アプリをダウンロード
2.2% Fat or Slim? / Chapter 6: BAB 6. Di Mana Keadilan?

章 6: BAB 6. Di Mana Keadilan?

Sila ke-lima. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Lalu menurut kisi sekolah terletak pada alinea ke tujuh. Di mana seluruh murid sekolah mendapatkan keadilan, perlakuan baik dan juga hak untuk berbicara.

Maka hal itu tidak berlaku pada Alina. Apakah karena tubuhnya gemuk atau dia suka makan? Atau mungkin karena dia juga tidak memiliki teman?

Entahlah. Sepertinya keadilan itu sudah tidak berlaku lagi pada murid yang tidak good looking dan hal itu hanya berlaku pada mereka yang memiliki wajah cantik. Standar menurut penglihatan.

Alina yang memegang makanan itu terpaksa membuangnya ke tong sampah. Dia harus mengikuti perintah guru killer yang sekaligus adalah wali kelasnya.

Banyak pasang mata yang menyaksikan betapa Alina dipermalukan dan juga tidak diperlakukan seperti kebanyakan murid lainnya.

"Alina! Kamu mau bolos sekolah?" Dia menggeleng takut.

"Eng-enggak, Buk. Al cuma lapar dan mau makan kok," jawabnya dengan suara yang bergetar.

"Kerjaan kamu itu hanya makan, makan dan makan saja. Lalu apa gunanya kamu ke sekolah hah?"

"Bu-bukan, Buk. Tadi Al bel istirahat sudah berbunyi, makanya Al ke sini dan makan."

"Apa? Sejak kapan jam istirahat tiba? Kamu jangan mencari alasan agar Ibu tidak menghukum kamu!"

"Buk, Al berkata jujur. Al gak bohong."

"Dia pasti bohong itu, Buk. Mana mungkin dia enggak tahu jam istirahat."

"Iya, Buk. Dia pasti cari alasan tuh!"

Dunia Alina serasa sedang berputar. Mereka bermain di atas penderitaan Alina, sudah tentu.

Alina meneguk kesedihan. Dia harus menjalani hukuman dengan hormat kepada bendera sampai orang pulang.

Bahkan wali kelasnya saja tidak Percy dan menuduh Alina. Dia menyangkal kebenaran dan mendukung kebohongan secara bersama.

"Huh, elo emang cocon hormat bendera!"

"Iya, gue setuju. Lagian siapa suruh lo makan di bawah pohon itu. Udah tempatnya kotor, bau dan banyak kumannya lagi. Iuw!"

"Benar-benar tuh. Eh, tapi dia kan temannya kuman. Jadi enggak masalah kalau dia makan di sana. Barangkali dia di sana sedang bercerita dengan para kuman dan juga virus-virus bakteri, haha."

Keempat gadis itu mentertawakan Alina yang menahan panas.

Matahari yang terik membuat kepala Alina kepanasan. Dia sudah sangat haus dan juga merasa kering.

Dia melihat ke arah teman-teman yang sedang bersantai menikmati minuman dingin. Sementara dirinya hanya menelan ludah.

Berkhayal bahwa es itu masuk dan mengalir ke dalam tubuhnya.

"Eh, ke sana yuk!" ajak Bryan pada Fadel.

"Ngapain sih, Bos. Biarin aja dia sendirian di sana," bantah Fadel malas.

"Oke. kalo lo gak mau nemanin gue gak masalah. Tapi ingat, jangan pernah ikutin gue lagi. Paham lo kan!" Ancam Brayan.

Seketika Fadel meloncat dari kursi dan memegang pundaknya Brayan. "Hehe, gue cuma bercanda. Jangan diambil. Yok gas ke kingkong kelaparan!"

"Hmp!"

"Eh lebih tepatnya sih kingkong kepanasan gak sih. Secara badannya gedek bahkan lebih dari seekor kingkong. Ya gak."

"Bos gue emang jenius dan gak ada duanya!" Fadel memberikan dua jempolnya pada Brayan.

Mereka melihat Alina yang bercucuran keringat. Gadis itu menelan ludahnya agar menghilangkan rasa haus.

"Ya haha, kasihan banget lo!" ujar Brayan. Pria kurus itu meledeknya dan meminum minuman dingin.

"Ya Tuhan! Rasanya itu sangat, hmp!" Katanya dalam hati.

"Eh gendut! Lo gak usah lihat-lihat gue. Oh lo mau ini!" Brayan memperlihatkan minuman itu ke arah Alina yang masih berdiri.

"Udah, Bos. Jangan gitu sama dia. Kasihanilah dia," kata Fadel.

"Oh kasihani ya." Laki-laki itu memberikan sedotan ke bibir Alina.

Alina tersenyum dan terharu. Benarkah Brayan menjadi baik dan perhatian ini kepadanya.

