Ehem.. ehem..
Ada yang mulai tertarik nih
Apakah akan ada kelanjutannya hubungan mereka?
Ikuti terus ya
Jangan lupa Vote dan Komennya
⭐⭐⭐⭐
Happy Reading ❤
"Bu, mas Banyu mana? Perasaan tadi Aidan dengar suara motornya. Kok sekarang nggak ada?"
"Oh, tadi kakakmu pulang sebentar, terus pergi lagi. Nggak tau kemana. Dia hanya tukar motornya." Jawab Aminah yang sedang sibuk menghadapi laptopnya.
"Ibu lagi sibuk apa sih? Dari tadi kayaknya belum beres juga."
"Ini lho Dan, ibu lagi sibuk mengolah nilai murid-murid. Kamu tahu kan kalau minggu depan sudah pembagian raport semester," Kembali Aminah menjawab tanpa mengalihkan pandangannya.
"Ibu mau Aidan bantuin?" Tawar Aidan. "Kebetulan Aidan lagi nggak ada kerjaan."
"Nggak usah sayang. Eh, tapi kalau kamu mau bantu ibu, sana gih ajak Bila masak makan siang. Ibu kangen sama masakan kamu." Kali ini Aminah tersenyum, menjawab sambil mengelus kepala Aidan.
"Beneran Ibu mau dimasakin sama Aidan? Ibu mau dimasakin apa? Sop, capcay, tumis kangkung, salad, nasi goreng, gulai, opor, balado, rendang."
"Astagaa kamu kayak di restauran aja. Menawarkan menu komplit." Aminah terkekeh mendengar penawaran dari Aidan.
"Iya dong. Demi ibuku tercinta," Aidan memeluk lalu mengecup pipi Aminah.
"Terserah kamu mau masak apa. Kamu lihat aja ada bahan apa di dalam kulkas. Kemarin mas Banyu yang belanjain. Ibu juga belum sempat lihat lagi."
"Oke Bu. Hari ini ibu santai saja dan fokus mengerjakan nilai. Aku dan Nabila akan memasak sesuatu yang istimewa buat ibu." Aidan pun beranjak meninggalkan Aminah.
"Assalaamu'alaikum," Terdengar suara Banyu memberi salam.
"Wa'alaikumussalaam. Baru pulang, Nyu?" Tanya Aminah.
"Iya bu. Masih belum selesai mengolah nilainya?" Banyu balik bertanya sambil mendekati Aminah. "Mau Banyu bantuin?"
"Nggak usah. Kamu juga pasti capek kan habis jualan."
"Nggak terlalu capek kok bu. Hari ini jualannya cuma sebentar. Cuma antar pesanan orang aja."
"Ya sudah kalau kamu nggak terlalu capek, sana kamu bantu adik-adikmu yang lagi di dapur. Tadi Aidan bilang mau masak."
"Oke Bu." Sebelum beranjak meninggalkan Aminah, Banyu mencium pipi ibunya. "Oh iya, itu ada mendoan dan lumpia, titipan dari si Jack."
"Oh, kamu habis dari tempatnya Jack tho. Pantesan lama."
"Tadi habis tukar motor, Banyu bukan ke tempat Jack. Tadi Banyu ke rumah calon mertuanya Ghiffari. Itu lho bos WO yang sering kasih job ke Banyu."
"Oh ya, ada apa kamu kesana?"
"Ada sedikit urusan dengan adiknya, Bu."
"Urusan apa? Proyek? Adiknya itu yang sahabat SMA kamu?"
"Ibu mulai deh keponya muncul. Bukan Gibran bu, tapi adik bungsu mereka si Gladys. Itu lho yang dulu barengan Banyu jadi pengiring pengantin pas Erick menikah."
"Oh, cewek yang kamu bilang jutek banget itu. Ada urusan apa kamu sama dia?" Tanya Aminah penasaran sambil mengikuti Banyu menuju ruang makan. "Oh iya, bukannya tadi kamu pakai jaket. Sekarang mana jaketnya?"
"Banyu pinjamkan ke Gladys." Jawab Banyu sambil mengambil segelas air putih. Aminah langsung mendekati dengan wajah penasaran.
"Cantik ya?"
"Siapa?"
"Ya, si Gladys itu. Masa si Jack."
"Iya cantik, bu. Mereka kan ada keturunan Jerman. Ibu mereka Jerman-Jawa bu."
"Kamu ada hubungan apa dengan si Gladys ini?"
"Nggak ada apa-apa bu. Cuma tadi Banyu ketemu dia buat minta maaf saja."
