Sudah berada di hadapan tempat yang dia tuju dari tadi, bahkan Prisya sudah berjongkok. Dengan begitu dalam, Prisya menghirup udara yang sedari tadi mengelilingi dirinya.
"Hai, Bang Dika apa kabar?"
Nada tanya Prisya terdengar begitu rendah, dia bertanya sambil menahan sebuah perasaan sedih yang sedang menyelimuti hatinya, sedangkan pikirannya tengah diselimuti oleh sebuah perasaan kesal dan juga tidak rela.
Entahlah semua perasaan tidak terima yang semula mulai Prisya hilangkan dan dia ganti dengan sebuah perasaan rela sekarang seolah ada sesuatu yang membangkitkan dirinya untuk kembali pada pikirannya yang tidak rela.
"Bang Dika ... aku kangen," jujur Prisya dengan suara yang semakin terdengar lirih.
Prisya tertunduk lemas sambil memandangi batu nisan yang tertera nama kembarannya, bayangan demi bayangan yang semula sudah seolah dia simpan rapat-rapat di dalam pikirannya sekarang seolah terbuka dengan sendirinya dan berterbangan tak beraturan.