Baiklah, salahku yang terus marathon drama hingga tidur larut malam, hingga akhirnya bangun kesiangan.
Beruntung, bus sekolah masih mau menungguku. Tapi lumayan juga, aku bisa mendapat bangku yang masih kosong, jadi aku bisa kembali meringkuk dan melanjutkan mimpi indahku selagi perjalanan nanti.
Aku melepas sepatuku, lalu menaikkan kakiku di atas bangku, dan meringkuk sambil bersandar di jendela yang telah kulapisi dengan jaket, agar kepalaku tetap aman meski bus tergoncang.
Sempurna!
Selamat tidur ....
"Weh, geser! Makan tempat, maruk lo!"
Mataku terbuka lebar saat seseorang menggeser kakiku dengan begitu tidak santainya.
"Kamu ngapain di sini?" pekikku kaget.
"Berisik lo! Bus gue udah jalan, jadi terpaksa gue ikut bus kelas lo, geser bisa nggak? Menuhin tempat lo!"
Dengan sangat berat hati, aku bergeser agar Paijo bisa duduk di sampingku.
"Kenapa nggak cari bangku lain aja, sih?" gerutuku.
Paijo melirik sinis ke arahku.
"Lo nggak lihat apa kalau ini satu-satunya bangku yang kosong?!"
Oh ya? Aku menegakkan tubuhku, lalu menyapukan pandanganku ke segala penjuru bus yang kami tumpangi.
Sialnya, memang tidak ada bangku lain yang masih kosong.
"Tapi ini perjalanan jauh! Gak boleh tidur bareng, kan bukan muhrim," ucapan itu keluar begitu saja dari mulutku.
Tunggu, di mana otakku?
"Wah, nggak jelas ini anak! Ini antara gue pengen ngakak, sama pengen mites kepala lo yang gak ada isinya!" solot Paijo.
"Hayo, nggak boleh kasar sama perempuan! Aku aduin Bambang nih!" ancamku.
"Bambang?! Cih! Silakan, nggak takut gue sama dia!"
"Kata Gepeng, kalau ada yang nyakitin aku, Roullete turun tangan! Berani kamu?"
Lhoh, heh! Tunggu! Si Paijo ini anak Roullete juga, 'kan? Apa-apaan diriku ini? Ya Gusti ....
"Kenapa juga Roullete mau lindungin lo?! Siapa elo, ha?"
Paijo melirik sinis ke arahku saat mengatakan itu. Yah, benar juga, memangnya siapa aku?
"Tapi, Gepeng pernah bilang, karena aku adalah seseorang yang harus Bambang jaga, otomatis aku jadi orang yang harus Roullete jaga! Kamu anak Roullete, 'kan? Masa kayak gitu aja nggak paham!"
Paijo terlihat cukup terkejut mendengar ucapanku. Dia terdiam dengan tatapan mata sendu, dan itu langsung membuatku khawatir. Aku takut telah mengatakan sesuatu yang salah. Atau, apakah aku telah menyinggungnya? Ini membingungkan.
"Gue mau tidur, jangan ngomong lagi! Berisik!" seru Paijo lalu menutup kedua matanya rapat-rapat.
Ah, sial! Kurasa aku benar-benar telah membuat kesalahan.
Aku pun memutuskan untuk menempel pada jendela, dan menutup mataku juga.
Cukup sulit untukku terlelap, jadi aku memutuskan untuk membayangkan saat-saat terindah dalam hidupku. Itu membuatku bahagia dan tenang.
***
Aku hanya pasrah saja saat Bambang menyeret tasku, dan membawaku ke tempat kelompoknya beristirahat.
"Inget Mel, jangan jauh-jauh dari gue! Kalau lo sampai ilang, bisa dikubur hidup-hidup gue!" seru Bambang dengan tatapan setajam pisau yang para chef pakai. Asli tajam!
"Iya, aku nempel terus ke kamu nanti, tenang aja! Tapi nggak usah nyeret tas orang kek gini dong! Aku malu dilihatin temen-temen aku!"
Seolah tak mendengarkan ucapanku, Bambang terus menyeret tas yang kupakai hingga kami sampai di tempat kelompoknya.
Aku tersenyum begitu saja melihat Gepeng ada di sana. Bagaimana tidak, jika ada pria tampan, tinggi, dan manly ada di dekatmu.
Astaga! Otak, tolong jangan mempermainkanku! Ah, tidak! Ini salah hatiku, kenapa aku bisa begitu senang hanya dengan melihat wajahnya?
