アプリをダウンロード
7.22% The Return of Baphomet / Chapter 20: Dua Sejoli

章 20: Dua Sejoli

"Mia, aku pusing. Istirahat bentar dong."

Dengan malas, Danang menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa. Ia membiarkan buku catatannya terbuka begitu saja dengan pulpen serta penggaris yang tergeletak sembarang di atas meja. Wajahnya menengadah ke langit-langit ruangan, beberapa tarikan napas panjang tak juga membuat sakit kepalanya mereda. Akhirnya, ia hanya bisa memejamkan mata.

"Oke deh," balas Mia.

Gadis itu kini mengambil posisi duduk lebih dekat dengan Danang. Dengan penuh simpati, ia menatap Danang seraya memeluk kedua lututnya sendiri.

"Aku nggak suka fisika," keluh Danang.

Mia hanya tersenyum mendengar hal itu. Tak seperti orang-orang di sekeliling Danang yang cenderung ekstrovert luar biasa, Mia adalah satu-satunya orang terdekat Danang dengan kepribadian jauh lebih tertutup dari remaja pada umumnya. Mungkin memang sedikit aneh, kenapa Danang lebih memilih gadis pendiam alih-alih mengejar cinta dengan salah satu gadis populer yang suka cari perhatian dengan semua orang. Yang jelas, Danang selalu mengikutsertakan Mia setiap kali mereka berkumpul dengan kawan satu geng. Tak ada yang berani menghakimi Mia karena Danang adalah orang paling berpengaruh dalam lingkaran pertemanannya.

"Kalau kamu?" lanjut Danang

"Aku pelajari semua yang harus dipelajari di sekolah, nggak ada pelajaran yang benar-benar aku benci. Ini semester lima, tahun depan kita udah banyak try out dan ujian ini dan itu. Sebentar lagi kita lulus, Nang." Mia kembali tersenyum saat mengucapkan kalimat terakhirnya. Kali ini sampai tampak gigi gingsulnya.

"Kayaknya kamu bakal masuk SNMPTN."

"Amin. Semoga aja gitu, Nang."

"Jelas masuklah, kamu rajinnya kelewat batas! Hahaha."

Danang tertawa keras, sedangkan Mia masih bertahan dengan senyum kecilnya. Ia menyukai Danang karena dapat menaungi dirinya dengan baik. Awalnya, ia hampir tak percaya saat Danang mengutarakan perasaanya di hadapan banyak orang. Lagipula, anak populer bukan tipenya. Tapi, ternyata Danang sangat berbeda. Dari luar dia memang pandai bergaul dengan anak populer, menjadi salah satu dari mereka, dan cukup mendominasi. Tak ada yang menyangka jika ia lebih menginginkan pasangan yang lebih tenang dan tak banyak bicara.

"Kamu juga pinter kok. Nggak ada yang bisa ngerjain penilaian Sejarah Indonesia dan dapet nilai seratus."

"Hahaha! Itu cuma kebetulan aja yang kubaca itu ternyata soal yang keluar."

"Hm, iya deh. Percaya aku."

"Dih. Mulai lagi ya kamu, Mia."

Jari tangan Danang mencubit kecil pipi cabi Mia karena gemas. Mereka kembali tertawa senang seolah dunia serasa milik berdua. Biasa, drama kisah kasih sekolah.

"Udah sembuh nih ceritanya? Katanya barusan sakit kepala," ucap Mia sebelum seraya mengamb jus alpukat dari atas meja.

"Ada kamu, jadi langsung sembuh deh," sahut Danang menahan tawa.

Lantas, Mia pun hanya menaikkan sebelah alisnya tanda terheran-heran. "Terserah kamu deh. Eh, Nang? Mau nambah jus lagi?"

"Boleh deh, Sayang."

"Bentar, aku buatin dulu."