"Kenapa minta maaf? Kamu bikin salah apa sama dia?"
"Ehmm... sering ajak dia ribut, Bu," jawab Banyu sambil terkekeh. "Lucu kalau lihat dia sewot. Nggemesin, kayak bocah. Mengingatkan pada Bila."
"Eh, ada apa nih nama Bila dibawa-bawa?" Tanya Nabila yang keluar dari dapur sambil membawa omelet buatan Aidan.
"Itu lho, kata mas mu adik sahabatnya kalau lagi sewot mirip kamu. Nggemesin," jawab Aminah sambil tersenyum simpul.
"Mas suka sama dia, ya?" Tebak Nabila.
"Eh.. apa dek? Suka sama dia. Hmm.. nggaklah. Nggak berani mas suka sama anak pengusaha. Bapaknya kan salah satu pengusaha batik terkenal di negeri kita. Ibunya keluarga pemilik hotel yang mendunia. Dulu punya calon mertua orang biasa aja, mas ditolak. Apalagi ini."
"Eh, belum tentu juga mas. Siapa tahu orang tuanya baik."
"Orang tuanya memang baik dan ramah. Tapi belum tentu juga membolehkan anaknya punya pasangan cuma tukang sayur. Kelas sosialnya beda, dek."
"Kalau tau-tau cewek itu suka sama mas gimana?"
"Ya biarin aja." Jawab Banyu sambil mencomot mendoan yang tadi dibawanya.
"Mas beneran nggak suka sama dia?" Tanya Nabila penasaran.
"Sudah dek, jangan desak kakakmu. Nanti kalau saatnya tiba dia pasti akan membawa calon ke hadapan kita." Lerai Aminah.
"Kalau mas nggak suka, kenapa jaketnya dipinjamkan ke cewek itu?" Desak Nabila.
"Tadi itu pas mas ketemu, dia pake celana pendek. Mas risih lihatnya. Aurat kok diumbar-umbar. Bikin dosa aja."
"Kan dia bukan siapa-siapanya mas Banyu. Kok mas Banyu repot ngurusin aurat dia terbuka atau nggak." Nabila masih belum berhenti mendesak kakaknya.
"Kalau menurut buku yang pernah adek baca, biasanya kalau cowok sudah mulai nggak suka teman ceweknya mengumbar aurat, bawaannya ingin melindungi... itu artinyaaaa..." Belum selesai Nabila berucap, Banyu sudah menarik dan menggelitiki pinggangnya.
"Mas.. ampun mas.. hahaha... ampun mas.. ampun...."
"Ayo kamu mau bilang apa? Anak kecil kok sok tahu," Ucap Banyu masih terus memerangkap Nabila dalam pelukannya. "Adek mas Banyu sudah mulai gede nih, dari kemarin bahasannya nggak jauh-jauh dari urusan kawin dan pacaran. Jangan-jangan adek sudah punya pacar, nih. Atau adek sudah mau nikah?"
"Idiiih.. mas Banyu apaan sih. Siapa juga yang punya pacar. Adek mah belum kepengen pacar-pacaran gitu mas. Masih pengen fokus ke sekolah. Lagipula, nggak mungkinlah adek melangkahi mas Banyu dan mas Aidan. Bisa kuwalat, Hehehe..."
"Bisa aja kamu, dek. Yuk, kita bantu mas Aidan di dapur. Biar kita bisa segera makan siang. Mas sudah mulai lapar nih."
"Gendong ya mas," pinta Nabila manja. Tanpa menunggu persetujuan Banyu, ia melompat ke punggung kakaknya. Banyu tergelak melihat kelakuan adiknya namun ia tak menolak.
"Mas, nanti kalau mas Banyu sudah punya istri masih boleh minta gendong kayak gini nggak?"
"Bolehlah. Kamu kan adik mas Banyu. Sampai kapanpun kamu tetap adik mas Banyu. Kecuali kalau nanti kamu menggendut dan tambah berat. Mas pasti nggak akan kuat gendong kamu."
"Hehehe.. makasih masku yang ganteng." Mereka berduapun menghilang menuju dapur. Aminah geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak-anaknya.
⭐⭐⭐⭐
"Nyu, ibu dapat kabar ayahmu dirawat di rumah sakit."
"Hmm..."
"Ayah sakit apa bu?" Tanya Aidan yang sedang menonton TV. "Ibu mau jenguk ayah?"
"Nggak usah dijenguk. Buang-buang waktu saja." Tegas Banyu.
"Nyu, jangan begitu. Dia itu ayahmu."
