Gadis itu mengelap keringatnya dengan tangannya, lalu ia berjalan ke dalam kamar mandi untuk membasuh muka serta membuang hajat. Sebelum masuk, Fadil memberitahu apa saja yang ada di dalam kamar mandi, agar gadis itu tidak kebingungan saat berada di dalam. Selesai dengan urusannya di dapur, mereka berdua berjalan memasuki kamar. Sarah pun melirik kesana kemari mencari tempat untuk tidur.
"Kamu sedang mencari apa?" Tanya Fadil.
"Mencari tempat tidur," jawabnya.
"Tidak usah mencari, kamu tidur saja di atas ranjang."
"Maksudmu seranjang denganmu?" Raut wajahnya memerah, ketika menanyakan hal tersebut, sembari menatap lelaki itu dengan penuh pesona.
"Yah mau bagaimana lagi, tidak mungkin kamu tidur di atas lantai." Timbalnya sembari menoleh ke kanan, tak kuasa menahan gejolak di hatinya.
Mereka secara perlahan mulai menaiki ranjang, lalu saling membalikkan badan. Jantung berdegup kencang, serta rasa gelisah mulai mereka berdua rasakan. Terutama Fadil, selaku pemilik kamar dan juga orang yang telah merampas ciumannya. Dia teringat kembali saat ia beradu lidah, serta memberi tanda pada wajah dan leher Sarah. Membuat lelaki itu tak kuasa membalikkan badan. Tak jauh berbeda dengan Sarah, di selimuti rasa gelisah serta rasa malu yang luar biasa.
Dia juga teringat, saat Fadil merampas ciuman pertamannya serta meninggalkan bekas, pada bagian leher dan wajahnya. Wajahnya semakin memerah, serta memukul wajahnya sendiri ketika mengingat Fadil berkata, "Sarah Sayang" sembari mencium botol diperuntungkan khusus untuk dirinya. Sarah pun penasaran, ketika dia menyebut dirinya dengan sebutan waifu. Dirinya penasaran arti dari kata tersebut, lalu ia pun bertanya.
"Kamu sudah tidur?"
"Belum."
"Boleh aku bertanya?"
"Tanyakan saja."
"Waktu itu kamu menyebutku dengan sebutan waifu. Sebenarnya apa itu waifu?" Tanya gadis itu dengan terbata-bata.
Pemuda itu membalikkan badan, begitu juga dengan gadis itu. Mereka saling berpandangan, tanpa berkedip. Raut wajah Fadil merah padam, jantungnya berdegup kencang ketika mengingat apa yang ia lakukan pada botol itu sebelumnya. Dia menerima sebuah fakta, bahwa Sarah melihat dan mendengar apa yang ia lakukan pada botol tersebut. Kepalanya terasa pening bagaimana menjelaskannya. Sedangkan gadis itu terus memperhatikannya, untuk menunggu jawaban darinya.
"Sudah malam ayo tidur," ucap pemuda itu sembari membalikkan badan.
"Kamu curang! Ayo cepat beritahu aku," kata gadis itu sembari menggerakkan tubuhnya.
Fadil pun tak merespon, kedua matanya terpejam. Sarah menatap lelaki itu dengan raut wajah cemberut. Rasa ngantuk telah merasuki mereka berdua, dan akhirnya mereka berdua benar-benar tertidur. Tak terasa hari sudah menjelang pagi, sudah waktunya bagi mereka berdua untuk bangun. Lengan kiri Fadil, tertindih tubuh Sarah sejak lima belas menit yang lalu. Posisi tidur tengkutap memeluk sesuatu yang lembut di samping kirinya. Wajahnya mendekat lalu mencium pipi gadis itu hingga terbangun.
Raut wajahnya memerah, ketika Fadil memeluknya cukup erat. Sekilas dia teringat perkataan ibundanya di Negeri Kayangan. Beliau berkata, bahwa seseorang akan jujur ketika setengah sadar. Begitulah yang dia ingat ketika lelaki itu memeluknya serta mencium pipinya sejak tadi. Air liur yang menempel, serta aroma mulutnya yang tidak sedap mulai terhirup. Namun dia tidak terlalu memperdulikannya, selain rasa penasaran apa arti kata tersebut.
"Hei, boleh aku tau apa itu waifu?"
"Singkatnya waifu itu adalah istri, tapi dalam wujud dua dimensi. Tapi kamu adalah waifu di hatiku," ucap Fadil setengah sadar, membuat raut wajah Sarah memerah.
"Kenapa kamu mengatakan hal itu? Padahal kita tidak saling mengenal."
"Memang benar kita tidak saling mengenal, tapi perhatianmu ketika diriku sedang berduka. Juga kecantikanmu telah memikat hatiku, rasanya aku ingin memilikimu. Seperti cinta pandangan pertama," ucapnya setengah sadar.
Sarah pun terdiam, raut wajahnya semakin merah serta jantungnya berdegup kencang. Dia teringat momen saat berdua dengan ibundanya, saat berada di taman istana. Mereka berdua duduk sembari memandang keindahan taman. Waktu itu Sarah berusia dua belas tahun, ia bertanya apa itu cinta. Ibundanya pun menjawab, bahwa cinta adalah suatu ikatan suci yang terbentuk dari rasa suka antar lawan jenis. Beliau mengaitkan cerita cinderela dan putri di dalam istana naga.
"Jika rasa itu datang, apa yang harus aku lakukan?"