Sambil menunggu Mia kembali dari dapur, dengan malas Danang membuka beranda WA. Banyak percakapan yang belum ia baca di sana, mungkin mencapai puluhan. Kebanyakan pesan dari grup OSIS SMANSA yang sudah ia bisukan sejak sebulan lalu. Sebagian yang lain hanya berisi sapaan random dari teman-temannya. Ada yang menanyakan perihal PAS, posisinya sekarang, atau ajakan untuk sekadar berkumpul bersama. Danang terlihat tak tertarik dengan semua itu.

Jempolnya menggeser layar ponsel ke kiri, kini terlihat sederet story WA berbagai rupa. Danang sampai bosan melihat teman-teman ambisnya pamer buku baru dan masuk bimbingan belajar ternama. Ini memang sudah mendekati pendaftaran SNMPTN, dilanjutkan SBMPTN. Semua orang bersiap menghadapi itu, hanya saja Danang tak terlihat begitu.

"Aku bukan budak PTN," lirih Danang lesu.

"Memang bukan."

Sudah beberapa hari belakangan, Danang mendapat sahabat baru di kepalanya. Ia selalu mendukung apapun yang dilakukan Danang. Saran-saran darinya, semua terasa masuk akal. Walau beberapa memang bertentangan dengan gaya kebanyakan orang, Danang malah semakin menikmatinya. Ia sering mengajak bicara suara itu layaknya sedang bersama salah satu teman satu gengnya.

"Aku ngga minat daftar SNMPTN, apalagi SBMPTN. Pertama, emang karena nilaiku biasa aja. Kedua, aku ngga ikut bimbel manapun. Ketiga, ya itu ... aku bukan budak PTN. Almamater bukan penentu kesuksesan."

"Setuju."

Danang meletakkan ponsel di samping buku tulisnya. Ia hanya terdiam, tanpa sadar merenungi perkataanya sendiri.

"Kamu tahu? Aku penasaran, kenapa kamu baik banget sama aku. Aku ini bukan siapa-siapa lo. Kamu jawab semua kebimbangan aku, kamu selalu nemenin aku di saat-saat kaya gini," ujar Danang dengan tatapan menerawang ke kejauhan.

"Aku selalu tahu apa yang kau butuhkan, itu saja."

Danang berpikir sejenak, mencoba mencerna apa maksud dari sahabatnya itu. "Kalau aku minta buat jadi lebih populer di sekolah gimana? Ini kan udah hampir kelulusan, aku pengen dikenang di SMANSA sebagai salah satu siswa paling mengesankan di mata guru dan teman-temanku. Aku memang bukan anak super pintar dan rajin macam Mia atau Andi. Tapi, aku pengen meninggalkan bekas yang berkesan. Kamu bisa ngelakuin itu?"

Beberapa menit Danang hanya terdiam, menunggu respon dari suara di kepalanya itu. Hanya saja, sepertinya ia sudah pergi. Memang suara itu tak bisa diprediksi kapan datang kapan hilang. Tapi, ia selalu datang di saat yang tepat. Ia pergi setelah melakukan suatu obrolan dengan Danang.

"Wong edan ... wong edan," gumamnya lagi.

"Siapa yang edan?"

Tanpa Danang sadari, Mia sedang berjalan menuju meja ruang tengah dengan nampan berisi dua gelas jus alpukat lengkap dengan campuran susu cokelat di dalamnya. Ia meletakkan kedua gelas itu sambil melirik Danang penuh tanda tanya.

"Ditanyain juga," imbuhnya.

"Itu tadi story temenku, ada yang bikin video Tiktok ngitung beras satu-satu pake sumpit. Apa itu ngga edan?" jawab Danang santai, ia kembali menggenggam ponsel pintarnya.

"Kurang kerjaan banget itu orang. Kalo dia di sini, udah kusuruh bersihin rumahku ini dari ruang tamu sampai balkon lantai dua. Itu lebih berguna dan lebih bermutu, daripada ngitung beras yang sama sekali nggak ada faedahnya."

