Hari masih sangat pagi. Matahari baru saja muncul di ufuk timur dan udara terasa sangat dingin. Hinata meminum coklat hangatnya dengan pelan sambil memandang langit timur yang kemerahan. Dia menggenggam mug coklatnya, meresapi rasa hangat mug itu di telapak tangannya.
"Pagi sekali kau bangun. Atau.. kau belum tidur sama sekali?" tanya Naruto yang tiba-tiba muncul di samping Hinata. Hinata tersentak kaget tapi hanya diam.
"Apa kau marah padaku?", tanya Naruto hati-hati.
Hinata menoleh ke arah Naruto sekejab lalu kembali melihat ke langit yang mulai terang.
"Kenapa?" tanya Hinata
"Apa?" Naruto menatap Hinata bingung. Hinata memutar tubuhnya menghadap ke arah Naruto.
"Kenapa kau melakukannya? Kenapa kau melakukan itu padaku?" tanya Hinata.
Hinata menatap lelaki pirang di depannya. Matanya yang sudah sembab karena menangis semalaman mulai berkaca-kaca. Naruto terkejut melihat wajah putih Hinata yang semakin terlihat pucat.
Naruto benar- benar tidak menyangka akan membuat Hinata jadi sesedih itu. Selama ini gadis yang berhubungan dengannya adalah tipe gadis pemarah yang akan mendampratnya habis-habisan bahkan memukulnya saat Naruto mempermainkan mereka. Setelah itu mereka akan menjauhi Naruto dan tidak akan mau kembali meski Naruto merayu mereka. Tapi Hinata hanya menangis dan bahkan masih mau bicara padanya.
"Aku.. Aku melakukannya karena aku... Aku menyukaimu Hinata..", jawab Naruto gugup.
"Kau? Kau menyukaiku? Lucu sekali." kata Hinata. Hinata tersenyum sedih.
"Apakah itu yang selalu kau katakan pada setiap wanita yang kau tiduri?" Hinata menunduk sambil memegang erat mug coklat dengan kedua tangannya.
"Kau hanya menganggapku sebagai salah satu wanita yang kau tiduri lalu kau lupakan keesokan harinya. Benar begitu kan?" Hinata mengusap air mata di wajahnya.
Naruto merasa hatinya terasa sakit melihat wajah sedih Hinata. Naruto benar-benar tidak bermaksud menyakiti gadis manis di depannya itu.
"Hinata.. Aku.. Aku benar-benar menyukaimu? Aku ingin bersamamu. Selalu bersamamu." ucap Naruto sungguh-sungguh. Tapi Hinata tidak mempercayai ucapan Naruto.
"Terima kasih atas ucapan manismu itu." Hinata tersenyum sedih lalu pergi meninggalkan Naruto.
"Aku serius Hinata. Aku suka... Aku mencintaimu!" seru Naruto.
Hinata menghentikan langkahnya. Gadis itu menoleh ke arah Naruto.
"Bisa kau buktikan ucapanmu itu, Namikaze Naruto?" tanya Hinata dengan ekspresi serius.
Naruto tersentak mendengar pertanyaan Hinata. Lelaki pirang itu tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia bingung mencari cara untuk membuktikan perasaannya pada Hinata.
.....
Hinata menatap layar komputernya, melihat deretan angka di kolom-kolom laporan keuangan yang sedang dibuatnya. Dia harus menyelesaikannya hari ini juga. Hinata meraih mug kopinya. Gadis itu mendesah kecewa saat melihat mugnya itu kosong. Hinata bangkit dari kursinya lalu pergi ke arah pantry untuk membuat kopi.
Hinata baru sadar kalau tinggal dia sendiri yang ada di kantor itu. Hinata melihat jam dinding dan terkejut melihat jarum jam menunjuk angka tujuh.
"Prang!" Hinata dikejutkan dengan bunyi benda yang jatuh dari arah ruangan Sasuke. Apakah ada pencuri? Batin Hinata. Hinata langsung berlari menuju ruang kantor Sasuke.
Sasuke menindih tubuh Sakura yang sudah setengah telanjang di atas sofa di ruang kerjanya. Blus dan juga branya sudah teronggok di lantai. Sasuke menciumi wajah Sakura sementara tangannya meremas payudara wanita itu. Sasuke lalu beralih menjilat dan menghisap leher Sakura yang membuat wanita itu mendesah-desah.
"Ahhh!" Sakura mengerang nikmat merasakan hisapan Sasuke di putingnya. Sasuke menyingkap rok merah Sakura lalu menurunkan celana dalam Sakura.
"Sasuke.." Sakura mengerang keras saat jemari Sasuke memasuki lubang vaginanya.
"Aaahh.. Sasuke.." Sakura menjerit dan mengerang saat Sasuke memainkan jarinya dalam lubangnya yang tidak lama kemudian sudah basah. Sasuke membuka celana sekaligus celana dalamnya memperlihatkan penisnya yang sudah tegang.
"Haahh.. Sasuke..." Sakura mengerang sambil mencengkeram bahu Sasuke saat Sasuke memasukkan penisnya ke lubang vagina Sakura perlahan. Sasuke menunduk lalu mencium bibir Sakura.
