アプリをダウンロード
43.75% One Click / Chapter 7: Riko Tertangkap

章 7: Riko Tertangkap

"Apa rencanamu sekarang?" tanya Riki dengan tatapan penuh rasa bersalah. Entah apa yang dia pikirkan, namun sikap tubuhnya menunjukkan rasa bingung sekaligus takut.

"Hei, Tenanglah! Kau bisa menggunakan keahlianmu dalam mengakses komputer," ucap Riko dengan tatapan binar.

"Maksudmu?" tanya Riki dengan dahi mengernyit.

"Aku akan membiarkan diriku tertangkap dan ikut terikat dalam kursi itu. Hingga aku bisa tahu apa yang telah terjadi dengan teman-teman lainnya."

"Apa kau gila?" tanya Riki kembali kali ini dengan wajah marah. Membuat Riko terdiam dengan tatapan curiga.

"Akhirnya aku bisa melihatmu marah, Ki," ucap Riko yang dengan segera memeluk erat saudara kembarnya.

"Aku sedang tidak bercanda!" ucap Riki yang dengan kasar mendorong saudara kembarnya.

"Thanks, aku senang. Akhirnya kau menunjukkan rasa perdulimu. Aku senang kau menghawatirkanku," ucap Riko dengan senyuman tulusnya.

"Kau salah!" ucap Riki dengan senyuman sinisnya.

Meskipun Riki enggan mengakui, namun Riko sadar bahwa kembarannya benar-benar merasa hawatir padanya.

Riki berjalan meninggalkan Riko sendiri, namun Riko dengan segera menyusul kembarannya.

"Aku sedang tidak bercanda. Aku akan tertangkap dan ikut dalam permainan itu. Sedangkan kau, kau bisa menggunakan kemampuanmu untuk menghentikan permainan itu melalui laptop yang ada di depan wanit bergaun hitam," jelas Riko yang terus berusaha menjelaskan kepada Riki.

"Hei!" teriak Riki sambil kembali mendorong tubuh kembarannya dengan kedua telapak tangannya. Dada Riko didorong kuat hingga membuat ia terjatuh ke atas tanah.

"Apa kau tak melihat ada banyak penjaga bersenjata di sana?" tanya Riki kembali sambil merundukkan wajah tepat berhadapan dengan Riko. Tangannya terus saja menunjuk-nunjuk ke arah Riko. Wajah Riki terlihat cemas dengan gigi yang terus beradu.

"Lantas apa rencanamu? Apa kau punya rencana yang lebih baik? Apa kau bisa menyelesaikan ini semua? Apa kau ingin membiarkan mereka begitu saja dan kita bisa pulang ke rumah tanpa beban? Apa kau ingin bahagia dengan gelar pecundang?" rentetan pertanyaan yang dilontarkan Riko membuat Riki terdiam. Wajahnya kian bengis dengan napas yang berhembus cepat. Menderu-deru karena terbakar kemarahan.

"Baiklah! Aku akan menuruti rencanamu, namun jika aku tak berhasil mengendalikan pusat kontrol karena tertangkap. Jangan salahkan aku! Dan lagi ... kau harus siap menerima keadaan jika nantinya aku yang justru mati tertembak oleh mereka," ucap Riki yang lagi-lagi memilih meninggalkan Riko sendiri. Melangkah gontai berharap bisa menenangkan kekesalannya. Sedangkan Riko hanya bisa diam menatapi punggung yang perlahan menghilang.

"Semua ada resikonya, Ki. Pulang dan menjadi pecundang jauh lebih rendah daripada mati dalam perjuangan. Dan kau tahu, aku jauh lebih menyukai pilihan kedua. Mati sebagai pahlawan," gumam Riko yang segera bangkit, membersihkan pakaiannya dan berlari mendekati Riki.

Riki terduduk di samping dinding, matanya berkaca-kaca, sepertinya ia sedang menahan tangis. Sedari kecil, Riki dikenal dengan anak yang kalem dan peka, lebih cengeng dan suka menyendiri. Berbeda jauh dengan Riko yang suka bermain di luar, memanjat dan melakukan banyak aksi berbahaya bahkan sedari kecilnya. Riko kerap terluka dan pulang dalam keadaan baju kotor dan bahkan sampai robek.

Tetapi keduanya memiliki kelebihan masing-masing. Dimana Riko kerap melindungi Riki dari banyak preman jalanan yang mengganggunya, membantu kedua orang tunya dalam memperbaiki kerusakan yang ada di rumah. Memanjat genteng hingga memotong pohon tinggi. Semua mereka lakukan tanpa bantuan tukang dan ini cukup membuktikan bahwa deretan otot yang ada di tubuh Riko bukanlah kamuflase semata.

