Karina menatap Hans dengan tatapan penuh amarah.
"Bagaimana mungkin kau tidak tau ke mana anakmu sejak semalam?!" hardik Hans.
"Gadis memang tidak pulang sejak semalam. Dan aku saat ini sedang cemas. Baru saja aku akan menyusulnya ke rumahmu. Apa yang kau lakukan pada anak kita?"
"Aku hanya memberinya sedikit pelajaran supaya mulutnya tidak kurang ajar pada orang tua."
Karina melengos, ia makin bertambah khawatir, ia yakin sekali bahwa Hans sudah melakukan sesuatu pada putri semata wayangnya itu. Tiba-tiba terdengar suara mesin kendaraan memasuki halaman rumah Karina. Wanita berusia 45 tahun yang masih kelihatan cantik itu pun bergegas keluar. Dan, ia pun segera menyambut dengan penuh kecemasan saat melihat Gadis berada dalam gendongan seorang pemuda tampan.
"Ya Tuhan, Gadis! Apa yang sudah terjadi?"
"Saya akan jelaskan di dalam, Bu," kata Xabiru. Karina pun segera berbalik dan bergegas menyuruh Xabiru untuk masuk.
"Tolong baringkan saja di sofa ini, nak. Kamar Gadis kebetulan belum saya bereskan."
Xabiru pun langsung membaringkan tubuh Gadis di sofa yang ada di ruangan itu. Sementara Karina langsung menyelimuti Gadis dan menyangga kepalanya dengan bantal. Hans yang berada di ruang makan pun langsung keluar mendengar suara ribut-ribut.
"Nak Xaviru?"
"Pak Hans?"
Karina dan Gadis saling pandang.
"Kalian saling mengenal?" tanya Karina.
"Iya, Bu. Pak Hans ini adalah kolega almarhum Papi saya," jawab Xabiru.
"Nak Biru ada apa kemari? Dan bagaimana bisa Gadis bersama dengan Nak Biru?" tanya Hans.
"Semalam saya tidak sengaja menabrak Gadis, dan karena saya tidak tau harus mmengantarkannya kemana, akhirnya semalam saya merawat Gadis di rumah saya. Maafkan saya kalau saya membuat Ibu cemas," kata Xabiru.
"Ya Tuhan, terima kasih banyak sudah menolong anak saya. Mari silahkan duduk dulu, Nak. Tunggu sebentar saya ambilkan minuman dulu."
Karina pun bergegas ke dapur untuk membuatkan teh hangat. Sementara itu, Hans yang masih merasa sedikit kaget pun akhirnya duduk berhadap-hadapan dengan Xabiru.
"Maafkan ayah semalam," kata Hans pada Gadis. Namun, gadis cantik itu tak menjawab, ia hanya menundukkan kepala dan memainkan ujung selimutnya. Hans menghela napas panjang dan kemudian beralih menatap Xabiru.
"Gadis ini adalah putri saya juga, Nak Biru. Tadinya, saya akan ke kantor Nak Biru siang nanti. Tapi, tidak di sangka kita malah bertemu di sini."
Xabiru mengerutkan dahinya, "Rasanya kita tidak ada pembicaraan bisnis hari ini, Pak."
"Ini mengenai surat perjanjian yang pernah dibuat oleh almarhum papi Nak Biru dua puluh tahun yang lalu."
Xabiru kembali menghela napas panjang.
"Ah, soal perjodohan itu."
"Iya, betul. Jadi, jika Nak Biru berkenan bagaimana jika minggu depan Nak Biru bertunangan saja dulu dengan Dara? Bukankah dalam surat perjanjian itu ditulis bahwa sebelum usia Nak Biru 30 tahun, Nak Biru sudah harus menikah? Dan, kalau saya tidak salah akhir bulan ini usia Nak Biru sudah tepat 30 tahun bukan? Selama ini saya yang sudah menjalankan perusahaan sesuai dengan amanat Papi Nak Biru."
"Iya,saya ingat Pak Hans. Tapi, maaf dalam surat itu Papi tidak menyebutkan dengan siapa saya harus menikah, kan? Papi hanya menyebutkan bahwa saya harus menikah dengan putri Pak Hans."