"I love you, Sakura..", bisik Sasuke mesra.
"I love you too..", jawab Sakura.
Sasuke dan Sakura berciuman dengan ganas. Setelah itu Sasuke mulai menggerakkan pinggangnya hingga penisnya keluar masuk lubang basah Sakura. Awalnya hanya pelan tapi Sasuke terus menambah kecepatan gerakannya, membuat Sakura menjerit-jerit nikmat. Tubuh wanita itu terlonjak-lonjak seiring gerakan Sasuke dan tangannya menggapai-gapai tidak tentu arah hingga tanpa sengaja menyenggol lampu meja yang terletak di meja kecil di dekatnya.
"Sasuke.." Sakura menjerit keras saat dirinya mencapai klimaks.
"Sa..kuraa.." Sasuke lalu menyusul Sakura ke puncak kenikmatan.
"Prang!"
Suara benda pecah membuat Sasuke dan Sakura kaget. Serentak mereka melihat ke arah pintu. Mereka sangat kaget melihat Hinata berdiri di ambang pintu dengan wajah pucat pasi karena terkejut.
"Ma-Maafkan aku.. Maafkan aku..", berkali-kali Hinata membungkukkan badan untuk meminta maaf karena datang pada saat yang benar-benar tidak tepat. Setelah itu Hinata lalu berlari keluar meninggalkan kantor. Hinata bahkan tidak menghiraukan hujan deras yang menerpanya.
Hinata terus berlari dan berlari sambil menangis. Sasuke sudah jadi milik Sakura. Hinata sudah tidak punya harapan lagi. Hinata merasa sangat hampa.
Hinata terus berlari dan baru berhenti di depan rumah sakit tempat Naruto bekerja. Hinata bahkan tidak tahu kenapa kakinya membawanya ke sini. Dengan tubuh yang menggigil kedinginan karena basah kuyup Hinata masuk lalu ke meja resepsionis. Wanita perawat berkacamata yang bertugas terkejut melihat keadaan Hinata.
"Ada yang bisa saya bantu Nona?", tanya perawat itu cemas melihat Hinata yang menggigil kedinginan.
"Sebaiknya Nona saya antar ke ruang periksa. Sepertinya Nona sakit. Mari." perawat itu lalu keluar dari ruang resepsionis.
"Dokter Naruto Namikaze.. Di mana ruangannya?" tanya Hinata tiba-tiba. Perawat itu kaget.
"Di mana ruangannya? Aku temannya. Namaku Hinata. Tolong katakan di mana ruangannya." desak Hinata.
"Ruangannya ada diujung lorong ini Nona. Di unit bedah. Tapi Nona! Kau tidak boleh.. Haah.."
Perawat itu mendesah, tapi tidak bisa berbuat apa pun untuk mencegah Hinata karena harus standbye di meja resepsionis. Salahkan temannya yang katanya ke toilet tapi belum juga kembali.
Hinata membuka pintu ruang unit bedah dan mendapati Naruto sedang berciuman dengan wanita berambut pirang panjang berseragam perawat.
"Jadi begini caramu mencintaiku? Namikaze Naruto?" ucap Hinata dengan suara bergetar. Entah karena kedinginan atau kesedihannya. Yang jelas air matanya sudah mulai kembali mengalir di wajahnya.
Naruto tersentak dan langsung mendorong tubuh perawat itu. Naruto bermaksud mendekati Hinata tapi Hinata menggelengkan kepalanya.
"Jangan.. Jangan dekati aku..", Hinata mundur lalu berbalik dan lari menjauhi Naruto.
Entah kenapa melihat Naruto mencium gadis lain terasa jauh lebih sakit daripada melihat percintaan Sasuke dan Sakura. Hinata mendekap dadanya yang terasa sangat sakit dan sesak. Dia bahkan tidak bisa menangis lagi, hanya air matanya yang terus mengalir. Kakinya pun sudah tidak kuat berlari lagi. Hinata tidak bisa lagi menahan rasa sakit itu. Hinata jatuh pingsan di tengah halaman rumah sakit yang penuh genangan air.
Hinata membuka matanya. Dia melihat sekelilingnya. Sebuah ruangan serba putih dengan aroma obat. Ruang rawat rumah sakit. Hinata segera bangun dan bermaksud pergi. Tapi kepalanya terasa sangat sakit saat dia duduk. Hinata kembali berbaring sambil meremas kepalanya, mencoba mengurangi rasa sakitnya.
"Minumlah obat ini. Kepalamu akan segera sembuh."
Suara yang sangat tidak ingin di dengar Hinata terdengar. Suara Naruto. Saat itu Naruto tiba-tiba muncul entah dari mana. Dia menyerahkan sebutir obat pada Hinata dan segelas air.
Hinata melihat Naruto beberapa saat kemudian menerima obat dan air yang disodorkan Naruto. Hinata langsung meminum obat itu. Naruto mengambil gelas dari tangan Hinata. Hinata kemudian berbaring dan menutupi tubuhnya dengan selimut hingga hanya rambutnya yang terlihat.
Naruto menatap Hinata yang bersembunyi di balik selimut itu dengan perasaan sedih dan bersalah. Sudah dua kali Naruto membuat Hinata menangis. Sudah dua kali Naruto menyakiti gadis yang disukainya itu dengan perbuatan bodohnya. Naruto bersumpah tidak akan membuat Hinata sedih dan menangis lagi. Dia berjanji tidak akan terbujuk rayuan wanita mana pun lagi. Naruto akan membuktikan kalau perasaan cintanya benar-benar tulus pada Hinata.
Entah berapa lama Hinata tertidur setelah lelah menangis. Atau karena efek obat yang diminumnya? Yang jelas saat Hinata bangun, dia sudah merasa lebih sehat. Dia segera turun dari ranjang dan melangkah ke pintu.
"Kau mau ke mana?" Naruto lagi-lagi muncul entah darimana.
"Pulang." jawab Hinata.
"Kau mau pulang dengan apa? Kau pikir ini jam berapa?" tanya Naruto. Hinata melihat jam dinding.
"Ini jam dua pagi Hinata."
Naruto menjelaskan. Hinata hanya diam. Naruto menghela nafas.
"Baiklah. Aku akan mengantarmu." Naruto membuka pintu untuk Hinata. Hinata kaget saat keluar pintu itu dirinya sampai di sebuah ruang kantor.
"Ini ruangan kantorku.", Naruto menjelaskan tanpa diminta.
Hinata melihat sekeliling ruangan. Rak buku, lemari berisi map-map dan meja kerja dan semuanya tampak bersih dan rapi. Hinata tidak menyangkanya.
"Pakailah. Di luar masih sangat dingin." kata Naruto sambil memakaikan jas putihnya pada Hinata.
Naruto dan Hinata berjalan di koridor rumah sakit yang sepi. Naruto masuk ke sebuah ruangan tempat seorang dokter yang sedang terlelap di kursinya. Hinata mengikutinya.
"Shika bangun! Shikamaru! Aku pulang dulu! Tolong panggil Dokter Kabuto menggantikanku!", Naruto mengguncang tubuh sahabatnya itu.
"Iya-iya, aku sudah menelepon Kabuto sejak tadi. Sebentar juga dia datang." Shikamaru mengucek matanya, dia terlihat kaget melihat Hinata.
"Aku heran bagaimana bisa kau selalu mendapat wanita cantik?", kata Shikamaru.
Naruto mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Shikamaru. Naruto lalu mengikuti arah pandang Shikamaru. Naruto terkejut saat menyadari Shikamaru sedang memandangi Hinata yang ternyata ikut masuk ke ruang kantor sahabatnya itu. Naruto segera menarik tangan Hinata dan menariknya keluar dari ruang kantor Shikamaru.
"Dasar Pelit! Posessive!", maki Shikamaru dari ruangnya.
"Cerewet kau Shika!" balas Naruto kesal. Berani sekali Nara pemalas itu melihat Hinata. Naruto sangat kesal dan tidak rela.
Naruto membuka pintu mobil Great Corolla merahnya. Hinata langsung masuk lalu duduk di kursi depan. Naruto berlari memutar lalu masuk dan duduk di kursi pengemudi. Tak lama kemudian mobil tua itu meluncur di jalanan kota Konoha yang masih sangat sepi. Mobil itu terus melaju kencang ke arah luar kota.
"Kau mau membawaku ke mana?" tanya Hinata.
"Jalan-jalan." jawab Naruto.
Setelah itu keduanya tidak berkata apa pun hingga Naruto menghentikan mobilnya setelah lebih dari tiga jam berkendara. Naruto segera membuka pintu dan keluar dari mobil. Hinata bisa mendengar suara deburan ombak. Naruto membukakan pintu untuk Hinata.
"Keluarlah. Sebentar lagi matahari terbit.", ucapnya.
Hinata keluar dan melihat sekitar. Pemandangan pantai berpasir putih terbentang di hadapannya. Ombak besar bergulung-gulung lalu memecah di pantai dengan latar pemandangan langit dengan awan yang berwarna kemerahan. Jauh di tengah lautan, matahari mulai terbit. Langit perlahan mulai terang, membuat keindahan pantai semakin tampak. Hinata menatap semua itu dengan perasaan kagum.
"Indah sekali bukan? Dulu orang tuaku sering mengajakku ke sini saat aku kecil. Melihat pantai ini tiba-tiba membuatku jadi kangen mereka.", ucap Naruto sambil menatap pantai itu dengan pandangan menerawang. Hinata menatap Naruto tanpa berkata apa pun.
"Suatu saat aku ingin membangun rumah di sini. Apakah kau suka pantai Hinata? Karena aku ingin tinggal di rumahku bersama dirimu." ucap Naruto.
Hinata tersentak mendengar ucapan Naruto itu. Hinata menatap Naruto yang kini juga sedang menatapnya. Hinata bertanya-tanya apakah Naruto mengatakan semua itu hanya untuk menggodanya? Tapi Hinata tidak melihat adanya kebohongan dari sorot sepasang mata biru Naruto. Dan ada keteguhan dan keyakinan yang tersirat dari wajah lelaki pirang itu.