Jedug!
Alira kembali membuka kedua matanya saat dahinya menghantam meja kantin. Matanya benar-benar sulit untuk dibuka. Mungkin karena semalam Alira maraton nonton film membuatnya mengantuk.
"Ish! Gea mana sih? Lama banget pacarannya," kesal Alira karena temannya tidak juga ke kantin.
Tadi, Gea berpamitan pada Alira kalau dirinya akan menemui Oscar. Katanya hanya sebentar. Tapi sampai detik ini, Alira sudah menunggu selama sepuluh menit namun Gea tidak juga kembali.
"Haish! Laper banget gue. Mana duit gue ketinggalan di kelas pula. Apes!" Alira terus menggerutu dengan kedua mata yang sesekali terpejam karena menahan rasa kantuk.
Alira mulai menghitung dari satu sampai sepuluh. Kalau sampai ia selesai menghitung Gea masih belum datang, Alira akan kembali ke kelas. Tidak peduli jika nanti Gea marah padanya karena tidak menunggunya di kantin.
"Alira?"
Panggilan tersebut membuat Alira mendongak. Menemukan wajah Leo yang berada di hadapannya. Seketika Alira tersenyum dan mempersilakan Leo duduk satu meja dengannya.
"Sendirian? Nggak sama Gea?" tanya Leo.
"Gea masih ketemu pacarnya. Udah dari tadi belum balik-balik," jawab Alira lesu.
Leo mengangguk paham. "Nggak mau pesen makanan? Atau mau gue pesenin?"
"Enggak. Nggak usah," tolak Alira. "Duit gue ketinggalan di kelas."
"Gue traktir. Lo tinggal bilang mau makan apa," kata Leo lagi.
"Eh, jangan. Entar gue ambil duit dulu aja, lagian juga gue nggak begitu laper banget," bohong Alira.
Terbukti setelah Alira mengucapkan kalimat tadi, perutnya berbunyi. Dan hal tersebut di dengar oleh Leo. Seketika Alira merasa malu semalu malunya.
"Ini," Leo tersenyum sambil menyodorkan kotak makan yang ia bawa dari rumah.
"Bekal punya lo. Kenapa dikasih ke gue?" heran Alira melihat bolu pisang yang berada di dalam bekal makanan Leo.
"Barengan aja. Gue nggak habis kalo makan sendirian," kata Leo mulai mengambil sepotong bolu buatan kakaknya.
"Nggak suka bolu pisang?"
Alira menggeleng cepat. "Gue suka semua makanan dari pisang."
"Kenapa nggak dimakan?" tanya Leo menyadari Alira masih belum mengambil bolu pemberiannya.
Sesaat Alira terdiam. Bingung harus memakan bolu pisang tersebut atau tidak. Sebenarnya Alira sangat tergiur dengan bolu pisang yang dibawa Leo. Tapi, ia merasa sungkan karena baru beberapa hari lalu ia juga diberikan makanan oleh Leo.
"Dimakan aja, Al" Leo kembali membujuk Alira.
Alhasil, Alira akhirnya mengambil sepotong bolu pisang tadi dan mulai memakannya. Membuat Leo tersenyum karena Alira mau menerima pemberiannya.
"Tadi berangkat sekolah naik motor?" tanya Leo yang dijawab anggukan kepala oleh Alira.
"Nggak capek kalo tiap hari motoran terus?"
"Enggak. Kan, udah biasa," jawab Alira.
"Kabar Mama kamu gimana, Al?" Leo mengajukan pertanyaan lain.
"Alhamdulillah baik. Tapi sekarang lagi di rumah Budhe soalnya di sana ada acara," Alira menjawab sambil menguyah bolu pisang di dalam mulutnya.
"Lo sendirian di rumah?" Leo memastikan kondisi Alira.
"Iya. Emangnya kenapa?" tanya Alira.
"Nggak papa. Cuma kalau lo …." Leo menghentikan ucapannya saat mendengar ponselnya berbunyi.
"Gua angkat telfon dulu ya," pamit Leo kemudian beranjak berdiri dari duduknya.
Alira hanya mengangguk sebagai jawaban dari ucapan Leo. Selebihnya, Alira tidak lagi menanggapi apa yang sedang Leo lakukan. Toh, ia memang tidak penasaran sama sekali dengan siapa dan apa yang sedang Leo bicarakan lewat ponselnya.
"Oke. Gue ke sana sekarang," Leo tampak menutup telfonnya.
"Al, gue balik ke kelas dulu ya. Lo sendiri di sini nggak papa, kan? Atau mau gue anter ke kelas?" tanya Leo beruntun.
"Gue nggak papa di sini kok. Lo silakan kalo mau balik ke kelas," kata Alira sambil menyerahkan kotak makan pada Leo.
"Makasih buat bolunya."
