Selama latihan, Hades bertindak dan bertingkah laku seperti layaknya manusia biasa. Bahkan, dia beberapa kali dihukum karena melakukan kesalahan. Tidak ada yang menonjol dan sengaja tidak ditonjolkan.
Berbeda dengan itu, Heracles sudah berhasil menjadi pusat perhatian. Banyak yang memujanya dan ingin menjadikannya sebagai teman. Namun, pemuda itu tetap berteman baik dan Hades dan selalu penasaran dengan alasannya kenapa dia tidak mau menunjukkan kemampuan aslinya.
Kalau ditanya, Hades hanya akan diam atau menjawab dengan jawaban mengambang yang membuat kepala yang mendengarnya seolah akan pecah dan sakit.
"Kenapa kau selalu menolak memberitahukan padaku? Apa kita belum cukup dianggap sebagai teman? Kita sudah latihan bersama selama beberapa bulan ini. Bahkan, saat melakukan latihan berat di hutan, kita saling menolong."
Heracles masih berusaha mencari tahu kenapa temannya itu sangat pemalu dan menyimpan rahasia yang begitu besar.
"Tidak ada gunanya bagiku," jawab Hades dengan ekspresi dan nada dingin seperti biasanya.
Hades yang dulunya tidak sedingin saat ini berubah banyak setelah saudaranya sendiri berkhianat dan menjadikannya seseorang yang terkutuk dan harus menjalani kehidupan yang nista ini.
Bukan menyalahkan kondisi atau keadaan, Hades hanya mencoba menjalani hidup dengan cara dan rasa yang berbeda. Memang kepedihan dan kepahitan bisa mengubah seseorang dengan cara yang revolusioner.
"Kenapa kau bisa berkata seperti itu, padahal aku merasa bahwa kau ini sangat menarik dan juga banyak kemampuan. Jangan kira aku tidak tahu apa yang kau lakukan tadi malam. Dengan kekuatan sebesar itu kau bisa mengalahkan aku dengan mudah."
Heracles terdiam sejenak dan menatap Hades dengan seksama. Entah kenapa wajahnya sama sekali tidak menunjukkan apa pun.
Heracles secara tidak sengaja melihat Hades baru pulang melaksanakan tugas rutinnya, menjadi anak magang malaikat pencabut nyawa. Sebenarnya, dia seharusnya menjadi penguasa kegelapan itu sendiri. Namun, belum saatnya dan masih akan melanjutkan hukuman selama beberapa ribu tahun ke depan. Kalau dia tetap di dunia manusia, entah berapa kehidupan yang harus dia lewati. Itu bukan hal yang menyebabkan.
"Dia tahu, haruskah aku mengatakan siapa ayahnya dan siapa aku?" gumam Hades dalam hatinya.
Dia tidak ingin membuat hati yang ceria selama ini menjadi patah. Atau lebih sakitnya lagi, pertemanan mereka bisa rusak begitu saja hanya karena salah bicara.
Untuk apa mengungkapkan kebenaran yang tidak perlu dan merusak persahabatan? Bukankah mereka baik-baik saja selama ini? Lalu kenapa harus mengatakan kebenaran yang bisa disembunyikan dan akhirnya tidak membutuhkan penjelasan lainnya karena hubungan dianggap selesai?
"Kenapa kau masih diam saja? Apa itu terlalu berat bagimu? Baiklah, aku tidak akan bertanya lagi. Anggap saja aku tidak pernah bertanya kalau kau tidak suka atau tidak nyaman," jelas Heracles begitu dia menatap Hades yang terlihat seperti memiliki aura pekat siap membunuh sama seperti tadi malam dia kembali.
Wajar kalau hanya Heracles yang mengetahuinya perubahan aura itu. Dia sendiri memiliki darah setengah dewa sehingga lebih sensitif terhadap mahkluk yang sejenis dengannya.
Ketika mereka masih duduk di bawah pohon sebelah tenda perkemahan. Tiba-tiba sebuah serangan mendadak menghantam tempat latihan itu.
"Booooom!!!!!"
"Lari, selamatkan dirimu!"
"Cepat, cepat!"
"Bersembunyi dan jangan keluar dulu!"
Huru-hara dan suara teriakan terdengar selain suara ledakan bom berkekuatan sedang saling berkejaran. Orang-orang berlari tak jelas arah demi menyelamatkan diri mereka.
