Seperti yang sudah di rencanakan, malam itu Nathan segera menuju hotelnya "Bluerose".
Disana, di sebuah Coffee di hotel itu, terlihat Ricard sudah duduk di kelilingi empat wanita cantik dan sexy. Nathan melangkah dan duduk di kursi yang masih kosong.
Tanpa di minta, dua dari empat wanita tersebut langsung bergelayut manja di sebelah Nathan yang baru saja datang.
"Mereka berdua adalah model paling populer saat ini, di sebelah kanan mu Reva, dan di sebelah kirimu Martha. Pilihlah salah satu, aku sudah memesankan kamar untukmu." Ricard melemparkan sebuah Cardlock pada Nathan.
"Oke."
Merekapun melanjutkan berpesta sebelum melakukan sesuatu dosa besar yang sudah menjadi kebiasaan bagi Ricard dan Nathan ketika mereka di Italia.
Minuman keras adalah obat penawar stres bagi kedua pria tampan itu, dan wanita adalah mainan mereka, seorang wanita adalah mainan yang hanya bisa di pakai satu kali yang kemudian di buang begitu saja.
Di mata mereka, wanita bukan lah manusia, mereka hanyalah sekelompok jal*ng pemuas nafsu birahi lelaki yang mau membayar nya mahal.
Jam menunjukkan pukul 22:00. Ricard, Nathan dan semua orang- orang yang juga hadir di sana mulai teler karena minuman haram yang mereka konsumsi sejak dari tadi.
"Nathan, aku ke kamar duluan, aku akan membawa Reva bersamaku, nanti kamu bisa membawa Martha. Kalian berdua boleh pergi, uang nya akan aku transfrer besok pagi." ujar Ricard kepada Nathan, yang kemudian juga berkata pada dua wanita yang ia sewa tadi. Ia pun melangkah membawa wanita bernama Reva ke sebuah kamar hotel yang ia pesan. Di dalam sana, Ricard memulai perbuatan maksiat nya dengan model cantik dan sexy itu.
"Tuan, kapan kita akan memulai nya ? Bukan kah lebih cepat lebih baik ?" goda Martha sembari memeluk lengan Nathan yang kokoh.
"Baiklah. Lebih cepat, lebih baik, ayo kita ke kamar," Nathan menyetujui nya.
Kedua orang dewasa itu pun melangkah menuju kamar yang telah di pesankan Ricard untuk mereka.
Sesampai nya di sana, Nathan hanya duduk diam di ujung ranjang, menunggu wanita itu memulai aksinya. Ya, begitulah Nathan, selama ini, ia tak pernah memulai duluan saat melakukan hubungan badan dengan wanita, ia selalu menunggu si wanita lebih dulu memulai nya.
Dan kemarin, adalah pertama kali, ia memulai adegan ranjang, saat melakukan nya dengan gadis kecil itu.
Nathan terdiam, dan hanya mengamati wanita cantik di depan nya yang mulai melucuti pakaian yang ia kenakan satu persatu, hingga menyisakan pakaian dalam saja, terlihat tubuh nya yang begitu sexy di depan mata Nathan. Namun, aneh nya, Nathan sama sekali tak memberi reaksi apa-apa.
Karena melihat Pria tampan itu masih diam, akhir nya Martha mendekat, dan menyambar bibir Nathan, Martha juga memberi sentuhan- sentuhan manja untuk membangkitkan gairah Nathan.
Disana, Nathan mulai merasa aneh pada dirinya sendiri, entah apa yang terjadi, tiba- tiba ia tak ada hasrat apapun pada wanita yang sekarang masih melumat bibir nya dengan agresif. Yang ada di mata nya hanyalah terlihat bayangan Echa malam itu, yang menangis, dan memohon- mohon agar di lepas oleh nya.
"Hentikan !" tiba-tiba Nathan mendorong Martha, dan menghentikan aksi wanita cantik dan sexy itu.
"Ada apa Tuan ?"
"Kita akhiri saja,"
"Kenapa ? Apakah ada yang salah ?"
"Tidak ! Hanya saja, aku melupakan sesuatu. Aku akan menambah kan sejumblah uang untuk mu nanti." ucap Nathan, yang kemudian ia pun keluar dari kamar tersebut, pergi dari hotel itu, dan menuju rumah nya.
Karna sudah mabuk, Nathan menghubungi supir pribadi untuk mengemudikan mobil nya.
Dalam perjalanan pulang, Nathan benar-benar mabuk, kini pikiran nya di penuhi oleh wajah imut gadis kecil yang tak lain adalah adik tirinya itu.
Sesampai nya di rumah, ia mulai mencari keberadaan Echa, ia menuju kamar belakang, yang tak lain kamar pembantu. Namun, sekarang sudah di tempati oleh Echa karena perintah Nathan.
