanita itu berpelukan, lalu sesudahnya mereka langsung berpisah dijalan.

Akhirnya Stevenpun pergi pulang menuju arah kost, akupun bergegas mengikutinya. Aku tak lupa mengirim pesan ke Adellia untuk datang dan bersiap dilokasi yang sudah kami rencanakan. Saat posisi Steven sudah mendekati kost-an, aku langsung berlari mencegatnya.

"Ven, gw mau ngomong sama lo sebentar, bisa ikut gw gak?" ucapku

Steven tampak terkejut melihatku yang muncul dihadapannya tiba-tiba.

"Mau ngomong apaan emangnya Ram? Kalo lo cuma mau nasehatin gw kyk kemaren, mending kita gausah ngobrol Ram." jawabnya dingin

"Gak kok ven, ada masalah lain yang mau gw omongin, kalo ngobrol dikost-an, takut ada yg dengerin entar." ucapku dengan ekspresi gelisah.

Melihat ekspresi gelisah dariku, tampaknya Steven mulai percaya dan akhirnya menyetujui mengikutiku. Tak lama kami berjalan, akhirnya kami sampai dilokasi, aku melihat Adellia yang sedang berdiri sembari bersandar didinding. Steven tampak bingung dan memandang kami dengan curiga setelah melihat keberadaan Adellia.

"Ini maksudnya apaan Ram? Terus ngapain ada Adellia disini?" tanya Steven dengan curiga.

Aku hanya diam tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya memandang Adellia yang mulai bergerak mendekati kami. Suasana malam yang tadinya hening, mulai berubah menjadi mencekam. Muncul perasaan tak nyaman, sebab aku merasa seperti banyak pandangan mata yang tertuju kepadaku.

Tiba-tiba banyak muncul suara tawa cekikikan, bercampur dengan tangisan dan juga jeritan wanita dari berbagai arah. Bulu kudukku bergidik, spontan aku langsung bergerak mengambil jarak menjauhi Steven lalu mendekat dengan Adellia.

Saat aku memerhatikan sekitarku, aku menyadari bahwa kami sudah dikelilingi oleh kain putih yang sedang beterbangan. Ternyata sudah muncul banyak makhluk halus yang berwujud kuntilanak berwajah hancur. Jika kutaksir secara kasar, mungkin jumlah mereka ada sampai puluhan. Perlahan mereka mulai mendekati kami, tetapi Steven tak sadar akan hal itu, dia hanya berdiam diri dan memandangi kami berdua dengan tatapan yang kosong.

Tak lama kemudian, Kuntilanak merah yang kulihat kemarin muncul dalam seketika dan berdiri melayang disamping Steven.

"Jangan berani-beraninya kalian mengganggu urusanku." teriaknya sambil menatap kami dengan penuh dendam.

"Pergi dan jangan ganggu temanku lagi, atau kita perang sekarang juga." ucap Adel

"Hihihihihi, memangnya kamu itu siapa? berani-beraninya mengancamku!" jawabnya dengan senyum menyeringai.

Tiba-tiba muncul sesosok pria dibelakang Adellia, yang menggunakan baju zirah berwarna emas, berambut panjang dan wajahnya terlihat seperti pria paruh baya. Dia memegang sebuah tombak panjang sambil menatap lawan dengan ekspresi yang sangat serius.

"Apa perintah anda, nona?" ucapnya sambil membungkuk

"Binasakan mereka smua." perintah Adel

Seketika, semua kuntilanak yang mengelilingi kami berteriak histeris dan mulai bergerak menyerang penjaga Adellia. Tak tinggal diam, penjaga Adellia bergerak jauh lebih cepat dan menusuk para kuntilanak itu dengan membabi buta. Tusukan tombaknya berhasil membuat lubang besar ditubuh para kuntilanak itu. Mereka yang terkena serangan tombak itu menjerit histeris lalu lenyap menghilang seketika.

