Sepanjang masak Sarah sangat riang, walau hatinya bertanya-tanya apa yang sudah anak gadisnya itu perbuat.
Benar kata Sumi, putrinnya nggak akan begitu histeris bahagia jumpa dia kalau nggak ada embel-embelnya, sebab setiap kali mereka bertemu biasanya berantem dulu.
Kali ini putrinya bertingkah aneh, dan patut di curigai emang.
***
"Pak, saya takut nih." Cia mondar-mandir di depan meja riasnya, beberapa kali dia kesandung ujung bangku.
Sakitnya nggak terasa ketimbang menunggu detik-detik buat kasi tau mamanya.
"Apa yang kamu takutkan? Kita datang untuk kasi undangan, bukan mengakui kesalahan." Dhik duduk di tepi ranjang, dia mengamati kamar istrinya yang aromanya itu Cia banget.
"Mending saya buat kesalahan, mama pasti marahnya cuma bentar, tapi kalau ini sumpah saya bilang dia bisa murka. Skip aja kenapa?"
Cia memohon dengan memegang ujung kemeja lengan Dhika.
"Saya harus profesional." Tolak Dhika yang kesejuta kali.
selamat membaca ya? jangan lupa tinggalkan jejak komentar biar makin semangat nulisnya