Hari pertama mereka sampai di negara A, mereka habiskan dengan beristirahat di rumah sambil mengamati situasi yang sedang terjadi di negara itu.
Fatih merenung di pinggir kolam renang, setelah melaksanakan sholat dzuhur berjamaah. Di tangannya ada satu bungkus coklat yang tersisa separuh. Namun matanya menatap air kolam yang jernih, walau hal itu kontras dengan pikirannya saatnya ini. Keruh.
"Ada apa?" Tanya Yola sambil memegang pundak Fatih, yang langsung menoleh pada Yola, lalu memasukkan potongan coklat ke dalam mulutnya.
"Mau?" Tanya Fataih pada sepupu perempuannya itu. Yola mengambil satu potong coklat lalu ikut memakan coklat itu.
"Aku lihat dari kita turun pesawat kamu melamun terus." Kata Yola sambil menoleh pada faith.
Fatih mengehela nafas panjag, "Ada sesuatu yang ingin aku ceritakan padamu." Kata Fatih sambil mengengam satu tangan Yola.
"Tapi janji, kamu jangan ninggalin aku, atau benci padaku." Kata Fatih yang membuat Yola mengerutkan dahi lalu mengangguk.
"Oke, aku janji tidak akan meninggalkanmu apapaun yang terjadi." Tutur Yola sambil balik menatap Fatih.
"Jadi, aku dulu pernah melakukan sesuatu yang membuat kegemparan di sebuah geng mafia negara C, lalu pada intinya sekarang mereka menuntut balas, mereka mengincarku, dan karena kita bersama, maka kau pun juga dalam bahaya, Yol."
"Maksud kamu apa? Aku ga ngerti? Kamu melakukan apa? Kapan? Kamu hanya sekali ke negara C, waktu kita liburan ke rumah uncle Matt, jadi awal mula masalahnya itu dimana?" Tanya Yola penasaran.
"Ya pada saat kita liburan itulah, aku bersama Cintya pergi kesuatu taman, lalu aku melihat seseorang dibunuh dengan cara kejam, dan mereka melihat kami, tidak. Lebih tepatnya melihat diriku karena wajah Cintya kala itu bersembunyi di dalam dekapanku, lalu kami melarikan diri, tapi kami hampir tertangkap lalu entah keberanian dari mana, aku melawan mereka dan berhasil merebut satu pistol dari mereka, lalu aku membunuh mereka semua. Dan kami berdua berhasil kabur hingga sekarang, dan pada saat kamu sakit cintya memberi kabar ini padaku melalui suamimu, jika mereka sedang mencari kami." Cerita Fatih sambil menatap jernihnya kolam.
"Ya Allah dan kamu tidak menceritakan semua ini pada diriku, atau pada yang lain?" Tanya Yola sambil mengerutkan dahi.
Fatih mengeleng, "Aku pikir masalahnya akan selesai pada saat kami berhasil meloloskan diri, namun ternyata salah satu orang yang aku bunuh adalah anak dari ketua mafia itu." Terang Fatih.
"Kamu tahu dari mana?"
"Cintya mencari tahu sendiri, dia masuk ke dalam kelompok mafia tersebut dengan menjadi kekasih salah satu anak ketua mafia itu."
"Ya Allah, lalu sekarang kita harus bagaimana?" Tanya Yola sambil menatap k elantai dibawahnya.
"Aku belum tahu, namun satu hal yang aku yakini jika kita harus saling percaya satu sama lain, dan punya kode rahasia. Namamu ikut dalam bahaya Yola, maafkan aky." Ujar Fatih menatap lembut wajah saudara sepupunya itu.
"baiklah, kamu jangan khawatir, aku akan membantumu. Aku tidak akan lari." Kata Yola sambil merangkul pundak Fatih.
"Terimakasih, Yola."
"sama-sama. Kita kan saudara jadi harus selalu saling bantu membantu apapun yang terjadi."
"Kalian memang saudara-saudaraku yang luar biasa." Ujar Fatih sambil tersenyum.
"Berarti Abdul tahu tentang hal ini?" Tanya Yola.
"ya dia tahu, aku sudah bilang kan tadi kalau Abdul yang memberikan surat itu dari Cintya."
"he… iya,"
"Sayangku." Ucap Abdul lalu memeluk tubuh Yola dari belakang.
