Duminah bercucuran air mata. Ia tak kuasa menahan keresahannya sendirian. Suaminya memelukanya supaya melunturkan kegelisahan istrinya itu. Namun tak berarti apa pun. Duminah tetap merasa bahwa kehidupan ini kejam padanya. Dan ia di paksa untuk menerimanya.
"Tidak Mas. Aku benar-benar serius." Ucap duminah dengan sorot mata tenang namun berarti sebuah keseriusan. Ayah lalu melepas pelukannya. Ia menatap lekat-lekat istrinya itu. Ia tak menemukan sedikit pun keraguan dalam mata sembabnya.
"Ada apa Dum, kenapa kamu tiba-tiba berubah pikiran?" tanya Ayah.
"Aku bukannya berubah pikiran Mas. Aku memang tak pernah mengatakan setuju." Duminah berkata dengan sedikit bergetar. Ia lalu duduk di kursi di mana itu adalah tempat biasa mereka makan.