"Banyu nggak punya ayah kayak gitu, Bu." Tolak Banyu. "Ibu kok bisa sih masih berhubungan dengan lelaki macam itu?"
"Ayahmu akhir-akhir ini sering menghubungi ibu. Dia minta maaf sama ibu. Dia ingin ketemu kalian terutama kamu, Nyu."
"Mau ngapain? Kalau sudah sakit aja baru ingat kita. Giliran sehat, dia bersenang-senang sendiri." Ucap Banyu ketus.
"Bu, kenapa sih ibu pisah sama ayah?" Tanya Nabila ingin tahu. Saat kedua orang tuanya pisah dia memang masih kecil.
"Nggak usah dibahas," tegur Banyu tak suka. "Buang-buang energi saja."
"Bila kan pengen tau, mas. Lagipula sekarang Bila sudah besar. Nggak ada salahnya Bila nanya ke ibu." Jawab Nabila kekeuh.
"Bila sayang, nanti akan ada saatnya ibu akan cerita sama kamu kenapa ayah dan ibu pisah. Intinya dia tetap ayahmu. Ada bekas istri tapi tidak ada bekas anak."
"Kalau begitu apa boleh Bila hubungi ayah?"
"Bo...."
"NGGAK! KAMU NGGAK BOLEH HUBUNGI LAKI-LAKI ITU!" Bentak Banyu keras sehingga membuat yang lain terkejut.
"Nyu," Aminah memegang lengan Banyu untuk menenangkannya. "Kamu membuat adik-adikmu takut. Rendahkan suaramu, nak."
Banyu menghela nafas untuk membuang amarahnya. "Maafin Banyu, Bu. Banyu hanya nggak suka kita membicarakan lelaki itu."
"Maafin Bila, ya mas." Nabila mendekati Banyu dengan wajah tertunduk. "Bila hanya pengen ketemu ayah. Apalagi ayah lagi sakit. Tapi kalau mas Banyu nggak mengizinkan, Bila nggak akan menemui ayah."
"Kamu nggak salah kok, dek. Mas Banyu aja yang belum bisa maafin ayah. Mas, mau sampai kapan memendam amarah ke ayah? Ustadz Arman pernah menyampaikan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa tidak akan masuk surga orang yang memutuskan (persaudaraan)." Ucap Aidan. "Memangnya mas Banyu mau masuk neraka?"
"Benar kata mas Aidan. Bila juga pernah dikasih tau ustadzah Dinda bahwa Allah memerintahkan manusia untuk saling memaafkan. Ada beberapa ayat yang menyebutkan tentang hal ini. Diantaranya surat Asy Syura ayat 43. Di ayat tersebut Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ إِنَّ ذٰلِكَ لَمِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu perbuatan mulia."
Banyu hanya terdiam mendengar perkataan adik-adiknya. Suatu hal yang ia sudah tahu dan ia yakini. Namun entah mengapa hati ini belum siap untuk memaafkan ataupun menemui lelaki itu. Masih terbayang di kepalanya bagaimana lelaki itu pulang dalam keadaan marah dan memukuli ibunya.
Flashback On
"Nyu, kamu kok belum tidur?" Tanya Aminah sambil menggendong Nabila yang seharian ini rewel karena demam. Saat itu usia Banyu baru 16 tahun.
"Ini lagi mengerjakan pr matematika bu." Jawab Banyu. "Adek masih panas, Bu?"
"Iya nih suhunya sejak semalam naik turun. Sekarang malah panasnya naik lagi."
"Ibu kalau capek, biar bi Imah saja yang gendong adek."
"Bi Imah kan sudah seharian urus adikmu . Kasihan kalau dia lagi yang urus adik. Kan sudah ada ibu," jawab Aminah sambil tersenyum. "Lagipula ibu nggak capek-capek amat kok."
"Iya sih, tapi ibu kan juga belum lama pulang mengajar. Banyu tahu jadwal ibu hari ini, habis mengajar di sekolah ibu langsung mengajar les di bimbel. Banyu yakin ibu pasti capek."
"Nyu, lelah seorang ibu adalah ladang pahala baginya. Termasuk lelah menjaga saat kalian sakit. Jadi nanti kalau kamu punya, istri jangan suka diomeli kalau dia mengeluh lelah, tapi bantulah istrimu itu. Juga jangan membalas saat istrimu mengomel. Kamu masih ingat kisah Umar bin Khatab yang diam saja saat istrinya marah-marah?" Tanya Aminah. "Ini jawaban beliau saat ditanya kenapa dia diam saja. 'Bagaimana aku bisa marah kepada istriku karena dialah yang mencuci bajuku, dialah yang memasak roti dan makananku, ia juga yang mengasuh anak-anakku, padahal semua itu bukanlah kewajibannya. Karena istriku, aku merasa tenteram (untuk tidak berbuat dosa). Maka, aku harus mampu menahan diri terhadap perangainya.' Kamu ingat itu baik-baik ya, nak."