"Betul, Nak Biru. Tapi, jika Nak Biru menikah dengan Tania dia masih sekolah."
"Saya tidak akan menikahi Saras atau Dara. Jika Bapak mau, saya akan menikahi Gadis. Bukankah dia juga putri Pak Hans?"
Hans terkesiap kaget begitu pula dengan Karina yang baru saja datang dengan membawa secangkir teh hangat.
"Menikah? Ada apa ini?" tanya Karina tidak mengerti. Xabiru menoleh dan tersenyum pada Karina.
"Maaf, kalau Ibu jadi kaget. Begini, Bu. Almarhum Papi dan Pak Hans pernah membuat perjanjian di masa lalu untuk menikahkan anak-anaknya. Karena Papi adalah juga investor di perusahaan milik Pak Hans maka disebutkan bahwa jika Pak Hans tidak bersedia untuk menikahkan putrinya maka, kerjasama perusahaan akan berakhir. Bagi saya tidak masalah juga jika kerjasama kami berakhir. Tapi, sebelum Papi dan Mami meninggal, mereka pernah mengatakan pada saya untuk menikah dengan putri Pak Hans dan tetap menjalin silaturahmi karena jasa Pak Hans di masa lalu pada keluarga saya. Mumpung sedang berada di sini, sekalian saja kita bahas. Anggap saja saat ini saya sedang melamar putri Pak Hans."
Hans menelan salivanya.
"Tapi, Nak. Dara sudah setuju dengan adanya perjodohan ini. Dan, saya lihat kalian begitu dekat bahkan sering pergi berdua juga. Saya sudah bertanya kepada Dara, dan ia mengatakan bahwa ia siap untuk menikah dengan nak Biru," sahut Hans.
"Dara mencintai saya. Tapi, saya hanya menganggap Dara seperti adik saya sendiri. Jujur saja, Pak Hans tadinya saya sedang berpikir untuk menolak perjodohan itu karena setelah saya bertemu dengan Gadis akhirnya saya menemukan cinta sejati saya. Tapi, karena ternyata Gadis adalah putri Pak Hans juga, jadi saya memutuskan untuk melanjutkan perjodohan ini. Tapi, bukan dengan Dara melainkan dengan Gadis. Jika Pak Hans bersedia maka minggu ini saya akan bertunangan dengan Gadis dan dilanjutkan dengan pernikahan."
Hans terdiam, saat ini perusahaannya sangat membutuhkan perusahaan Xabiru. Jika sampai Xabiru menarik saham dan investasinya maka hancurlah perusahaan yang ia bangun selama puluhan tahun. Hans juga bingung harus mengatakan apa kepada Dara dan ibunya nanti. Tapi, di satu sisi Gadis adalah putrinya juga. Bahkan, secara hukum Gadis adalah anaknya yang sah, karena pernikahannya dengan Melinda hanya pernikahan siri.
"Bagaimana kalau kita tanyakan saja pada Gadis, bukankah ini juga menyangkut masa depan Gadis dan juga kehidupannya?" ujar Hans. Dalam hati, ia berharap Gadis akan menolak karena Hans tau betul bagaimana watak dan sifat keras Gadis.
Sementara itu Gadis menatap Hans dengan tajam, kemudian pandangannya beralih kepada Karina.
"Kau berhak untuk mengatakan tidak, jika kau tidak bersedia, Nak," ujar Karina sambil membelai rambut Gadis.
'Menolak? Hanya jika aku sudah tidak waras. Ini justru adalah kesempatan emas untuk sebuah pembalasan dendam dan sakit hatiku selama ini,' gumam Gadis dalam hati.
Xabiru menatap gadis cantik yang tampak tertegun dan berpikir itu.
"Bagaimana, Gadis? Apa jawabanmu?" tanya Hans. Gadis kembali menatap Hans dan kemudian menatap Xabiru dengan tatapan penuh cinta.
"Aku bersedia untuk menikah denganmu, Mas. Aku siap jika harus menikah di bulan ini juga"