Sedangkan Riki yang terkesan lebih feminim memiliki kecerdasan yang tinggi. Nilainya selalu baik dan kerap menduduki tiga peringkat teratas. Pakaian yang rapi dan sikapnya yang santun sering menjadi ledekan teman-teman sekolahnya. Ia diledeki pria jadi-jadian jika dibandingkan dengan Riko yang super power.

Perkataan itulah yang akhirnya membuat Riki mulai nekad untuk ikut kabur dari mata pelajaran atau cabut sekolah. Berpakaian yang tak lagi terlihat rapi, dikeluarkan sebahagian atau membuka beberapa kancing baju. Sebenarnya ini sangat tak nyaman untuknya, namun jika tidak begini ia akan terus diledek.

Luar biasanya, meski ia seperti ini nilainya tetap baik. Kebiasaan buruknya tak menjadi masalah besar karena dianggap hal yang wajar.

"Bagaimana, apa kau siap melakukannya?" tanya Riko dengan wajah menantang.

"Katakan bagaimana rencanamu?" tanya Riki yang kini tersenyum dengan sorot wajah berbeda. Sepertinya ia menyimpan rahasia di dalam hatinya.

"Oke, aku akan memanjat dinding lalu berjalan mendekati ruang kelas. Aku harus melihat bagaimana keadaan anak-anak lainnya. Jika mereka aman, maka aku akan kembali ke sini. Namun, jika gelagat mereka mencurigakan, aku akan memberimu kode dengan berteriak agar aku tertangkap!"

Penjelasan Riko dengan segera disetujui Riki. Keduanya saling mengangguk dan memulai aksinya. Sebelum pergi Riki berkata, "Jika kau tak kembali dalam lima belas menit itu tandanya kau tertangkap!"

Riko setuju, itu terlihat dari wajah yakinnya yang diikuti anggukan. Kemudian ia dengan segera membalikkan posisi topinya lalu mulai memanjat dinding. Gerakan Riko yang begitu gesit membuatnya bisa tiba di atas dinding dengan waktu yang singkat. Bahkan tak sampai lima menit dinding yang setinggi dua puluh meter itu bisa ia tunggangi dan kini ia telah melompat ke sisi dalam sekolah.

Perlahan langkahnya bergerak mendekati ruangan aula, sambil terus merunduk Riko berusaha segera tiba di jendela yang ada di sudut ruang. Jendela itu telah rusak dan dari cela itu Riko berharap bisa melihat jelas keadaan di dalam ruangan.

Tepat target, tujuh menit Riko sudah berada di posisi yang ia inginkan. Kepalanya perlahan mendongak dan mendekati lubang yang ada di jendela aula. Semua murid kelas XV C ada di ruangan itu.

Awalnya mereka terlihat tengah tertidur di kursi santai, namun setelah dilihat lebih dekat ternyata mereka terlihat meraung dan sesak, menangis dan menjerit. Melihat kejadian ini Riko merasa yakin ada yang tak beres dengan kursi yang sedang teman-temannya gunakan. Terlihat ada kabel kecil yang menuju kotak yang ada di depan laptop si wanita bergaun hitam.

"Aku yakin kotak itu menjadi kunci untuk menghentikan semua ini."

Saat Riko berniat untuk kembali bergerak, dua orang tentara dengan senjata laras panjang telah menunggunya dari sisi kanan dan kiri. Sesuai dengan rencana ia pun ditangkap lalu dibawa ke sebuah gudang. Gudang lain yang telah lama kosong. Di sana juga ada kepala yayasan yang tengah tertidur di atas kursi dalam keadaan terikat.

"Sialan! Bukan begini rencananya. Bagaimana dengan Riki?" gumam Riko yang mulai merasa kesal.

Ia berniat melawan kedua tentara tadi, namun senjata mereka begitu menakutkan. Kembali teringat akan silet yang ia simpan di sepatunya. Ia pun mulai memikirkan rencana kedua.

"Aku akan kabur setelah mereka mengikatku," ucap Riko dengan penuh percaya diri. Namun, yang terjadi justru diluar dugaan. Salah satu tentara menutup hidung dan mulut Riko dengan sapu tangan yang berisi penenang, hingga ia kini tertidur tak sadarkan diri. Namun, sayup-sayup sebelum matanya tertutup ia melihat Riki meliriknya dari arah pintu gudang yang belum tertutup rapat.


Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C7
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン