Anisa sedang duduk diserambi belakang rumah, ditangan kirinya ada buku yang sedang Ia baca, sedangkan di tangan kanannya sibuk mengambil cemilan dari dalam toples.
"Hai." Sapa Yola dari arah belakang. Anisa mendongak lalu tersenyum melihat kakak iparnya datang.
Yola duduk disamping Anisa, lalu menatap adik iparnya itu lekat-lekat.
"Kenapa kamu lihatin aku seperti itu?" Tanya Anisa penasaran dengan sikap Yola.
"Pantas, kamu memang seperti hantu." Ucap Yola yang membuat Anisa langsung melotot mendengar apa yang disampaikan kakak iparnya.
"Hantu?" Yola menepuk pipinya sendiri seolah ada yang salah dengan wajahnya.
"Ya, hantu dihatinya Fahri." Kata Yola yang langsung tertawa, melihat wajah Anisa yang berubah merah karena mendengar nama Fahri disebut.
"Ciye… yang lagi jatuh cinta." Goda Yola.
Wajah Anisa bersemu merah, "Kamu seneng banget godain aku."
Yola terkekeh mendengar rengekan adik iparnya. "Nih, ada titipan buat kamu." Kata Yola sambil menyerahkan sepucuk amplop berisi surat cinta dari Fahri.
Anisa menatap amplop yang berada ditangan Yola. "Dari siapa?" Tanya Anisa.
"Dari sang pujaan hatimu." Jawab Yola yang membuat Anisa senang bukan kepalang, Ia lalu menyambar surat di tangan Yola lalu pergi ke kamarnya dengan hati berdebar kencang. Sedangkan Yola hanya geleng-geleng kepala melihat adik iparnya yang sedang jatuh cinta.
"kenapa Anisa lari-larian ke kamar?" Tanya Umi yang baru saja datang, lalu duduk di samping Yola.
"Lagi senang aja kali Umi." Jawab Yola santai.
"Iya senang itu ka nada sebabnya, dia senang kenapa?"
"Lagi jatuh cinta kali dia, umi." Jawab Yola mengambang.
"Jatuh cinta, anak umi bisa jatuh cinta juga rupanya?" Kata Umi sambil tersenyum lebar.
"Ya bisalah umi, Anisa juga perempuan normal, wajarlah kalau dia jatuh cinta." Jawab Yola sambil bersandar di bahu Umi.
"Kenapa? Tumben kamu manja sama umi?" Tanya Umi merasakan kemanjaan menantunya ini.
"Besok Yola berangkat ke negara A, nanti pasti Yola kangen sama masakan Umi, sama pelukan umi."
Umi tersenyum lembut, "Kamu pikir umi ga akan kangen sama menantu umi yang paling cantik ini."
"Memangnya umi bakalan kangen?" Tanya Yola sambil sedikit mendongak menatap wajah uminya.
"Ya iyalah, Umi bakal kesepian, ga ada yang bantuin Umi audit, ga ada yang bantuin masak umi, ga ada yang nemenin umi ngobrol." Ucap Umi sambil membelai tangan Yola.
"Umi, kalau Yola sama Abdul nanti punya anak bagaimana?" Tanya Yola, dia takut jika dia hamil diusianya yang masih muda uminya akan menghawatirkannya.
"Umi pasti bahagialah, punya cucu dari kalian, tapi Umi berharap, jika saat itu tiba, kondisi kamu sudah benar-benar baik, Umi ga mau terjadi sesuatu hal pun sama kamu, Umi tidak mau kehilangan kamu, biarpun kamu anak mantu bukan anak kandung umi, tapi Umi sayang sama kamu, Yola. Mendengar kabar kamu meninggal waktu itu, nyawa umi serasa ikut tercabut, Alhamdulilah kamu ternyata bisa kembali ke pelukan kami lagi, kalau tidak entah bagaimana Umi dan Abdul bisa hidup." Kata Umi panjang lebar sambil menyeka air mata yang tiba-tiba menetes.
Begitupun dengan Yola yang ikut meneteskan air matanya, "Terimakasih Umi, karena udah sayang sama Yola, menerima Yola meski Yola banyak kekurangan."
