Perlahan, Porsche pun balas merengkuh bahu kokoh Kinn dengan kedua lengannya. "Kau ... itu adalah punyaku," katanya. "Hanya punyaku, Kinn. Jadi, ajari aku untuk tidak peduli apapun."
"Hmm, iya," kata Kinn. Pria itu tersenyum tipis mendengar kejujuran Porsche. "Aku memang punyamu."
Pelukan Porsche perlahan semakin erat. "Tapi aku belum bisa melakukannya."
"Maksudmu merasa pantas?"
"...." Porsche tak mau menjawab. Dia memejamkan mata dan hanya menikmati aroma parfum mahal dari leher sang kekasih.
"Baik, ini bukan saatnya bicara," batin Kinn. Dia tak mau berpikir panjang. Setelah menelanjangi diri sendiri, Kinn kembali memeluk Porche dan mencium bibirnya perlahan ... di awal.
Satu kecupan. Dua kecupan. Kinn tahu Porche sudah tidak sabar dengan napas yang seberisik itu.
"Kinn ... Kinn ...." rintih Porche sembari memeluk Kinn erat.

Padahal, Kinn tak akan pernah pergi darinya.