Luar biasa, Melody!
"Duduk di sini! Jangan berkeliaran!" perintah Bambang sambil mendudukanku paksa di sebuah batu besar yang ada di sana.
"Tapi aku mau foto-foto dulu, Mbang! Lihat, itu di sana pemandangannya bagus banget, masa malah duduk-duduk nggak jelas di sini?!"
"Nggak mau tahu! Duduk, diem, yang anteng pokoknya!"
Aku pun menutup rapat-rapat mulutku. Tidak akan ada yang bisa mendebat pria itu. Jadi, kenapa aku harus buang-buang waktu?
"Subhanallah!" pekik salah seorang anggota Roullete tiba-tiba.
"Kenapa, Min? Lo lihat apa?" pekik Bambang penuh antusias. Semua anak Roullete, termasuk juga aku, langsung memperhatikan pria yang memekik itu dengan seksama.
"Gue lihat, Melody bakal jadi pasangan salah satu dari anak Roullete!" seru pria yang dipanggil Min, oleh Bambang tadi.
"Hah? Serius? Siapa? Gue?!" tanya Bambang dengan mata membulat sempurna.
Sungguh, aku bergidik ngeri mendengar pertanyaan Bambang. Dia sama sekali bukan orang yang bisa dijadikan pacar, itu sangat mengerikan!
"Bukan! Pacar Melody besok, itu tinggi! Lo nggak setinggi itu Bambang!"
"Bangsul, si Paimin! Di Roullete yang tinggi, banyak peak!" sambar anak lainnya.
Oh tunggu! Memangnya si Paimin ini cenayang atau apa? Dan kenapa semua orang terlihat sangat mempercayai dia?
"Mukanya blur, Bro! Gue cuman tahu, dia itu tinggi, sama anak Roullete! Selebihnya nggak jelas," ucap Paimin lagi.
"Kamu bisa lihat masa depan?" tanyaku ragu.
"Nggak juga, cuman kadang penglihatan itu dateng tiba-tiba! Gue nggak bisa lihat hanya karena gue pengen!" sahut Paimin dengan santainya.
"Si Paimin ini, kalau udah lihat sesuatu, pasti bener kejadian! Akurat dan dapat dipercaya pokoknya!" sela Bambang.
Aku langsung merengut mendengar penjelasan Bambang.
"Ada nggak cara buat menghindari masa depan yang kamu lihat?" tanyaku tanpa ragu.
"Maksud lo gimana?" sergah Bambang.
"Ya aku nggak mau gitu pacaran sama anak Roullete. Kalian itu sekumpulan anak bandel yang suka berantem! Aku maunya dapet pacar anak alim, atau enggak, kutu buku aja gitu!"
Semua terdiam, dan menatapku dengan tatapan yang tak bisa kuartikan.
Beberapa detik setelahnya, mereka tertawa begitu keras, seolah aku baru saja mengatakan sebuah lelucon yang sangat lucu.
Tapi, aku serius! Dari kebanyakan drama yang pernah aku tonton, berpacaran dengan pria tampan, dan populer itu akan mendekatkanmu pada rasa sakit dan penyesalan.
Kutu buku tidak seburuk itu, 'kan? Dunianya hanya terfokus pada buku. Pria seperti itu biasanya setia.
"Masalahnya Mel, orang alim itu nggak akan mau pacaran! Kalau kutu buku? Ya elah, lo suka sama anak cupu yang hanya tahu cara membaca buku? Gak asik banget idup lo!" komentar Bambang.
"Kalau pacaran sama anak Roullete itu pasti rentan patah hati, sakit hati, kalau sama orang cupu, kebanyakan setia!" sanggahku.
"Jangan salah, gini-gini kita itu kalau udah punya pacar, setianya ngalah-ngalahin orang alim ataupun cupu!" samber salah seorang anak Roullete yang entah siapa namanya.
"Buktinya Paijo playboy!" sahutku cepat.
Si empunya nama langsung menoleh dan menatapku sangat tajam. Well, aku bicara fakta. Semua siswi di kelasku mau dengan suka rela menyebutkan siapa saja mantan dari si Paijo ini. Dengan mantan sebanyak itu, aku meragukan kesetiaannya. Mentang-mentang tampan.
"Mampus, kalau yang satu itu sih no debat!" sahut pria itu.
"Gue bukannya playboy! Gue cuman lagi nyari yang terbaik aja!" kilah Paijo.
"Dengan cara macarin mereka satu per satu? Oh, wah! Luar biasa!" cibirku.