"Hai." Yola mengengam tangan Abdul yang melingkar di peluknya.
"Kalian pasti bisa melewati masalah ini dengan baik." Kata Abdul lalu membelai pipi yola dengan sayang.
"Maaf jika membuat mu khawatir."
"aku memang khawatir, tapi aku percaya jika kalian akan dengan mudah menyelesaikan masalah ini, aku tahu kemampuan kalian."
"Terimakasih, suami."
"Sama-sama, istri."
"Aku benar-benar minta maaf Abdul, karena menteret istrimu ke dalam bahaya bersamaku."
"Tidak masalah. Itu semua sudah kehendak Allah, pasti ada hikmah dibalik ini semua."
"Ya, ngomong-ngomong besok kita jam berapa ke kampus? Kita harus daftar ulang kan?" Tanya Fatih.
"Jam 9. Habis itu kita jalan-jalan saja." Kata Yola.
"Kita mau kemana?" Tanya Abdul.
"Kesuatu tempat yang aku sukai banget, dan aku ingin kamu tahu." Jawab Yola sambil membelai rahang Abdul.
"Aku ga ikut.. lama-lama aku jadi diabetes jika tiap hari harus ikut sama kalian." Ujar Fatih yang membuat Abdul dan Yola lalu tertawa.
"Makan yuk, lapar nih. Tadi Emma sudah nyiapin makanan buat kita, sebelum dia pergi."
"Baiklah, ayo kita makan." Kata Yola lalu Abdul bangkit terlebih dahulu dan mengandeng Yola ke meja makan.
"Sekarang kita bertiga makan, kalau Abdul balik kita Cuma berdua aja dong, duh sepppi dah." Ujar Fatih.
"Kenapa memang kalau sepi, bukannya kamu memang ga suka keramaian ya?"
"Ya bukan gitu, kalau makan enaknya tuh rame-rame, tidak sendirian atau Cuma berdua."
'Paling tidak kalian tidak benar-benar sendiri. Kalian masih ada teman untuk saling diajak bicara, dan berkeluh kesah satu sama lain." Ujar Abdul, sambil mengambil piring yang diberikan oleh Yola.
"Yol, kamu serius ga takut bahaya berssamaku?" Tanya Fatih yang memang sangat mengkhawatirkan keselamatan Yola.
"Aku tidak apa-apa, kamu santai saja. Aku sudah bilang kita bisa melewati ini bersama, dan Abdul juga percaya tentang hal itu, jadi berhenti mengkhawatirkan aku, Oke."
"Oke… oke.. baiklah. Ayo kita makan." Kata Fatih walau hatinya masih sangat tidak nyaman dengan keadaan yang akan terjadi.
Mereka makan dengan diam, lalu setelah hampir setengah jam mereka selesai makan siang, Fatih kembali masuk kedalam kamar. Begitu juga dengan Yola dan Abdul, yang masuk ke dalam kamar mereka karena Abdul memang sambilk mengerjakan tugas kantor.
"Sayang…" Ucap Abdul sambil meremas tangan Yola gemas.
"Kenapa?"
'Aku cinta kamu."
"Aku tahu."
"Aku juga sayang kamu."
"Aku juga tahu."
"Aku menginginkan kamu."
"AKu juga… Apa?"
Abdul menarik Yola kedalam pelukanya setelah meletakkan laptop yang masih menyala ke atas nakas. Perlahan mencium bibir Yola.
"Aku rindu sama ini." UCap Abdul di sela-sela ciumannya, tangannya meremas dada istrinya pelan.
"Emgh.." Yola melenguh saat tangan Abdul dengan intens meremas dadanya walau masih tertutup dengan baju.
"Aku bisa gila Yola, semakin lama dekat denganmu, aku jadi menginginkan segalanya darimu, namun aku tahu, belum waktunya untuk itu."
"Kenapa? Kau suamiku, kau berhak atas diriku."
"Cukup sebatas yang sering kita lakukan saja, jangan lebih dulu." Ucap Abdul.
"Kenapa?"
"Karena aku ingin segalanya disaat yang pas, tempat yang pas, dan waktu yang pas. Aku ingin moment itu hanya milik kita, dan tak terganggu oleh apapun."
"Aku mencintaimu , Abdul."
"aku bahagia mendengarnya."