"Hahaha, iya. Bener banget. Makin lama makin banyak aja yang cuma cari sensasi di media sosial."

"Ya itu paling, cuma ngejar followers. Kalo dah banyak kan banyak endors-an masuk."

"Eh, ujung-ujungnya cari duit juga."

Sekali lagi, tawa keduanya pecah begitu saja. Ya, begitulah mereka menghabiskan waktu bersama. Sekolah tak dilupakan, tapi waktu bersama pasangan tetap berjalan. Tangan Danang bergerak mengambil gelas jus dan menyeruput isinya sampai setengah kosong.

"Yok, lanjut lagi. Eh, tapi aku mau tanya. Orang tua kamu pulang kerja kapan?"

"Masih nanti sore, sekitar jam 6. Ini masih jam 3."

"Owh, oke oke."

"Ya udah. Sekarang kita belajar Termodinamika."

***


クリエイターの想い
Eirene_Aether_5671 Eirene_Aether_5671

Happy comeback everyone!

章 21: Tentang Jawaban

Sudut pandang bisa mengubah segalanya. Ya, sesuatu bisa berarti lain jika seseorang melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Mungkin perbedaannya kadang tak terlalu jauh, namun sebagian yang lain dapat memiliki perbedaan seratus delapan puluh derajat.

Seperti halnya kehidupan. Setiap orang memaknai kehidupan dengan versinya sendiri. Atau mereka yang tak ingin bersusah payah dalam berpikir hanya mengikuti aliran mainstream yang diikuti kebanyakan orang. Itulah kenapa lahirlah istilah pemikiran eksoteris dan esoteris. Orang-orang cenderung mengikuti yang eksoteris karena lebih mudah dipahami, dicerna, dan diterima akal sehat. Ya, karena itu sifat kebanyakan manusia, "Maunya enak."

Sedangkan orang-orang yang menantang dirinya sendiri untuk memahami pemikiran yang lebih halus dan terselubung justru makin bersemangat dengan hal-hal di luar logika. Esoteris menjadi sangat menarik bagi para pemikir aliran kuno hingga klasik. Setelah era modern, pemikiran esoteris jarang sekali diminati orang karena dianggap sudah tidak relevan dengan realitas sosial dan perkembangan zaman. Padahal, sebenarnya itu karena ada perang yang dimenangkan oleh sesuatu yang kini sedang berkuasa.

"Andi, kamu jangan ngelamun lah. Aku jadi dicuekin, 'kan?" celetuk Rafi sedikit kesal karena sahabatnya itu telah mendiamkannya selama lima menit.

"Eh, hehe. Maaf," jawab Andi merasa bersalah.

Hari ini mereka belajar bersama untuk persiapan UAS besok. Karena rumah Andi dan Rafi tak terlalu jauh, masih satu perumahan, jadi Rafi sering mengunjungi kediaman Andi untuk belajar bersama atau hanya sekadar berbincang.

Kini, mereka berada di kamar Andi. Si tuan rumah sedari tadi hanya berdandar di atas tempat tidurnya, menerawang dinding kamar yang tak menarik sama sekali. Sedangkan Rafi duduk di kursi belajar Andi dengan raut wajah cemas karena memikirkan sahabatnya itu. Apa mungkin kecelakaan kemarin berdampak pada kondisi mentalnya? Atau ada sesuatu hal yang bisa jadi penyebab dari kecelakaan itu. Hanya Tuhan yang tau.

"Kok kamu kaya kelihatan banyak pikiran belakangan ini? Hm, gitu ya kamu. Sekarang udah mulai ngga mau cerita sama aku nih. Oke, aku pulang." Astaga, Rafi mulai merajuk seperti anak kecil.

"La?" Andi pun hanya kebingungan menyikapi polah sahabatnya itu. "Iya deh, iya. Aku mau cerita nih, tapi ada syaratnya."