Gadis itu senyum-senyum dan itu membuat Brayan ingin memuntahkan isi perutnya.

Brayan mengambil sedotan itu lalu menginjak-injaknya. Alina melotot tidak percaya.

"Ke-kenapa kamu membuang minumannya?" tanya Alina pada Brayan dengan tatapan sendu.

"Kenapa? Pertanyaan aneh. Lo pikir gue sudi ngasih minuman ini ke lo? Eh Alina! Lo seharusnya mikir dong. Pantas gak berteman sama kita-kita."

"Emangnya kenapa aku tidak boleh berteman sama kalian!"

Brayan yang menghakimi Alina menarik perhatian siswa lainnya. Mereka mengerubungi Alina seperti gula dan mereka adalah semut.

"Iya, benar. Lo pantas buat jadi teman kita-kita."

"Enggak selevel dan jauh di bawah rata-rata."

Banyak di antara mereka menuding dan juga merundung Alina. Gadis itu terjatuh di lantai.

Bunyinya sangat besar.

Alina berharap ketika dia jatuh masih ada seseorang yang datang dan menolong dirinya. Namun, tidak!

Mereka sama sekali tidak membantu Alina. Mereka malah membuat video Alina. Bukan hanya itu saja.

Mereka juga mengambil tepung, telur serta air got dan menyirami ke Alina.

Brayan yang merasa mereka berlebihan memilih pergi. "Waduh gawat! Kenapa mereka menjadi agresif seperti ini sih!" katanya bingung.

Dia mengajak Fadel keluar dari kerumunan siswa. Mencari tempat aman serta jauh dari sana.

"Huh!"

Suara riuh di sekeliling Alina membuatnya menjadi pusing. Alina menangis dan tidak bisa untuk berpura-pura kuat lagi.

Pertahanannya roboh dan hancur. Dinding baja itu kemudian dirinya dan sakit. Sakit namun tidak berdarah.

Kalau saja tadi berdarah masih mending, namun ini tidak sama sekali.

Lemparan telur mengenai kepala Alina serta siraman air got membuat Alina nampak seperti sampah dan juga kotor serta menjijikkan.

"Stop!" Suara itu membuat kerumunan berhamburan seketika. Itu adalah suara dari Pak satpam atau penjaga sekolah yang sedang berkeliling.

"Apa-apaan ini. Kenapa kalian merundung Alina!" tanyanya pada anak-anak yang masih berdiri serta menjadi penonton.

"Siapa juga yang mau nge-bully dia. Alina tuh lagi ulang tahun, Pak. Makanya kami buat kek gini. Lemparkan telur, tepung, tomat sama air!"

"Alina, benarkah kamu sedang berulangtahun?"

Alina melihat mata tajam yang memelototi dirinya. Dia pun tidak bisa menjawab karena terburu dipotong oleh keempat gadis yang sudah mem-bully nya.

"Benarkah Al. Kamu sedang ulta. Ayo kita ke kamar mandi untuk membersihkan diri kamu."

"Yok, Al. Biar kami bantu kamu."

Mereka mengangkat tubuhnya yang besar secara bersama.

Alina kembali tertekan. Gadis itu hanya mengikuti ke mana dirinya di bawa. Tak bersuara meski bisa berteriak dan rasanya akan sangat percuma jika dia berteriak. Tak ada satu orang pun yang akan menolongnya.

Apakah saatnya Alina untuk sadar dan merubah dirinya?

Dia makan uang orangtuanya, bukan meminta atau mengemis kepada mereka. Alina juga memakai baju dari pemberian dari orangtuanya, namun kenapa mereka mengotorinya? Kenapa?

Namun suaranya masih tercekat dan tertahan di kerongkongan. Alina tidak bisa untuk bersuara agar bisa mendapatkan keadilan?

Di mana keadilan itu terletak? Di mana?

"Lo jangan pernah macam-macam. Apalagi sampai ngasih tahu ke guru soal ini! mengerti!" ancam mereka.


Load failed, please RETRY

ギフト

ギフト -- 贈り物 が届きました

    週次パワーステータス

    Rank -- 推薦 ランキング
    Stone -- 推薦 チケット

    バッチアンロック

    目次

    表示オプション

    バックグラウンド

    フォント

    大きさ

    章のコメント

    レビューを書く 読み取りステータス: C6
    投稿に失敗します。もう一度やり直してください
    • テキストの品質
    • アップデートの安定性
    • ストーリー展開
    • キャラクターデザイン
    • 世界の背景

    合計スコア 0.0

    レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
    パワーストーンで投票する
    Rank NO.-- パワーランキング
    Stone -- 推薦チケット
    不適切なコンテンツを報告する
    error ヒント

    不正使用を報告

    段落のコメント

    ログイン