"Gimana hasilnya?"
Lita tak bisa berkedip saat melihat refleksi dirinya di depan cermin. Riasan sederhana namun dari makeup dengan harga jutaan memang luar biasa hasilnya! Namun yang paling gila, Lita masih tak percaya bahwa yang mendandaninya adalah Dirga Wijaya! MUA yang begitu terkenal dan sedang naik daun di kalangan artis dan orang kaya.
Lita kini sangat mengerti kenapa bayaran Dirga Wijaya bisa begitu mahal. Sentuhan tangannya adalah sebuah maha karya. Padahal ini hanya untuk acara sederhana, tapi ia terlihat seperti putri crazy rich Asian.
"Kalau enggak suka, bilang aja. Nanti biar Dirga ngulang makeupnya." ujar Elanda yang tengah fokus dengan layar telepon genggamnya serius.
"Ngomong lagi, biar gue makin semangat sobek tuh mulut. Gue udah ngomong, jangan terus-terusan bawa sembarangan cewek ke sini. Lo juga, kalau minta ngulang makeupnya berarti lo enggak tau diri." Ujar Dirga yang tengah merapikan anak rambut Lita, menatapnya dengan tatapan tajam, tak suka.
"I-ini udah bagus kok, tapi a-agak berlebihan. Tapi gapapa! Saya kaget aja soalnya ekspektasi saya enggak setinggi ini." Ujar Lita hati-hati tak ingin membuat Dirga salah paham.
"Done. Sekarang kalian cabut dari sini bisa? Oh iya, Lo jangan posting apa pun yang ada sangkut pautnya sama gue. Awas aja kalo berani." ancam Dirga menunjuk Lita membuat Lita terdiam merasa tak enak. Sedari awal kedatangan mereka, Dirga menolak dan menggerutu untuk jangan membawa gadis ke rumahnya apalagi tanpa mengabarinya terlebih dahulu. Tapi Elanda memaksanya.
Lita tak tahu, apakah Dirga mendandaninya dengan setengah hati? Karena raut wajah Dirga benar-benar asam saat mendandaninya. berbeda seperti di acara televisi dan siarannya di mana ia terlihat sangat ramah, lembut dan feminim.
"Tenang. Gue bakal ikutin dia sampai acaranya selesai, gue pastikan enggak ada masalah." Janji Elanda pada Dirga seketika membuat Lita menatapnya minta penjelasan. Sementara Dirga melengos tak menghiraukan Elanda.
"Ngikut saya Pak? Maksud Bapak?" tanya Lita panik.
"Ya saya ikut ke restoran, memastikan kamu enggak Selfi alay terus tag Dirga."
"Ya ampun, enggaklah Pak. Saya enggak alay! Lagian saya udah janji kan sama mas Dirga saya enggak bakal posting apa pun-"
"Jangan panggil gue Mas! Terus, buruan cabut dari sini!" bentak Dirga dari ruangan berbeda. Elanda segera menarik tangan Lita, hendak membawanya pergi dari ruangan itu menuju parkiran.
"Dirga kalau ngambek bakal jadi mak lampir." ujar Elanda berbisik di telinga Lita membuat Lita merinding karena telinga merupakan salah satu bagian tubuhnya yang sangat sensitif.
"Pak, saya bisa ke sana sendiri. Lagian Bapak tadi udah saya jelasinkan soal privasi? Bayangin, gimana situasinya kalau Bapak ikut? Pasti canggung banget Pak!" Ungkap Lita berharap Elanda berubah pikiran.
"Iyalah, saya enggak bakal semencolok itu. Saya cuma lihat dari kejauhan. Pastiin kamu enggak ada foto sampai pulang, baru saya pulang juga." Ujar Elanda yang kini sudah berada dalam mobil bersama Lita. Lita memejamkan netranya lelah. Kenapa pak Elanda malah mau menguntitnya sekarang? Tahu jika akan seperti ini, ia akan menolak tawaran Elanda sejak awal.
Seakan menangkap raut lelah Lita tersenyum singkat lalu menjelaskan alasan kenapa ia harus membuntuti Lita, "Itu yang kamu pakai, gaun terbaru rancangan Dirga. Karena itu saya harus pastikan kamu atau siapa pun enggak foto sembarangan." Jelas Elanda membuat Lita ternganga.
"Kalau gitu kenapa ngasih gaun ini ke saya Pak? Hah ... kalau tahu gitu, saya mending pake baju saya aja!" kesal Lita.
"Kamu sekarang tinggal pake gaun itu. Kamu itu lho, hobi ngerepotin diri sendiri." Ujar Elanda lalu berdecak.
"Tapi kalau ada orang lain yang foto saya kena-"
"Restorannya sudah saya sewa kok. Bali Cuisine kan?"
Lita kembali ternganga. Apa-apaan bosnya ini? Ia menyewa restorannya?
Lita tak bisa lagi berkata-kata. Ia tak mengerti tujuan atau maksud dari bosnya ini, apakah bosnya sedang menghambur-hamburkan uang atau ingin pamer bahwa ia anak sultan?
Apa pun intinya, pak Elanda ini sedang pamer padanya. Baiklah, Lita tak akan peduli. Ia akan memanfaatkannya sebaik mungkin.
"Orang saya udah sewa Barnya buat acara Dirga." Ujar Elanda. "Nah udah nyampe. Kamu turun duluan ya, nanti kalau kita barengan, tunangan kamu bisa ngira kamu selingkuh sama saya, kamu jadi gagal nikah deh." Elanda mempersilakan Lita turun.
Lita tak menyahut, ia tak tahu dan tak peduli lagi bagaimana ke depannya nanti. ia terlanjur malas dengan Elanda.
