Dini dan Bas melirik Reyna secara bersamaan saat anaknya sedang melahap nasi penuh ke dalam mulutnya.
"Reyna, apa kamu di kampus ga makan siang?" tanya Papa nya yang merasa heran.
Cewek itu menatap Bas masih berusaha mengunyah pelan, kemudian menggeleng cepat dan segera mengambil air putih di samping piringnya. "Reyna, ga jadi makan tadi." singkatnya.
Dini menyahut, "Tapi makannya pelan-pelan. Nanti takut keselek, sayang." tegurnya sedikit menggeleng pelan.
Reyna hanya cengegesan tanpa merasa khawatir pada tenggorokannya. Dia sudah biasa jika perutnya terasa perih, Reyna terlalu lapar karena ingin segera selesai.
"Oh, iya. Ma, Pa.., Reyna, besok pagi mau kerja dulu di toko roti. Setelah itu baru masuk kampus, mau ambil kuliah siang. Lumayan juga 'kan kalau bisa menjadwal waktu." Reyna hampir saja melupakan hal yang ingin di bahasnya kali ini.
Dini melirik Bas khawatir, "Sayang, kamu lebih baik fokus belajar aja. Soal pekerjaan itu bisa nanti setelah kamu lulus." sudah Reyna duga sejak awal. Mereka memang tidak akan pernah mengijinkannya lagi. Padahal kecelakaan sebelumnya bukan dari pekerjaannya, tetapi memang mungkin sudah ada yang merencanakan tanpa semua orang duga.
"Mama, dan, Papa. Tidak ingin kamu kelelahan." Dini menambahkan membuat Reyna menghela napas berat.
"Tapi, Ma. Reyna, juga ga mau terus di bilang anak manja." seru Reyna.
"Persetan dengan orang yang tidak suka kamu." Bas menyahut sengit. Dia sudah tahu semuanya saat mereka tinggal di perumahan sana, sedikit menyesal namun mau bagaimana lagi. Bas sudah sangat terlanjur membeli rumah itu, dan dengan terpaksa dia maupun Dini harus lebih bersabar menghadapi.
Reyna tersentak. Bas sekali pun tidak pernah berkata kasar seperti itu. "Pa. Tapi aku ga bisa keluar dari pekerjaan yang awal udah aku bangun sendiri. Aku betah kerja di sana, mereka semua baik. Waktu kuliah dan kerja udah aku atur semuanya, kalian jangan pernah khawatir lagi." dia meyakinkan kembali kedua orang tuanya yang sekali menentang jalan rejekinya.
"Reyna. Papa, akan mencari sopir untuk kamu pulang pergi kemana pun. Soal kerjaan nanti biarkan, Papa, handle semua." Bas berdiri dan melangkah pergi.
Dini membelai rambut Reyna lembut. "Kamu jangan melawan, ya. Ini untuk kebaikan kamu kedepannya juga, bukan untuk kami. Papa, atau, Mama. Tidak akan pernah mau memperburuk jalan kamu nantinya." peringatan Dini memang bagus untuk Reyna, akan tetapi kenapa dia dan suaminya kembali egois?
Bukan kah Bas sudah berjanji tidak akan menghalangi apapun yang Reyna mau dan inginkan? Kenapa sekarang justru berbalik umpan? Menjadi Papa yang dulu pernah membuat Reyna celakadi rumahnya sendiri.
"Kalau misalnya..., Reyna, nekat kerja gimana?"
****
Reyna ingin mereka semua melihat perjuangan atau hidupnya dia dari bawah, bukan karena kedua orang tuanya yang terbilang mapan. Sesekali Reyna ingin di bilang kalau dia sudah berubah menjadi anak yang berbakti. Namun mungkin semua itu hanyalah mimpi.
"Aku seneng banget kamu masih kerja di sini, Reyna." ucap Citra mengembangkan senyumannya.
Reyna tersenyum tipis, sangat tipis. Mendengar ucapan Citra membuat hatinya mulai berdegup mengingat ucapan kedua orang tuanya. Dia mungkin bisa saja melawan, namun jika sang Papa sudah bersikeras untuk melarangnya memangnya Reyna bisa apa lagi?
"Iya, Kak."
Senyum Citra mendadak luntur saat melihat Reyna yang tidak biasanya, "Kamu kenapa? Apa ada masalah lagi?"tanyanya.
