***
Hikaru mengerjapkan matanya beberapa kali, tidak mengubah pandangannya bahwa dia masih berada di sini. Ruangan yang kosong.
rumah mereka besar, beberapa ruangan dibiarkan kosong. seperti rumah hantu.
Ruangan yang gelap. tanpa pencahayaan, dan tanpa perawatan.
Hikaru tertidur di genangan darahnya sendiri, bau darah yang mengering.
Hikaru mencoba duduk, tubuhnya yang masih gemetaran mengingat hukuman dari Ayahnya. dan perkataan ayahnya.
"Semua ini karena aku menyayangimu"
Hikaru menutup matanya lagi mencoba mengambil kesadarannya kembali.
Beberapa kali Hikaru mencoba kabur, namun di hentikan oleh bodyguard ayahnya yang tidak segan-segan memukulnya, Bodyguard ayah kekar dan sangat tinggi. Hikaru tidak bisa melawannya, dan berakhir terluka lebih parah. Hikaru hanya diam, menerima semuanya, mereka semua hanya mengetahui dalam diam. meskipun tau, ini sesuatu yang salah. mereka diam.
Sama sekali tidak melihatnya.
Hikaru melihat ke sekitar dengan mata yang masih rabun. mengusap wajahnya dengan bajunya yang robek-robek.
Hikaru berdiri, dari ruangan gelap itu.
Hikaru membencinya, Hikaru melangkah dengan kaki yang gemetaran.
Berbagai luka memar yang tidak akan sembuh selama beberapa hari.
Bruk!
Hikaru terjatuh di genangan darah yang memenuhi lantai. mencium bau anyir darah yang familiar, bau darahnya.
Hikaru berusaha merangkak, membuka pintu yang tidak terkunci.
Tidak ada bodyguard.
Hukumannya selesai.
Hikaru mencoba berdiri dengan saling memegangi dinding.
Beberapa pelayan tidak membantunya, seolah tidak diperbolehkan.
Ayah yang berkuasa disini.
Pelayan-pelayan itu hanya diam, dengan wajah pucat seolah tidak bernyawa.
Masuk, dan membersihkan ruangan itu.
Hikaru hanya mengabaikannya, seolah tidak ada siapapun. beranjak ke arah kamarnya sendiri guna membersihkan diri, Meksipun rumah ini mewah.
Hikaru tidak pernah merasakan bahwa yang ditempatinya adalah rumahnya.
Hikaru terhenti tepat di depan kamar kakaknya, Kakaknya selalu mengurung diri. entah kenapa Hikaru menjadi marah, keadaannya sama seperti kakak nya, semuanya karena kakaknya.
Jika tidak... Hikaru tidak akan menanggung semuanya sendirian.
Hikaru meremas tangannya yang terluka, dan memasuki kamar kakaknya dengan menendang.
Terlihat kamar Kakak berantakan.
Kacau balau..
Hikaru menghentikan langkahnya, melihat kakak yang seharusnya terlihat kuat dan hebat. kini duduk meringkuk di lemari yang terbuka lebar.
kertas kertas sobek, dan piagam penghargaan seperti benda tidak bernilai, dan majalah. Hikaru menunduk, mengambil majalah itu.
Kakak yang terlihat sangat berbeda.
Namun tidak bahagia.
sama seperti dirinya yang sekarang.
Hikaru meremas majalah itu dan membuangnya sembarangan, mendekat ke arah kakak yang meringkuk disana.
Kakak yang terlihat memucat.
Ketakutan Hikaru kembali, Kakaknya melihat Hikaru tanpa perasaan.
Tanpa ada siapapun. Kekosongan.
"H..ikaru?" tanya kakaknya pelan.
Hampir tidak terdengar.
Hikaru merasakan dadanya bergejolak, menanti sebuah kemarahan.
"Kenapa..., kenapa kakak meninggalkan ku seperti ini. aku seperti kakak!" seru Hikaru berteriak menggema. kakaknya hanya melihat dalam kediaman.
"Kasihan nya .."
Deg!
Apa kakak mengasihani ku-?
Hikaru mendekat, dengan mata yang membulat. dan menendang lemari tempat kakaknya selalu bersembunyi.
Menarik kerahnya. setelah kakaknya melakukan hal seperti ini padanya, kakaknya terlihat jauh lebih menyedihkan darinya. padahal seharusnya Hikaru yang menyedihkan. padahal seharusnya dia menderita-!
Kakaknya selalu berada disini.
"Kau-!"
"Kasihan nya diri kita.." lanjut kakaknya dengan mata hitam tanpa warna.
Deg!
Hikaru terdiam. tidak marah. Hikaru menghempaskan kakaknya begitu saja.
tanpa berkata apapun.
Hikaru beranjak pergi dari sana.
Mengambil kotak p3k yang disediakan oleh para pelayan disana.
mulai mengobati dirinya sendiri yang terlihat begitu menyedihkan.
Hanya dirinya sendiri yang bisa Hikaru harapkan, bahkan dirinya sendiri Hikaru tidak bisa mempercayainya.
***
Apakah akan ada kebahagiaan sedikit saja untuk Hikaru-?
Semakin Hikaru menanyakannya, semakin Hikaru terperangkap dalam kebohongannya. dalam dirinya sendiri, dan dalam kebenaran tidak terbatas.
Semakin Hikaru tidak mengetahui tentang dirinya sendiri. Sebenarnya, dia itu siapa..? Siapakah dia--? Hikaru-?
Kebahagiaan, hanyalah omong kosong. Hikaru tidak menginginkannya. Hikaru bahkan berhenti memikirkannya.
Tidak akan ada untuk selamanya.
Hikaru hanya diam, memandangi darah yang merembes dari perbannya.
Perasaan yang awalnya terasa begitu menyakitkan, lama lama menjadi terbiasa. lama lama Hikaru semakin tidak bisa merasakan dirinya sendiri.
Selain rasa ketakutan yang semakin memakan dalam diri Hikaru, seperti penyakit semakin Hikaru mengalami nya semakin Hikaru merasakannya.
Ketakutan itu Memakannya.
***