Tiba-tiba dada Leony terasa amat sesak, hingga susah untuk bernapas. Wanita cantik dengan rambut panjang itu mendadak terbangun dari tidurnya. Ia melihat bahwa di sekitar kamar sudah ada asap tebal yang entah dari mana datangnya.
Leony langsung turun dari ranjang dan menuju ke kamar orang tuanya. Ia sungguh merasa cemas dengan mereka.
"Ony!" teriak sang Ayah yang sudah ke luar dari kamar bersama dengan sang Ibu.
"Ayah, Ibu!" Leony buru-buru menghampiri mereka yang terbatuk-batuk dan segera ke luar dari rumah ini.
Kebakaran yang terjadi di rumahnya entah berasal dari mana. Api dengan cepat membumbung tinggi dan mulai melahap tiang-tiang rumah penyangga. Hingga, Leony bersama dengan orang tuanya buru-buru menuju pintu ke luar.
Ibunya Leony mulai merasa napasnya tersengal-sengal. Wanita paruh baya itu mulai sulit sekali untuk bernapas.
"Ibu, bertahanlah." Leony ikut memapah ibunya bersama dengan sang Ayah. Mereka bertiga tampak sangat berhati-hati saat melewati jalan yang sudah banyak terdapat reruntuhan.
"I–ibu dah gak kuat, Ony," ucap sang Ibu terbata-bata. Napasnya mulai tak karuan lagi. Mungkin sudah terlalu lama menghirup asap kebakaran ini. Namun, Leony masih berusaha untuk mengeluarkan orang tuanya dari sini.
Tiba-tiba, sebuah tiang penyangga ingin roboh dan hendak mengenai tubuh Leony. Namun, sang Ayah dengan sigap melindungi putri semata wayangnya. Hingga reruntuhan tiang itu mengenai punggung ayahnya. Leony menangis dan berteriak saat ayahnya tengah kesakitan. Pria paruh baya itu telah menyelamatkan nyawanya.
"Ayahhh!" ujar Leony sambil menangis. Ia sungguh tak tega melihat ayahnya kesakitan seperti ini.
"Ayah gak apa-apa, Nak." Senyuman terukir manis di sudut bibir sang Ayah. Leony jadi tak tega padanya.
Sedangkan, sang Ibu sudah tergeletak di bawah tak karuan, tak sadarkan diri. Ayahnya masih bisa bertahan walau punggungnya sakit. Leony membantu sang Ayah untuk berdiri.
"Ayo, Yah, bentar lagi kita bakalan bisa ke luar dari sini," ajak Leony. Ia masih punya harapan untuk bisa ke luar. Kobaran api pun semakin besar saja. Asap tebal pun sudah menyelimuti seisi rumah.
Mereka berdua mulai memapah tubuh wanita paruh baya itu. Leony dan ayahnya membawa sang Ibu ke luar dari rumah ini. Akhirnya, mereka bertiga sudah berhasil ke luar dari kobaran api.
Para warga juga turut membantu memadamkan api dengan menggunakan air seadanya. Namun, pemadam kebakaran rupanya belum juga tiba di lokasi.
Leony berhasil membawa kedua orang tuanya ke luar dari rumah. Kebakaran itu makin lama makin menjadi. Apinya pun sudah membumbung tinggi.
Leony segera membangunkan ibunya yang sedari tadi pingsan. Ia guncang-guncangkan tubuh wanita itu sampai terbangun. Namun, nihil hasilnya. Leony pun merasakan embusan napas dari hidung ibunya yang tak ada lagi. Ia pun geleng-geleng kepala dan mulai menangis. Kemudian, dirinya meraba denyut nadi sang Ibu yang ada di pergelangan tangan.
Tatapan Leony jadi menyendu. Ini mustahil baginya. Tak ada denyut nadi lagi pada sang Ibu. Ibunya sudah tiada untuk meninggalkannya selama-lamanya.
"Ibuu!" teriak Leony tak terima ditinggal oleh ibunya.
Namun, tiba-tiba tubuh ayahnya ambruk ke tanah. Pandangan Leony seketika tertuju padanya. Para warga pun menolong dan segera memanggil ambulans. Pria paruh baya itu memegangi dadanya.
"Ayah, bertahanlah!" ujar Leony di samping ayahnya. Ia tak sanggup, kalau harus kehilangan ayahnya lagi. Sang Ibu sudah pergi untuk selamanya. Ia berharap agar sang Ayah tetap berada di sini bersamanya.
Beberapa saat kemudian, beberapa mobil pemadam telah datang ke lokasi, bersamaan dengan datangnya mobil ambulans. Tim medis segera membawa sang Ayah ke rumah sakit menggunakan tandu. Saat hendak ditandu, pria paruh baya itu memberi isyarat untuk tetap di sini saja.
"O–Ony," ucap ayahnya yang terbata-bata sambil memegang dada.
"Iya, Yah?"
"Jaga diri baik-baik ya, Nak."
Sang ayah pun mengembuskan napas terakhirnya setelah memberi Leony pesan terakhir. Tim medis mengecek keadaan ayahnya yang telah berpulang.
"Beliau sudah tiada," ujar salah satu tim medis.
Air mata tak dapat dibendung lagi. Leony menangis deras dan histeris di samping kedua jasad orang tuanya. Kini, ia tak memiliki lagi orang tua yang paling ia sayangi.
"Ayahh, Ibu!"
Para warga tampak menenangkan Leony. Mereka juga turut bersedih atas musibah yang terjadi. Kehilangan ini membuat Leony terpukul.
Tatapan Leony begitu nanar saat melihat rumahnya hanya tersisa puing-puing bangunan yang telah gosong. Tak ada lagi harta benda yang tersisa.
Rumahnya hanya sebuah rumah yang sederhana saja, tapi Leony tak kurang kasih sayang sedikit pun dari kedua orang tuanya. Mereka juga tengah mengajarkannya untuk menjadi wanita yang mandiri dan tidak manja.
Leony masih menangisi jasad kedua orang tuanya. Para warga menyuruhnya untuk tenang dan serta menyuruhnya bersabar atas semua musibah ini.
"Ayah dan Ibu sudah pergi meninggalkan aku. Kenapa Ony gak ikut sama kalian aja sih?!"
Namun, semua air matanya yang tercurah saat ini tak ada gunanya lagi, karena kedua orang tuanya telah tiada. Mereka berdua telah meninggalkannya di sini. Leony menatap lagi ke arah rumahnya yang telah jadi arang.
Berat rasanya ditinggal seperti ini oleh kedua orang tua. Musibah kebakaran ini sangat nyata adanya. Leony tak sanggup untuk menjalani hidup tanpa mereka berdua. Baginya, harta yang paling berharga adalah Ayah dan Ibu. Namun, keduanya sudah tiada dan pergi jauh meninggalkan Leony di sini sendiri.
Leony pun memeluk tubuh sang Ibu dan ayahnya secara bergantian untuk yang terakhir kali. Ia masih menangis dengan deras. Bawah matanya pun sudah membengkak.
"Ini semua gak adil padaku. Kenapa Tuhan mengambil kedua orang tuaku?" tanyanya dengan penuh emosi.
Wanita cantik dengan rambut setengah punggung itu masih menangis sesenggukan. Ia masih belum bisa menerima semua ini dengan ikhlas. Orang tua yang sudah membesarkan hidupnya telah tiada untuk selamanya. Ke mana lagi, Leony menopang hidup? Apakah dirinya mampu untuk tetap melanjutkan hidup setelah kedua orang tuanya tiada?
Penyebab kebakaran pun masih diselidiki. Apakah karena korsleting listrik atau ada ulah tangan manusia yang memang sengaja melakukan ini semua pada keluarganya? Namun, seingat Leony, kedua orang tuanya tak pernah mempunyai musuh mana pun. Mereka berdua baik-baik saja dengan para warga di sini.
Lagi pula, hidup mereka sangat sederhana dan jauh dari kata mewah. Jadi, mana mungkin kedua orang tuanya punya musuh? Ayah dan ibunya juga tak mempunyai hutang dengan siapa pun.
Bermacam-macam pikiran negatif telah berkeliaran di dalam kepala Leony. Wanita itu masih saja menangisi jasad orang tuanya.
"Leony akan cari tahu penyebab semua ini bisa terjadi. Aku janji pada Ayah dan Ibu."