Leo terdiam sejenak. Sebenarnya ia ingin memberikan semua bolu tadi pada Alira. Tapi karena waktunya tidak tepat, Leo kembali mengambil kotak makan miliknya. Kemudian bergegas pergi untuk menyelesaikan satu masalah di kelasnya.
Alira kembali duduk sendiri. Bedanya, sekarang ia sudah tidak begitu mengantuk seperti tadi. Hanya saja tenggorokannya terasa serak karena belum minum setelah memakan bolu.
"Nih."
Alira terlonjak kaget saat melihat segelas es teh berada di hadapannya. Bersamaan dengan kedatangan Alingga dan Denis.
"Diminum. Nggak perlu bilang terimakasih. Dan yang jelas gue ikhlas ngasih ini minuman ke elu," kata Alingga yang sudah duduk di sebelah Alira.
"Lo apaan sih? Kenapa tiba-tiba muncul kayak setan?" heran Alira melihat keberadaan Alingga saat ini.
"Bangku kosong masih banyak, gausah ke sini kalo cuma mau gangguin gue," Alira menunjuk ke arah bangku-bangku yang berada di kantin.
"Tau tuh si Alingga emang aneh, Al. Demen banget kalo nempel sama lo," ujar Denis sesekali menatap Alingga.
"Udah gitu cuma nempel-nempel doang, tapi enggak kunjung jadian. Hedehh!"
Alingga masih setia menatap wajah kesal Alira. Satu fenomena yang sangat Alingga sukai adalah ketika ia berhasil mengganggu Alira dan membuat gadis tersebut marah karenanya.
"Bisa minum sendiri atau perlu gue bantu?" tanya Alingga dengan satu tangan yang sedang menyodorkan minuman di depan wajah Alira.
"Gausah sok baik sama gue kalo besoknya balik buruk lagi," sahut Alira.
"Sumpah, Al. Beneran gue ikhlas ngasih es teh ini ke elo. Tuh saksinya Denis sama Bang Maman," ujar Alingga memamerkan wajah serius.
"Saking ikhlasnya sampe es teh aja ngutang," sindir Denis yang langsung mendapat tatapan tajam dari Alingga.
"Lo kalo mau bagi-bagi dosa, jangan sama gue," kata Alira membalas tatapan Alingga.
"Udah gue bayar esnya. Lo mah, bisa-bisanya lebih percaya Denis daripada gue. Tega lo, Al" Alingga terlihat kesal dan mengalihkan pandangannya dari Alira.
Benar-benar cowok aneh. Kekesalan Alira semakin bertambah jika melihat wajah Alingga memelas seperti ini. Tidak beda jauh seperti anak kecil yang merengek pada ibunya.
"Buruan diminum, Al. Keburu Alingga kumat gara-ara minumannya ditolak sama lo," suruh Denis.
"Kumat apaan?" tanya Alira bingung.
"Udah pokoknya lo minum aja. Itu minuman bersih dari racun dan sejenisnya kok," Denis kembali berujar.
Alira kembali menatap wajah Alingga yang masih menghadap ke arah lain. Apa benar Alingga marah karena Alira menoleh minumannya? Tidak. Tidak mungkin sekali hal itu terjadi. Alingga pasti sedang bersandiwara saja.
Tapi meskipun begitu, Alira tetap akan meminum es tes tadi. Daripada mubadzir. Dan juga daripada Alira harus berlama-lama duduk bersama Alingga, ia akan meminum es teh tadi lalu segera pergi dari hadapan Alingga.
"Udah gue minum nih," Alira memperlihatkan gelas es teh tadi yang isinya kini tinggal setengah.
"Makasih buat es tehnya. Lain kali kalo mau ngasih traktiran jangan nanggung-nanggung, biar pahalanya tambah banyak," gurau Alira sambil tersenyum penuh arti.
Tidak lama setelah itu, Alira beranjak dari duduknya. Hendak berjalan menjauhi kantin, namun satu tangannya dicekal oleh Alingga.
"Gue mau balik kelas, bentar lagi bel. Kalo masih mau ganggu gue, dimohon untuk menundanya dulu," papar Alira panjang lebar.
Alingga terkekeh pelan mendengan ucapan Alira. Ia tampak berdiri di hadapan gadis tersebut sambil memegang satu tangannya.
"Buat temen belajar. Biar lo nggak ngantuk lagi," Alingga memberikan tiga bungkus permen pada Alira.
Baru saja Alira akan menyahut, Alingga sudah lebih dulu pergi bersama Denis. Membuat Alira merasa bingung. Ia pun menatap tiga bungkus permen cokelat yang baru saja diberikan oleh Alingga.
"Darimana Alingga tau kalo gue lagi nahan ngantuk?"
***
08102021 (19.55 WIB)