"Ha.ha.ha kalau rasa itu datang, kamu peluk saja dia lalu perjuangkan hingga kamu mendapatkan hatinya. Kuyakin, orang yang kamu suka pasti ia lelaki yang baik."
Mengingat hal itu Sarah tersenyum, lalu dia memeluk Fadil dengan sangat erat. Kenyamanan mulai gadis itu rasakan, dia tak ingin kenyamanan ini berakhir. Namun suara ketukan pintu, telah mengejutkannya. Fadil pun terbangun dari tidurnya, seketika raut wajahnya memerah ketika Sarah memeluk tubuhnya. Dalam pikirannya, ada dua pilihan yang harus ia pilih. Yang pertama adalah memeluknya, dan kedua membangunkannya.
Fadil sungguh pria yang payah dalam memilih. Dia pun mengambil kedua pilihan tersebut. Pemuda itu memeluknya, sebelum dia terbangun lalu mengendus rambutnya yang wangi. Tiba-tiba gadis itu menatapnya, dengan raut wajah merah merona.
"Selamat pagi mesum," sapa Sarah.
"Pagi."
"Sudah dua kali kamu menciumku tanpa izin, bagaimana caramu untuk bertanggung jawab." Ucapnya sembari menatap lelaki itu, hingga membuatnya salah tingkah.
"Maaf kukira kamu adalah bantal, juga aku minta maaf atas rutinitasku setiap pagi." Timbalnya dengan malu-malu.
"Jadi kapan kamu akan melepaskannya?" Tanya Sarah kepada Fadil, sejak tadi memeluknya.
Spontan Fadil melepas pelukkannya, lalu beranjak dari tempat tidur secara perlahan. Dia berjalan keluar untuk membuang hajat, lalu membasuh muka hingga syaraf wajah dan otak bangkit sepenuhnya. Tak berlangsung lama Ibunya pun datang, di kedua tangannya terdapat sebuah kantong plastik bersisi empat bungkus nasi uduk. Fadil pun membawa kantong plastik tersebut, lalu meletakkan empat bungkus di atas piring. Namun ada yang janggal pada nasi uduk tersebut.
Seharusnya Ibunya membeli tiga bungkus nasi uduk, tapi kenapa empat? Lalu Fadil bertanya mengenai jumlah nasi uduk kepada ibunya. Kemudian ibunya, teringat dengan Tina yang sedang pergi camping bersama teman-temannya. Dirinya lupa, bahwa Tina sedang ada kegiatan dengan teman-temannya, sehingga beliau membeli empat bungkus. Mendengar hal itu Fadil pun tersenyum, lalu secara diam-diam dia membawa dua bungkus nasi uduk ke dalam kamarnya. Tak lupa dua gelas air yang sudah terisi penuh.
"Ayo kita sarapan," ucapnya sembari memberikan piring berisi nasi uduk.
"Wah sepertinya enak. Dari mana kamu mendapatkannya?" Menatap menu sarapan pagi, lalu bertanya dimana Fadil mendapatkannya.
"Ibuku yang membelikannya."
"Apa jangan-jangan ibumu tau tentang keberadaanku?"
"Tidak, apa kamu lupa? Semalam aku mengunci pintu kamar sebelum tidur."
"Syukurlah kalau begitu," ujarnya pada Fadil.
Jendela kamar di buka, udara pagi mulai masuk ke dalam kamarnya melakukan sebuah sirkulasi udara. Suasana kamar menjadi sejuk, tak seperti sebelumnya yang pengap dan lembam. Mereka berdua, duduk bersila dan saling berhadapan menikmati sarapan pagi. Fadil teringat dengan kejadian semalam, dimana sosok mengerikan bersarang di tubuh ayahnya. Dirinya khawatir bahwa apa yang menyerang ayahnya adalah sebuah permulaan. Seseorang yang telah mengirim santet, membuat pemuda itu penasaran akan identitasnya.
"Apa yang kamu sedang pikirkan?" Tanya Sarah.
"Memikirkan keselamatan ayah. Aku yakin santet itu hanyalah permulaannya saja. Kuyakin kan ada serangan lanjutan, untuk mencelakai ayahku. Apa yang harus kulakukan?" Ujar pemuda itu menatap Sarah dengan raut wajah yang sedih.
"Selama ayahmu berada di jangkauan, kita masih bisa berbuat sesuatu untuk menyelamatkannya. Tapi pada akhirnya semua tergantung takdir, kita tidak bisa berbuat apa-apa selain berdoa."
"Begitu rupanya," timbalnya sembari menundukkan pandangan.
"Soal santet jangan khawatir, malam ini akan kugunakan kesaktianku untuk membuat pelindung gaib di sekitar rumahmu. Setidaknya itu yang aku lakukan untuk membantu. Semoga tidak ada sihir hitam yang datang menimpa keluargaku."
"Thanks Sarah, rupanya tak hanya parasmu yang cantik. Tetapi hatimu juga cantik, senang rasanya melihatmu berada di sisiku."
"Berhenti menggodaku! Cepat habiskan sarapanmu," ucap gadis itu menunjuk dengan raut wajah memerah.
Melihat Sarah yang salah tingkah, membuat Fadil tersenyum lalu ia menghabiskan sarapan pagi. Selesai makan Fadil mengambil dua piring kotor, dan dia keluar secara sembunyi-sembunyi agar ibunya tidak curiga dengan dua piring kotor di tangannya. Kemudian dia mencuci piring kotor satu persatu, sedangkan Sarah mengunggunya di dalam kamar.