Tetapi berbeda dari ekspektasiku, para kuntilanak itu bukannya makin melemah, mereka malah semakin beringas menyerang pria itu dengan kuku panjang mereka. Sementara itu, pria itu dengan elegannya bisa menghindari dan menangkis setiap serangan dengan tombaknya.

Pemandangan sadis dan mengerikan itu berhasil membuatku sadar, bahwa inilah kenyataan dari perang yang dimaksud oleh Adellia tadi. Dalam sekejap, jumlah kuntilanak yang tadinya puluhan, sudah tak tersisa banyak lagi.

Sembari Adellia fokus memperhatikan penjaganya, aku menyadari Kuntilanak merah itu mulai bergerak mendekati posisi kami. Mau tak mau, aku mulai berlari menjauhi posisi Adellia untuk memancingnya, karena aku tak ingin Adel terkena imbasnya. Sementara itu, Adel terlambat bereaksi akan gerakanku yang tiba-tiba.

"Jangan Rammm…" teriak Adel

Saat itu penjaga Adellia sedang sibuk melawan kuntilanak yang lainnya, sehingga dia tak bisa membantuku. Saat kuku panjang dari kuntilanak merah itu hampir meraih wajahku, tiba-tiba dia malah menjerit kesakitan dan terpental beberapa meter kebelakang.

Aku menoleh dan melihat Pria berjubah merah sudah berdiri sambil menyilangkan tangannya disampingku. Dia menatap kuntilanak merah itu dengan tatapan arogan serta remeh, layaknya sedang melihat makhluk lemah yang tak berdaya. Entah kenapa, muncul perasaan aman setelah merasakan kehadirannya. Aku mendapat insting bahwa pria berjubah merah itu tak akan kalah dari si kuntilanak merah.

"Sialan!!! Kenapa kalian mencampuri urusanku!!!" teriak si kuntilanak merah

Pria berjubah merah itu meresponnya dengan tatapan jijik bagaikan sedang melihat kotoran lalu berkata "Cepatlah lenyap dari pandanganku, aku tak ingin mengotori tanganku."

Kuntilanak merah itu berteriak semakin histeris. Rambutnya yang panjang pun berkibar tinggi, kukunya juga memanjang sampai seukuran sebuah penggaris. Energi haus darah darinya perlahan naik memuncak. Sepertinya dia tidak mau menyerah dan akan tetap berusaha menyerangku dengan serangan terkuatnya.

"Dasar kepala batu" ucap pria berjubah merah singkat.

Lalu dia bergerak secepat kilat hingga hilang dari pandanganku. Beberapa detik kemudian, aku melihatnya sedang mencekik leher si kuntilanak merah dengan satu tangan.

"Ampunnnnnnnn!!! Aku menyerah, tolong lepaskan!!!" jeritnya memohon ampun.

"Sudah terlambat." balas pria berjubah merah

Kuntilanak itu masih terus-menerus menjerit kesakitan sambil memohon ampun, tapi pria itu tetap tak memperdulikannya. Hingga selanjutnya, aku hampir tak percaya dengan apa yang kulihat. Sebab aku melihat pria itu mencabut kepala kuntilanak itu bagaikan sedang mencabut rumput. Tampak badan kuntilanak itu tergeletak ditanah tanpa kepala. Sedangkan kepala kuntilanak yang dipegang pria itu mulai terbakar dan berubah menjadi debu. Pria itu menoleh dan menatapku sesaat, lalu menghilang tanpa mengucapkan sepatah kata.

Kejadian barusan terjadi dalam kurun waktu kurang dari satu menit. Saking cepatnya, aku masih kesulitan untuk memproses apa saja yang baru kulihat barusan. Di sisi lain, pertarungan penjaga Adellia juga akhirnya selesai. Para kuntilanak yang tersisa langsung kabur saat mengetahui pemimpin mereka sudah dikalahkan.

Adel yang tak jauh dariku langsung berlari mendekatiku.

"Kamu gapapa kan Ram?" ucapnya khawatir sambil memegangi dan mengecek tubuhku.

"Aku gpp kok del, untungnya ada si jubah merah yang datang bantuin." balasku dengan senyuman tipis

"Kenapa kamu pake menjauh segala sih tadi Ram, harusnya aku bisa handle kok tadi." ucap Adel dengan kesal

"Aku kirain kamu gak nyadar tadinya Del hehehe." balasku sambil menggaruk kepala.

"Bukan masalah itunya Ram, nanti kalo kamu sampe kenapa-napa…" ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Aku terkejut dengan respon Adel, kenapa reaksinya sampai emosional seperti itu. Apa jangan-jangan dia…., tapi sebelum menghayal sejauh itu. Sepertinya aku mulai memahami Adel. Sebab setelah mengenalnya beberapa bulan ini, aku menyadari bahwa dibalik sikapnya yang tampak kuat diluar, sebenarnya dia menyimpan hati yang lembut didalam.

"Maaf Del." ucapku pelan

"Lain kali jangan sampai kayak gitu lagi Ram." ucap Adel dengan raut wajah manyun yang tampak imut bagiku.

"Iyaa…iyaa Del." balasku sambil menahan tawa.

"Kok malah ketawa sih." ucap Adel kesal

"Kamu cantik Del." lontarku spontan tanpa sadar.

"......…"

Kami berdua diam hening seketika. Aku panik sedangkan Adellia malu, tampak dari wajahnya yang memerah. Aku juga mencari cara untuk memecahkan kecanggungan ini. Perlahan aku menyadari bahwa Steven masih diam berdiri dengan pandangan mata yang kosong. Perasaanku bercampur antara merasa lucu dan merasa bersalah karena melupakan keberadaannya.

Aku langsung mendekatinya, dan berusaha menggoyang-goyangkan tubuhnya. "Ven, bangun ven..." ucapku berkali-kali. Hingga perlahan matanya mulai berkedip tanda bahwa akhirnya dia sudah tersadar.

"Eh Ram, kita lagi ada dimana nih?" tanyanya dengan bingung sambil menoleh melihat situasi sekitar.

"Nanti gw jelasin ven, yang penting sekarang kita pulang ke kost-an dulu." jawabku

"Lah, kok ada Adellia juga disini? udah gelap gini, kok kita bertiga bisa disini ya?" tanyanya lagi.

"Bawel lo ah, ayo cepet pulang." jawabku

"Tapi badan gw kok lemes banget nih Ram. Kayak orang yang udah ga makan seminggu nih." ucapnya lesu

"Nih minum airnya dlu ven, jangan banyak gerak dulu ya." ucap Adellia menyerahkan botol.

Steven lalu meminum air di botol itu seperti orang gurun yang sudah tak minum berhari-hari. Tampak tenggorokannya tak henti-hentinya bergerak naik turun.

"Pelan-pelan oi, ga ada yang mau rebut juga." candaku

"Hahhhh… ga tau kenapa, tadi gerah banget rasanya Ram." balasnya ngos-ngosan

"Karena lo belom mandi kali." ucapku

Steven lalu mengendus-endus tubuhnya sendiri, lalu berkata "Lah, ini badan gw masih wangi parfum. Tapi gw abis dari mana ya, kok pake parfum segala?" ucapnya bingung.

"Balik aja yuk, udah tengah malam nih." ucap Adel

Aku mengangguk tanda setuju lalu memapah Steven untuk berjalan pulang menuju kost. Diperjalanan, aku tak sengaja mendongak ke atas, disana tampak sekumpulan bintang yang bersinar diantara gelapnya langit. Yang ada dibenakku, Adellia diibaratkan sebagai bintang yang tampak paling bersinar dari bintang-bintang yang pernah kutemui sebelumnya. Bintang paling mencolok, yang tak akan pernah bisa dilupakan walau dalam sekali pandang.

Aku hanya berharap agar sinar bintang itu tak meredup dan terus bersinar mendampingi si kegelapan.

Bersambung…


Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C10
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン