Hanjo memandangi Inge dengan mata tidak berkedip. Ia mengangguk berkali-kali.
"Ya, ke Riau. Ke kampung Meisa itu."
"Aduh, jauhnya..."
"Bukan jalan kaki ke sana."
"Aku pun belum pernah ke situ."
"Bisa dicari!"
Bel di pintu berbunyi. Hanjo tidak peduli. Seakan tidak mendengarnya. Dibiarkan saja.
"Bisa kamu pergi?" tanya Hanjo dengan pengharapan penuh. Terlihat dari matanya.
"Aduh, gimana ya?"
Bel di pintu kembali berbunyi. Berulang beberapa kali. Hanjo tidak menoleh sedikit pun.
"Sepertinya ada yang penting itu. Buka pintunya," kata Inge menunjuk dengan mulutnya.
"Kamu mau membantu aku?" Hanjo menunggu penuh harapan. Matanya ikut menunggu.
Inge mengangguk. Perlahan.
Hanjo tersenyum. Ia berdiri. Deringan bel pintu seakan bertalu-talu. Ia segera melangkah mendekati pintu. Sudah disiapkannya makian di ujung lidah.
Di depan pintu Sarita tegak dengan mata nyalang. "Kok lama betul?"
Hanjo mengatupkan rahang. Ditelannya makian itu "Masuklah." Ia memperlebar buka pintu.