Nathan yang sudah kehilangan akal sehat nya, mulai menggedor- gedor pintu kamar itu.
Perlahan pintu mulai terbuka, menampakkan seorang gadis cantik dengan wajah lusuh khas bangun tidur. Tanpa permisi Nathan langsung masuk ke dalam kamar tersebut. kemudian ia ambruk di ranjang kecil yang berada di dalam sana.
Echa yang melihat nya, sudah dapat menebak, pasti sang Kakak sedang mabuk, dan bukan hal baru lagi bagi Echa.
Echa segera mendekati Nathan, dan membuka sepatu yang masih melekat di kaki panjang nya. Setelah melepas sepatu itu, Echa berniat untuk keluar dan tidur di sofa ruang tengah. Namun, tiba- tiba saja, tangan mungil nya di tarik oleh Nathan yang sudah setengah sadar, otomatis itu membuat Echa terjatuh dalam pelukan Nathan yang terbaring asal di ranjang nya.
Mata pria itu memandang sayu pada wajah gadis yang sekarang berada dalam pelukan nya, tangan kekar nya mengelus lembut pucuk rambut Echa.
"Tetaplah seperti ini, sampai aku bangun nanti." perintah Nathan sambil terus memeluk Echa di atas ranjang kecil itu.
Pagipun tiba, cahaya mentari menerobos masuk ke sebuah celah-celah gorden transparant berwarna putih di kamar itu. Nathan, yang kini mulai membuka kelopak matanya perlahan, melihat wajah ayu yang kini masih terlelap tidur dalam pelukan nya.
Dengan perlahan pria itu bangkit dari tidur nya sepelan mungkin, karena tak ingin membuat gadis kecil itu terbangun.
Setelah membersihkan diri, dan sudah rapi dengan setelan jas abu-abu, Nathan segera berangkat ke kantor tanpa membangunkan Echa yang masih tertidur pulas di kamar nya.
Sesampainya di sebuah gedung berlantai seratus bak istana Hera Palace di drama Korea Penthouse yang kini sedang buming-buming nya, terlihat sebuah papan nama di atas sana yang bertuliskan "Alano Company". Ya benar, perusahaan besar itu adalah milik keluarga Alano, dan Nathan lah satu-satu nya pewaris dari keluarga itu.
Dengan langkah gagah Nathan memasuki bangunan megah tersebut, setiap karyawan yang berpapasan dengan nya menunduk memberi hormat.
Pada akhir nya ia sampai di lantai seratus dengan sebuah lift yang mengantar nya dengan mudah ke ruangan paling atas tempat ia bekerja, yaitu, ruangan khusus yang bertuliskan nama nya "CEO Nathan Alano".
Ia segera memasuki ruangan nya, dan ia di kagetkan oleh sosok Ricard yang kini sudah duduk rapi di sebuah sofa yang terletak di ruangan luas itu.
"Ngapain kamu ?"
"Aku kesini karena ingin menanyakan sesuatu padamu,"
"Apa ?"
"Kalau begitu, bisakah kamu menyuruh sekertaris mu pergi dulu ? Aku perlu bicara empat mata saja,"
"Ok. Tessa, kamu keluarlah sebentar, ada hal penting yang harus ku bicarakan dengannya," perintah Nathan pada wanita bernama Tessa, yang tak lain adalah sekertaris pribadi nya.
"Baik Pak." Tessa segera keluar saat Nathan memerintah nya.
"Apa yang ingin kau tanyakan ? Segeralah, karena sebentar lagi aku ada meeting penting,"
"Baiklah. Bagaimana semalam ? Apakah kau sudah menemukan jawaban atas kebingungan itu ?"
"Aiiiish kau datang ke sini jauh-jauh hanya untuk menanyakan hal itu ? Sepagi ini juga, apa kau tidak ada hal lain yang lebih penting untuk di kerjakan ?" Nathan menjawab dengan wajah sedikit kesal.
"Sebenar nya aku juga harus ke kantor hari ini, tapi karena aku sangat penasaran, jadi aku memutuskan untuk menemuimu terlebih dahulu,"
"Sudahlah pergi sana, aku sibuk."
"Ceritakan dulu,"
"Pergi sana,"
"Ceritakan dulu," Ricard terus memaksa.
"Huuufff... Semalam aku tidak melakukan nya dengan wanita itu," jawab Nathan sembari membuang nafas kesal.
"Maksud mu ? Kau menolak melakukan dengan model secantik dan sesexy Martha ?"
"Iya."
"Berarti kamu benar-benar menyukai gadis kecil itu ?"
"Seperti nya begitu,"
"Hahahahahaaa bukankah benar kataku."
"Ya kau benar. Sudah, sana pergi dari hadapanku, aku sibuk."
"Ok, Bye." Ricard berlari saat Nathan melemparkan sebuah buku tebal ke arah nya.
To Be Continued...