"Lihatlah Saartje! Anakmu begitu mirip denganmu. Bahkan aku saja sangat sulit mencari perbedaan darimu dan anakmu ini," ujar Kathriena sembari mencubit pelan seorang bayi. Bayi itu adalah anak pertama Saartje dan Theo. Bayi yang selama ini ditunggu kelahirannya oleh banyak orang. Tepat hari ini, bayi itu lahir dengan sempurna. Wajahnya tak jauh berbeda dengan Saartje, bahkan bisa dibilang tak ada perbedaan antara ibu dan anaknya itu. Saartje dan semua orang yang ada di ruangan rumah sakit itu tersenyum bahagia melihat si buah hati yang tengah tertidur di pangkuan Saartje.
"Kau betul sekali Kathriena, aku juga sangat sulit mencari perbedaan antara mereka. Tak ada satu pun yang aku turunkan kepada anakku itu, semuanya sudah diturunkan oleh Saartje. Kau licik sekali, Saartje!!!" timpal Theo menyetujui ucapan Kathriena.
"Kau jangan salahkan aku, Theo. Ini sudah menjadi takdir Tuhan," ucap Saartje yang tak setuju dengan ucapan suaminya.
"Sudahlah jangan bertengkar! Anakmu boleh saja sama persis dengan Saartje, tetapi jika ia sudah besar nanti siapa tahu dia juga bisa bermain musik sepertimu, Theo." Diederick mencoba melerai pertengkaran kecil antara Saartje dan Theo. Theo hanya mengangguk mengiyakan ucapan Diederick, walaupun ia sendiri tak yakin dengan ucapan Diederick itu. Theo memang sangat pandai bermain alat musik terlebih biola dan piano. Hampir setiap hari Theo menghabiskan waktu luangnya dengan bermain musik. Terkadang Saartje yang meminta Theo untuk memainkan sebuah lagu kesukaan Saartje menggunakan piano kesayangan Theo. Apalagi semenjak Saartje mengandung sang buah hati, ia lebih sering meminta lagu-lagu yang Theo pun tak tahu. Hal itu membuat Theo cukup kesulitan karena permintaan istrinya yang tengah mengidam itu. Namun bagaimanapun, Theo adalah lelaki yang sangat menyayangi istrinya. Ia berjuang untuk menghafal lirik dan not angka lagu-lagu yang dipinta Saartje.
"Oh iya, apa kalian berdua sudah tahu jika istri saya sedang mengandung?" tanya Diederick tiba-tiba saja. Semua yang ada di ruangan rumah sakit itu terkejut dan tak percaya dengan apa yang diucapkan Diederick. Kathriena yang mendengar ocehan sang suami langsung menyenggol tubuh Diederick dengan lengannya. Diederick menatap Kathriena, terlihat Kathriena yang tengah mengkerutkan kening. Membalas ekspresi kesal sang istri, Diederick hanya menaik turunkan kedua alisnya.
"Akhir-akhir ini, suamiku sering sekali bercanda. Jadi, kalian tak usah dengarkan apa yang dibicarakan. Semuanya tak benar," sangkal Kathriena.
"Apa yang saya ucapkan ini benar adanya, sedari kemarin pagi kau terus menerus mual, Kathriena. Kau juga bilang jika kau merasakan sakit kepala. Saya yakin sekali jika kau sedang mengandung. Tak lama lagi kita akan memiliki seorang anak, sama seperti Saartje dan Theo," ujar Diederick dengan semangat. Semua orang yang ada di sana kembali terkejut, begitupun dengan Kathriena.
"Apa-apaan kau ini? Aku hanya sedang tak enak badan saja," elak Kathriena. Sebenarnya ia juga tak tahu apakah dirinya tengah mengandung atau tidak, ia belum sempat untuk memeriksakan diri ke dokter. Padahal hari ini mereka tengah berada di rumah sakit, namun Kathriena sangat enggan untuk memeriksakan keadaannya. Memang akhir-akhir ini Kathriena sering sekali merasa mual dan sakit kepala, namun ia mengira jika gejala itu hanyalah gejala demam biasa.
"Sebaiknya kau periksa, Kathriena. Siapa tahu apa yang diucapkan suamimu itu ada benarnya juga. Kita semua akan senang jika memang itu terjadi," ucap Theo menyemangati Kathriena.
"Ja, Sayang. Kau harus menuruti apa yang diucapkan sahabat saya ini," balas Diederick yang menyetujui ucapan Theo sembari merangkul pundak sahabatnya itu.
"Baiklah, baiklah! Percuma saja aku bilang tidak, Diederick pasti akan terus memaksaku untuk memeriksa keadaanku ini," ujar Kathriena pasrah. Semua orang tertawa mendengar ucapan pasrah Kathriena.
Hari itu pun Diederick mengantarkan Kathriena untuk bertemu dengan seorang dokter kandungan. Apa yang diucapkan Diederick ternyata benar, Kathriena tengah mengandung. Sebentar lagi mereka akan dikaruniai seorang anak. Betapa bahagianya Diederick dan Kathriena hari itu. Semua orang terdekat diberi tahu tentang kabar kehamilan Kathriena yang baru saja menginjak usia kandungan dua minggu. Semua yang mendengar kabar itu turut bahagia, mereka tak menyangka di hari yang sama ada dua kabar gembira yang mereka dengar.
Kathriena dan Diederick memberitahukan kabar gembira itu kepada Aryanti. Aryanti sudah tidak bekerja di rumah keluarga Vandenberg, ia tinggal bersama Kathriena dan suami. Wanita tua itu terkejut sekaligus terharu atas apa yang didengarnya. Ia tak menyangka Kathriena akan mengandung secepat itu. Tak banyak hal yang bisa ia ajarkan kepada Kathriena mengenai kehamilan. Aryanti tak pernah mengetahui bagaimana rasanya hamil, bahkan ia tak pernah merasakan indahnya pernikahan. Padahal Kathriena sudah pernah meminta Aryanti untuk mencari pendamping hidup, namun wanita itu lebih nyaman sendiri. Jauh di dalam hatinya, ia sangat ingin merasakan pernikahan, tetapi ada satu hal yang membuatnya ketakutan. Sudah beberapa bulan ia merasa sakit di bagian dada. Aryanti merahasiakan hal itu kepada Kathriena, ia tak ingin anak angkatnya itu merasa khawatir.
Tepat pada usia kandungan Kathriena yang kedua, Aryanti jatuh sakit. Ia tak bisa bernafas secara normal, tubuhnya pun melemah, bahkan tak sanggup untuk berdiri. Kathriena dan Diederick mencoba membawa Aryanti ke rumah sakit ternama di Buitenzorg, namun tak ada peralatan rumah sakit yang memadai. Di beberapa rumah sakit yang mereka datangi pun tak ada yang bisa menyembuhkan penyakit Aryanti. Entah apa yang diderita wanita itu, dokter hingga orang pintar di Buitenzorg tak dapat menyembuhkannya. Diederick sering kali mengajak Aryanti untuk pergi berobat ke Bandoeng dan Batavia, namun Aryanti menolak mentah-mentah, ia tak ingin pergi jauh meninggalkan Buitenzorg. Hingga pada akhirnya wanita itu menghembuskan nafas terakhir di kamarnya tanpa diketahui sang anak angkat. Kathriena menyadari Aryanti telah meninggal ketika pagi hari. Semua orang di rumah keluarga van Devries begitu panik, terlebih Kathriena, ia menangis sejadinya. Sang suami hanya bisa memeluknya erat.
Beberapa bulan setelah kematian Aryanti, Kathriena melahirkan seorang anak lelaki yang teramat tampan dan diberi nama Holland van Devries. Semua orang tersenyum senang, tak ada yang tak ikut bahagia pada hari itu. Keluarga besar van Devries merayakan hari kelahiran Holland dengan mengundang semua kerabat dan teman. Namun di hari bahagia itu mereka mendapat sebuah kabar yang cukup mengejutkan, Saartje dan Theo memutuskan untuk pindah rumah ke daerah Soebang membawa serta sang buah hati.
Dua bulan sebelum mereka memutuskan untuk pindah rumah, Larry Koenraad membeli perkebunan teh di daerah Soebang dan satu bulan setelahnya ia meminta Theo untuk mengurus perkebunan teh itu. Dengan senang hati Theo menerima permintaan ayahnya. Walaupun berat hati untuk meninggalkan sahabat mereka, Theo dan Saartje beserta anak mereka akhirnya memutuskan untuk pindah rumah ke daerah Soebang. Semenjak saat itu, Kathriena tak pernah bertemu dengan Saartje. Jarak rumah yang sangat jauh membuat mereka tak bisa bertemu untuk waktu yang lama.
Bersambung...
[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Please, jangan lupa vote & comment. Karena vote & comment anda semua berarti untuk saya.