"Yola, asal kamu tahu, kamu disebut manusia karena kamu mempunyai kekurangan, Nabi Muhammad kenapa dijadikan Nabi? Karena beliau sempuran, hamba Allah yang paling sempurna dari pada hamba yang lain." Kata Umi dengan mengengam erat tangan Yola.
"Umi."
"Apa?"
"Yola sayang sama umi."
"Umi apa lagi, sayang sekali sama Yola, sama seperti Umi sayang sama Abdul dan Anisa." Ucap Umi.
Sementara di dalam kamarnya, Anisa tidur tengkurap sambil mendekap boneka kesayangannya. Perlahan Ia buka amplop berwarna putih itu dan melihat sepucuk surat yang dilipat dengan rapi.
"Bismilah." Ucap Yola, dengan hati berdebar Yola membuka lipatan surat itu kemudian mulai membacanya perlahan.
Untukmu si pemilik lesung pipi.
Kutatap langit malam dank u cari satu cahaya yang cantik.
Namun tak jua ku temui.
Dan baru kusadari, jika cahaya itu terpancar dari mata indahmu.
Bagai bintang yang gemerlap, itulah indahmu.
Untukmu si pemilik senyum yang terpatri dalam benak dan lubuk hati.
Tahukah kau jika ada aku yang memuja senyumanmu
Namun semua yang aku rasa bukan karena rupa atau harta
Tapi karena kelembutan jiwa yang kau punya
Yang membuatku jatuh cinta.
Tahukah kau, jika dihatiku telah terukir sebuah nama?
Bukan dengan pena tetapi dengan cinta yang akan selalu mekar memenuhi ruang hampa dalam hatimu.
Tiap kata yang tertulis
Adalah sebuah kata dengan seribu harap
Mengungkapkan sebuah rasa yang dulu tersimpan di balik hati yang penuh rahasia.
Pada senja yang beradu dimana matamu menatapku penuh sayu.
Membuatku terpaku pada keindahanmu
Tuntun aku menuju dalamnya cinta dalam hatimu
Agar aku bisa menerima cinta yang kau miliki hanya untuk diriku.
Bersama merajut cinta yang merona merangkai bahagia.
Anisa berguling sambil mendekap surat itu di dalam pelukannya, senyum lebarnya mengembang, dan wajahnya merah merona.
"Aku menerima cintamu, Fahri." Gumam Anisa sambil terus berguling-guling di ataskasur sambil mendekap surat itu.
"Ya Allah terimakasih, ternyata cintaku terbalaskan." Ucap Yola.
Lalu Ia bangkit dan mengambil sebuah pena dan kertas, Ia berpikir sejenak sebelum menuliskan kata-kata di kertas tersebut.
"Tulis apa ya?" Gumam Anisa sambil mengigit pulpennya.
Untuk sang pujanggan yang pandai bermain kata.
Tahukah kau apa harapku?
Menjadi yang pertama menemukan uban diantara rambut gelap mu.
Tahukah kau apa harapku?
Mengengam jemarimu hingga terbenam senja dipelupuk mata.
Tahukah kau apa harapanku?
Aku ingin menua dan mati dalam dekapanmu.
Anisa lalu membaca lagi surat yang ia tulis untuk Fahri, lalu melipatnya dan memasukkannya dalam amplop berwarna merah muda. Lalu segera bangkit dari rebahan nyamannya dan berlari untuk mencari kakak iparnya.
Sampai ditempat tadi Ia dan Yola bercakap, Anisa berhenti karena ternyata Yola tak sedang sendiri ada uminya yang sedang tertawa bersama dengan Yola disana. Anisa menetralkan debaran dada dan raut wajahnya senormal mungkin, lalu perlahan melangkah menuju tempat dimana Yola dan uminya sedang duduk bersantai.
"Ngobrol apa sih, asik banget. Aku ga diajakin. Berasa anak tiri akunya." Kata Anisa lalu duduk di bangku single yang tak jauh dari mereka.
"Kayaknya memang kamu dulu ketuker di rumah sakit deh." Ujar Uminya yang memang suka menggoda Anisa.
"Umi…" Rengek Anisa sambil cemberut, sedangkan Yola hanya tersenyum kecil.
"Habisnya kok kamu cantik banget sih, perasaan umi ga cakep-cakep amat, tapi kenapa anak umi ini cantik banget."
"Aaaaaa" Anisa langsung memeluk uminya karena malu dan berhasil menggoda dirinya.