Tepat ketika Mia tidak tahu bagaimana harus memecah kesunyian itu, ponselnya berdering. Tidak peduli siapapun yang meneleponnya, Mia merasa sangat bersyukur.
Mia buru-buru mengeluarkan ponsel dan melihat bahwa Eri yang meneleponnya, dan untuk menjawabnya, Mia beranjak dan menepi.
"Ah, kawan, sayang sekali kau tidak datang…." Eri meratap sejenak dengan suara ceria. "Ya, Tuhan, Candra Masagung tampan sekali…. Dia menceritakan kasus-kasus yang pernah diambilnya, dan tamat sudah. Dia bisa menghabisi kita semua yang bergelut di bidang hukum dalam sekejap!"
Mia sepertinya bisa merasakan kegembiraan Eri, dan sudut mulutnya terangkat. "Apakah pidatonya sudah selesai?"
"Sudah, aku baru saja keluar. Kamu di mana?" Suara Eri dipenuhi dengan kegembiraan. "Hei, coba kau cepat datang ke sini. Ada yang ingin kuberitahukan padamu."
Apa yang perlu dibagi? Sudah tidak ada lagi yang perlu diceritakan, 'kan?
Mia menunggu beberapa detik, namun Eri tidak berbicara. Dia pun mulai merasa aneh, "Eri?"