"Good luck ... Eh siapa nama kamu?" tanya Elanda membuat Lita lagi-lagi ternganga. Sedari tadi ia bersikap sangat baik, tapi ia tidak tahu nama dari orang yang dibaikinya itu? pria ini sok disiplin pada semua karyawan, tapi ia bahkan tak mengenal karyawannya?
"Lita," jawab Lita malas.
"Oke Lit. Sampai ketemu nanti."
***
Lita melangkah masuk ke dalam restoran dan melihat bahwa restoran ini sepi, sepertinya restoran ini memang benar-benar sudah di sewa Pak Elanda.
Lita jadi penasaran, kenapa Bosnya melakukan semua ini? Apakah dia benar-benar ingin meminta maaf? Dan kenapa ia membawanya ke tempat Dirga yang super terkenal dan sibuk? Pak Elanda juga terlihat sangat berbeda di depan Dirga.
Lita yakin bahwa Dirga tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan Elanda. Jadi apa hubungan mereka?
Lita terlihat berpikir sejenak sebelum detik selanjutnya ia terkikik pelan. Mungkin kah hubungan pak Elanda dan Dirga seperti komik boys love yang ia baca?
Lita merasakan wajahnya memanas, membayangkan dua orang tampan itu memiliki hubungan romantis membuat perutnya tergelitik sementara otaknya berkelana dengan imajinasi nakal. Membayangkan cerita dua tokoh yang masing-masing memiliki rahasia dan topeng penyamaran. Benar-benar mendebarkan!
Lita tersadar dari lamunannya saat ia sudah sampai di depan restoran. Ia harus mengecek kembali dandannya sebelum bertemu dengan Harry, Harry pasti akan terkejut melihat penampilannya hari ini dengan makeup jutaan dan gratis! Haruskah ia menceritakan bahwa semua ini dibayari pak bos legging ketat? Harry pasti tidak akan percaya. Tapi topik ini bisa menjadi topik ghibah yang seru. Lita tersenyum dan mempercepat langkahnya tidak sabar.
Lita membawa langkahnya ke arah toilet seraya membayangkan restoran ini akan menjadi miliknya, tak lama lagi.
Lita mematut dirinya di depan cermin, mengagumi kekuatan brush makeup Dirga, dan juga cermin toilet yang benar-benar membuatnya terlihat shining, shimmering, splendid seperti lagu Aladdin. Ia jadi refleks menyanyikan lagu itu karena moodnya begitu bagus. Sampai ia menyadari, terdengar suara aneh dari toilet selain suara aneh--sumbang nyanyiannya.
"Desah lagi sayang,"
Lita tercekat, lalu memasang telinganya lebar, semangat dan penasaran. Ia menahan cekikikan, mengagumi budaya masyarakat negara ini yang bersemangat saat mendengar sesuatu berbau nakal dan mesum termasuk dirinya.
"Nanti kalau ada yang denger gimana?"
"Tenang, restorannya lagi sepi. Kata pak Davi mau ada yang reservasi lagi, jadi restoran closed order. Duh buruan aku mau udah mau keluar."
Lita yang semula cekikikan, terdiam seketika. Tiba-tiba hatinya bertalu aneh, terasa resah. Ia merasa mengenal suara ini.
"Nanti kalo aku udah nikah kita bisa lakuin tiap waktu di rumah atau di restoran."
Lita menutup bibirnya. Rasa panas seketika menyerang netranya, sesuatu mencekik lehernya. Kenapa ia membayangkan hal kotor dan menjijikkan itu dilakukan dua orang yang dikenal dan disayanginya?
"Nanti kalau udah nikah, kamu lupain aku lagi."
"Enggak lah, orang aku lebih tertarik sama kamu. Anak kamu cuma perantara biar aku bisa deketin kamu."
Lita masih berusaha menepis pemikirannya, mustahil. Ini pasti orang lain. Tidak mungkin seperti dugaannya, mustahil 'mereka' mengkhianatinya bukan?
"Lita udah ngabarin? Aku enggak suka sebenernya mesti hubungan diburu-buru, enggak nikmat."
"Enggak, malah kayaknya dia enggak bakal dateng. Pak Elanda marahin dia habis-habisan. Makannya kita bisa bebas sekarang."
Lita terdiam. Ia merasa bahwa ia kehilangan pendengarannya, sementara
kakinya tiba-tiba kehilangan kekuatan untuk berpijak. Ia merosot membiarkan gaun Dirga menyentuh lantai yang cukup kotor, menahan isakan dengan menutup mulutnya.
Bagaimana bisa mereka menikmati gairah dan bernafsu di atas pengkhianatan yang mereka lakukan padanya?
Lita tertunduk. Menjijikkan, sungguh menjijikkan hingga ia ingin muntah. Ia tak akan menangis, air matanya terlalu berharga untuk menangisi dua orang pengkhianat itu. Lita memaksakan dirinya untuk bangun, sekuat tenaga menahan bulir bening yang akan tumpah di netranya, ia menatap ke arah pintu yang telah menjadi saksi bisu perbuatan kotor itu.
Ternyata kebaikan mereka hanya lah topeng palsu.
Tangan Lita mengepal. Ia teringat saat Harry menceritakan bahwa ia memiliki penyakit jantung bawaan dengan sedihnya. Lita berusaha menguatkannya, mengatakan bahwa Lita yang akan menerima semua kekurangan Harry. Tapi apa balasan yang Harry berikan?
Lita terdiam cukup lama lalu menyeringai, sebelum detik selanjutnya ia melangkah meninggalkan toilet itu ke arah ruang Davi sang pemilik restoran dengan mulut yang tidak henti-hentinya merapalkan kata yang asing.
"Viagra ... viagra, viagra."