"Ih ibu, Banyu kan masih lama punya istrinya. Mana Banyu ngerti soal seperti itu. Tapi bu, kenapa ayah selalu marah-marah sama ibu? Padahal ibu kan selalu mengurus kebutuhan kita semua, termasuk ayah."
"Mungkin ayahmu sedang lelah atau sedang ada masalah di perusahaannya. Kamu tahu kan kalau perusahaan ayah sedang berkembang. Pasti banyak masalah yang harus ayahmu hadapi. Makanya ia mudah emosian saat di rumah," jawab Aminah. Banyu diam saja mendengar Hal itu. Sebenarnya ada satu hal yang mengganggu pikirannya saat ini mengenai perilaku sang ayah, tapi ia tak tega menyampaikannya kepada sang ibu.
Tak lama terdengar suara mobil memasuki halaman rumah mereka.
"Nyu, bukakan pintu. Itu ayahmu pulang. Ibu mau menaruh adik di kamarnya ya. Mumpung dia sudah nggak rewel."
"Mana ibumu?" Tanya Pramudya, sang ayah, dengan keras. "Kenapa bukan ibumu yang menyambut ayah pulang. DASAR PEREMPUAN TAK BERGUNA! SUAMI PULANG BUKANNYA DISAMBUT MALAH SIBUK SENDIRI. ISTRI MACAM APA ITU?!"
"Ibu lagi menidurkan adik di kamar, Yah. Baru banget ibu masuk ke kamar. Dari tadi ibu gendong adik." Ucap Banyu berusaha menenangkan Pramudya yang saat itu terlihat emosi.
"MINAAAH!!" Teriak Pramudya murka saat mendengar penjelasan anaknya. "DASAR ISTRI BR****EK.! NGAPAIN KAMU MALAH URUSIN ANAK MELULU. KALAU AKU SUDAH DI RUMAH KAMU HARUSNYA HANYA MENGURUS AKU. DASAR NGGAK BECUS!"
Teriakan membahana Pramudya rupanya membangunkan Nabila yang baru saja tertidur. Dan bisa ditebak karena kaget, Nabila terbangun dan menangis
"MINAAAAAH!! SURUH DIAM ITU ANAK! AKU PUSING MENDENGARNYA."
Banyu bergegas menyusul Aminah. Di dalam kamar, dilihatnya sang ibu sedang berusaha menenangkan adiknya yang kembali rewel dan menangis.
"Ibu keluar saja temui ayah. Biar Banyu yang menenangkan dan menidurkan adek."
"Makasih ya Nyu. Ibu urus ayahmu dulu."
Tak lama Aminah keluar, Banyu mendengar teriakan tertahan sang ibu. Banyu bergegas keluar kamar sambil menggendong Nabila yang masih saja terus menangis. Di ruang tamu, Banyu melihat ibunya tersungkur di lantai.
"Ibu.....! Ayah kenapa memukul ibu? Apa salah ibu?!" Teriak Banyu sambil berusaha membantu Aminah berdiri.
"DIAM KAMU ANAK S***N!! SEMUA INI GARA-GARA KALIAN. SURUH DIAM ADIKMU ITU!!" Raung Pramudya. Saat itulah Banyu baru memperhatikan mata Pramudya yang merah dan dari tubuhnya tercium bau yang tak enak. Apakah ayahnya mabuk? Tanyanya dalam hati. Mendengar keributan tersebut, Aidan yang baru berusia 8 tahun keluar kamar sambil menangis ketakutan.
"DASAR ANAK-ANAK TAK TAHU DIRI. KAMU SEBAGAI IBUNYA NGGAK BISA APA MENGURUS ANAK-ANAKMU? SUAMI PULANG BUKANNYA DISAMBUT DENGAN SENYUMAN TAPI DISAMBUT SUARA ANAK MENANGIS. BAGAIMANA SUAMI BISA BETAH KALAU SUASANA RUMAH KAYAK GINI?! DASAR ISTRI GO***K!!" Setelah puas memaki-maki, Pramudya mengambil kunci mobil dan melaju meninggalkan rumah. Meninggalkan istri dan anak-anaknya yang menangis sambil berpelukan. Banyu menatap kepergian sang ayah dengan perasaan marah.
Flashback off
⭐⭐⭐⭐