Tidak ada yang berani keluar dari lubang persembunyian untuk sementara. Beberapa di antara mereka bahkan mati akibat ledakan itu.
Heracles terlihat emosional dan hendak pergi menyelematkan teman-temannya.
"Jangan!"
Hades mencegah pria itu pergi dan memegangi tangannya dengan kuat.
"Mereka bisa mati semua," teriak pemuda berotot itu dengan suara nyaring dan memprotesnya.
"Takdir tidak bisa dihindari. Kalau kau pergi, kau juga akan terkena masalah. Biarkan saja. Kadang perlu membiarkan sesuatu yang bukan urusanmu," jelas Hades.
Mendengar penjelasan itu, Heracles terdiam dan tetap di tempatnya walau dia sungguh ingin membantu semua orang.
Dia adalah tipe pahlawan yang selalu ingin menjadi penyelamat di mana saja dia berada. Selama ini Hades tidak pernah melarangnya karena memang tidak ada masalah yang akan terjadi. Namun, kali ini dia tidak memperbolehkan tanda bahwa masalah yang akan terjadi di depan bukan masalah biasa saja.
"Baiklah."
Dia akhirnya berkata walau hanya satu kata saja. Bibirnya agak gemetar melihat teman-temannya mati dan dia hanya diam saja. Sifat manusia dan dewa dalam dirinya saling menghantam satu sama lain.
"Kau akan berterima kasih padaku sebentar lagi," ucap Hades lagi seolah menyiratkan akan terjadi sesuatu bencana yang lebih besar kalau Heracles pergi dia akan mendapatkan masalah atau bisa mati.
Manusia setengah dewa bisa mati, berbeda dengan dewa yang abadi dan hanya bisa mati kalau dibunuh oleh dewa lainnya. Itupun akan sangat sulit membunuh dewa
"Aku tidak tahan melihat mereka mati di hadapanku sementara aku hanya diam saja," jelas Heracles ketika serangan mulai mereda.
Hades melihat kembali ke masa depan dan sebentar lagi mereka mungkin harus menghadapi kenyataan. Lebih tepatnya temannya ini akan mengetahui siapa dirinya dan itu bisa saja menyebabkan masalah.
Andai dia marah, maka masalah baru akan muncul. Kalau tidak, dia bisa saja mendapatkan jati diri baru.
Hades penasaran dengan respons Heracles sebentar lagi.
"Sebenernya separah apa bahaya kalau aku menolong mereka?" tanya Heracles yang sepertinya juga sudah menyadari kemampuan Hades dalam membaca dan memprediksikan masa depan.
Walau dalam penglihatan itu kadang ada pilihan-pilihan yang memungkinkan akhir dari suatu prediksi berubah atau tidak bisa dipastikan. Jadi, sebenarnya manusia masih bisa memilih takdirnya dengan keputusan-keputusan yang dia ambil.
"Tidak baik," jawab Hades singkat.
"Misalnya? Apakah aku akan mati?" tanya Heracles penasaran.
"Bukan mati kondisi yang paling menyakitkan dan menyedihkan."
Ucapan Hades itu benar adanya. Bagi manusia mati adalah akhir dari segalanya dan paling dihindari. Namun, bagi para dewa menjalani kutukan dan hukuman jauh lebih menyedihkan dibandingkan dari sekadar mati. Andai mereka bisa mati dengan tenang, mungkin akan lebih baik dibandingkan menjalani hidup yang menyedihkan dan melelahkan itu tanpa bisa mati.
"Baiklah, aku hanya bertanya. Tidak perlu menatapku seperti itu. Aku masih manusia walau hanya setengahnya," ucap Heracles seolah dia mengetahui arti perubahan ekspresi di wajah Hades.
Hades sedikit lega dengan pemahaman manusia itu. Manusia yang biasanya sangat sulit menerima penjelasan yang tidak sesuai dengan egonya. Begitulah manusia suka mencari masalah dan menyusahkan dirinya sendiri.
"Itu bagus," lirih Hades pelan.
Dia hanya terdiam untuk sebentar lagi menghadapi kenyataan lainnya. Entah Heracles bisa menerima kenyataan bahwa dia anak Zeus atau tidak.
Belum berperang mereka sudah menghadapi kenyataan yang lebih pahit daripada medan perang.
"Semoga dia tidak bodoh sama seperti ayahnya," harap Hades dalam hatinya.