Setelah itu Lusiana, Ibunya meninggalkanku untuk mempersiapkan makan malam kecuali teman Lusiana hanya minum saja soalnya sudah pesan makanan di warung tegal sekitar daerah Jatinangor. Aku penasaran juga sama sosok di hadapanku baru kali ini bertemu sama perempuan pendiam, biasanya kan cerewet dan mudah marah. Tak perlu menunggu aku langsung berbincang dengannya.
Tapi mulai dari mana? Masa ya harus ada basa-basi dulu haha... membuatku bingung saja lebih tunggu Lusiana saja, biar ngomongnya bertiga kan rame bahas tentang apapun bakal nyambung satu sama lain.
Aneh sekali melihat sahabatku dan temannya penasaran sama pacarku, sekarang sih bukan waktu yang tepat lagian kenapa aku bilang sudah punya pacar? Jadinya kalian berdua kepo banget. Aku masih memikirkan cowok itu siapa? Sampai membuat Sari berpaling dariku, padahal aku sangat sayang sekali kepadanya.
Kenapa kamu tega banget harus menyakiti perasaanku, aku perlu cari tahu sosok cowok itu siapa namanya?
Kalau pun aku harus cari juga cowok itu belum tentu dapat juga sih, lagian mukanya wajahnya enggak tahu. Masa ya harus ke Tasikmalaya sih untuk mencarinya, percuma dong. Hah baru ingat kenapa enggak tanya saja ke Firdaus. Kata sahabat masa SMA pernah lihat Sari kenalan sama cowok tersebut lalu menerima cintanya.
Cuma itu satu-satu cara yang aku bisa lakuin daripada harus membuatku enggak semangat lagi menjalani kehidupan ini.
Tidak seharusnya aku sambil melamun memikirkan cowok itu yang sudah merebut pacarku, sampai sahabatku panggil aku malah cuekin termasuk temannya mulai geram terhadapku lantas bagaimana? Apa perlu minta maaf sama Lusiana?
"Upi...Upi...Upi ihhhhh kesal deh sama kamu," ucap Lusiana dengan wajahnya yang bete. sontak aku pun kaget aduh kalau di lihat dari larut wajahnya pasti sedang bete nih, "Heh ya apa Lusi?" ucap Upi dengan ekspresi bingung.
Aduh bagaimana nanti deh urusan itu belakangan sekarang mah makan dulu yang sudah di sediakan Ibunya Lusiana, selama makan aku ingat makan bersama orang tuaku. Menahan air mataku jatuh ke pipi supaya sahabatku, Tika, maupun Ibunya Lusiana enggak khawatir kepadaku. baru ingat juga bahwa Keluarga Lusiana tahu bahwa aku punya penyakit radang paru-paru.
Membuat aku takut ialah tahun ini terakhir ketemu sama sahabat masa kecilku Lusiana. Yang sudah sahabatan dari TK sampai sekarang, Lusiana itu sosok perempuan pintar, baik, dan suka menolong. Lusiana pernah bercerita kepadaku, "Pengen deh Kuliah di Universitas Padjadjaran," akhirnya tercapai juga Kuliah di sana, aku bangga sekali punya sahabat seperti dia bekerja keras, dan enggak mudah pantang menyerah.
Suasana seperti ini yang aku rindukan tidak pernah kurasakan sebelumnya, walaupun cuma lihat sahabatku sudah bahagia banget. Nanti enggak bakal melihat lagi karena aku sudah tidak ada di dunia ini, umurku enggak panjang lagi.
"Ya Allah berikan hamba umur panjang supaya bisa berkumpul kembali bersama sahabatku tercinta ini, bukan cuma itu saja hamba ingin kumpul bersama orang tuaku aamiin." ucap dalam hatiku menahan air mataku.
"Pi kenapa melamun?" tanya Lusiana, dan Tika. Aduh bagaimana nih jawabnya masa ya harus bohong lagi kenapa juga harus melamun di hadapan mereka? jadinya begini nih.
"Enggak apa-apa kok," ucap Upi sambil tersenyum kepadanya. Apa betul jawab seperti itu, membuatku ragu saja.
Sahabatku tercinta akhirnya kita bisa bertemu
Rasanya rindu sekali
Aku senang melihatmu mempunyai teman sekarang
Berharap kamu akan mengingat kenangan bersamaku.
Keadaanku semakin memburuk setelah
Mendengar dari Dokter bahwa aku
Mempunyai penyakit radang paru-paru Pneumonia dan Kanker
Ini adalah pertemuan terakhir bersamamu
Maafkan aku punya salah denganmu
Jaga diri baik-baik Lusiana
Enggak apa-apa kali ini saja aku akan menjawab pertanyaan dari sahabatku masalah pribadiku walau rasanya tidak enak untuk di jawab olehku. Biar dalam diriku tak ada lagi beban sama sekali, Keluarga Lusiana tahunya aku punya penyakit radang paru-paru Pneumonia. Mereka enggak tahu bahwa aku punya dua penyakit radang paru-paru Pneumonia dan kanker, semoga saja Keluarga Lusiana enggak kaget.