Reyna menggeleng cepat, "Engga. Reyna, mungkin lagi kecapekan aja, Kak."dia mengelak, tidak ingin membuat Citra bersedih.
"Oh, iya. Kamu udah masuk kuliah, ya. Aku lupa, hehe." telunjuknya menggaruk kepala kecil, Citra tertawa konyol, "oh, terus soal kerjaan kamu gimana? Apa kamu bakal lanjut?" sambungnya.
Reyna menggigit bibir bawahnya kecil. "Kak, aku ke depan dulu, ya. Kak Cipto, kayaknya dia lagi butuh bantuan." dia melenggang pergi tanpa menunggu balasan Citra terlebih dulu. Reyna tidak ingin membahas hal itu lagi, dia tidak tahu harus melakukan apa.
"Gelagat dia aneh," gumam Citra yang melihat punggung Reyna menjauh.
Reyna hanya berniat menghindar, tujuannya masuk karena ingin membujuk sang Bos untuk tidak menerima surat resign dari kedua orang tuanya. Reyna sudah yakin dalam hati kecilnya, sepertinya dia akan tetap untuk bekerja. Persoalan durhaka pada orang tuanya Reyna tunda. Pasalnya dia benar-benar sudah nyaman di sana, tidak mungkin keluar hanya karena alasan masuk ke UNIVERSITAS. Mungkin akan sibuk, tetapi Reyna sangat yakin bahwa semua itu bukanlah sebuah halangan untuknya.
Baru saja Reyna ingin berbelok ke arah kanan bahunya mengenai seseorang yang hendak melintas juga. "Eh, maaf." sontak Reyna sedikit membungkuk karena kesalahannya.
"Lo ga masuk kuliah?"
"Eh, Kak Reno. Maaf, Kak. Reyna, tadi beneran ga sengaja." dia meralat akan sangat bersalah, yang tak sengaja dia tabrak Reno. Kenapa harus orang itu?
Reno nampak diam saja, dia menunggu jawaban Reyna dari pertanyaannya barusan. Namun Reyna yang memang tidak fokus justru terbawa diam.
"Pantes di halte ga ada."
Reyna termenung, dia berpikir sejenak. "Maksudnya?"
Reno memandang datar, dia sedikit melirik ke arah lain dan menghembuskan napas kasar, "Ga heran di manja." kemudian Reno melangkah pergi.
Reyna sampai bingung tapi akhirnya dia memilih untuk ke dapur saja, dari pada banyak orang yang melihatnya seperti melamun mengira kalau Reyna ada masalah. Apalagi Citra.
"Reyna."
Suara panggilan itu sedikit membuat Reyna terjengkit kaget, dia membalikkan tubuhnya. "Bos,"
Farrel, selaku pemilik toko tersenyum hangat. "Kamu apa kabar?"
Reyna tersenyum canggung. Apa ada masalah dengan Bos nya? Kenapa setelah pertemuan itu sikapnya jauh lebih ramah padanya? Hanya pada Reyna saja, pada orang lain beliau masih saja bersikap sama.
"Eum, baik. Bos, sendiri apa kabar?" dia kembali berbalik tanya.
Farrel tertawa kecil, "Baik juga."
Reyna mengangguk sekali sambil tersenyum. Mungkin ini kesempatannya untuk berbicara pada sang Bos, apapun ucapan dari Bos nya Reyna harus bisa menerima.
"Bos, maaf. Sebenarnya saya tidak bermaksud ga sopan. Tapi.., apa, Bos, sudah menerima surat resign dari kedua orang tua saya?"ucapnya hati-hati.
Farrel tersemyum simpul, "Iya."
Reyna sudah menduganya. "Maaf, Bos. Tapi bolehkan kalau saya masih bekerja di sini? Soalnya..., Reyna, masih nyaman bekerja di sini."cicitnya pelan.
Farrel tersenyum lebar, "Kamu bisa kapan saja ke sini, nak. Surat resign itu tidak resmi, jadi kamu masih tetap karyawan di sini."
Reyna melotot dan tidak menyangka. "Beneran? Terima kasih banyak, Bos."
Farrel mengangguk, "Iya. Asalkan ... kamu mau di kawal oleh orang kepercayaan saya."
Reyna mengeryit tak mengerti. Maksud dari ucapan Bos nya apa? Orang kepercayaannya?
Di kawal?
Reyna maksudnya akan mempunyai ... bodyguard?
Your gift is the motivation for my creation. Give me more motivation!