"Apa syaratnya?" Rafi mulai mencondongkan tubuhnya ke arah Andi dan menatapnya seksama.

"Syaratnya adalah yang terpenting kamu nggak boleh bilang ini ke siapa pun, termasuk Ayah kalau-kalau dia tiba-tiba nginterogasi kamu."

Alis Rafi terangkat sebelah. Jelas ada sesuatu yang janggal dari ucapan Andi. Tapi, ia memilih untuk tak menghiraukannya dan lanjut memperhatikan.

"Oke, rahasia kamu selalu aman di tangan aku."

"Ada lagi."

Rafi menghela napas panjang. "Ya. Terus apa?"

"Kalau aku bilang ini ke kamu, itu artinya kamu harus siap bantuin aku."

"Maksudnya?" tanya Rafi kebingungan.

Andi pun bangkit dari sandarannya dan duduk mendekati Rafi. "Ya gini. Maksudku, ini bukan perkara sepele, Raf. Ucapanmu kemarin bener."

"Ucapan aku? Yang mana?"

"Yang kamu bilang aku nih jatuh dari motor bukan karena insiden semata. Ada sesuatu yang lain yang bikin aku kecelakaan malam itu."

"Apa itu?"

Untuk sejenak Andi menoleh ke kanan-kirinya, memastikan keadaan dirasa aman untuk mengatakan rahasianya. Setelah itu, ia pun mengecilkan volume suaranya dan berbisik, "Asal kamu tahu, aku habis ketemu malaikat."

"Ha?!"

"Sssttt!"

Dengan cepat Andi meletakkan telunjuknya di bibir. Rafi pun sadar jika suaranya mungkin terdengar sampai lantai bawah. Tentu saja mereka tak ingin Inem tiba-tiba naik ke atas dan mengetuk pintu kamar Andi, atau yang lebih parah ikut menguping pembicaraan mereka. Tapi, yang lebih Andi takutkan adalah mengenai ayahnya. Untuk sekarang, Andi ingin Jaka tak ikut campur dalam perkara ini. Sementara itu, ia ingin mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi tanpa sepengetahuan sang ayah.

Belakangan Andi juga terheran-heran. Semenjak kembali dari Surakarta dalam perjalanan dinasnya, Jaka lebih sering terlihat di kamar tidurnya daripada menikmati akhir pekan seperti biasanya. Dalam sekejap ia berubah menjadi putri tidur. Ia hanya bangun ketika dirinya membutuhkan asupan kopi hitam pahit kesukaannya. Setelah Inem mengantarkan kopi ke kamarnya, Jaka langsung mengunci pintu dan kembali asik dengan ranjang dan selimut. Ini hari Minggu, mungkin ia memang lelah. Kita lihat saja besok Senin, pikir Andi kemudian.

"Owh, iya. Maaf," lirih Rafi.

"Dasar, kamu nih. Minggir bentar coba."

Andi bangkit dari tempat tidur, lalu tangannya langsung meraih laci di bawah meja belajarnya. Ia terlihat mengambil sebuah buku dan kembali mengambil posisi bersandar di tempat tidur. Setelah Rafi sedikit menggeser kursinya, ia lebih memilih untuk bergabung bersama Andi. Dalam sekejap, kini ia pun telah duduk bersilah di samping Andi sambil memangku sebuah bantal.

"Kalau tidak salah, itu buku astrologi yang kamu pinjam dari Pak Fahmi. Iya, 'kan?"

"Benar kamu, Raf. Aku kira kamu lupa."

"Lupa? Ya enggak lah. Penerus Sherlock Holmes ini selalu memperhatikan detail sekecil apapun," ujar Rafi berlagak.

"Haha. Iya deh."

"Emang kenapa sama buku itu? Ada hubungan apa sama rahasia yang mau kamu ceritakan? Dan kamu bilang tadi habis ketemu malaikat, yang benar saja."

"Waduh, ya satu-satu lah kalau mau tanya."

"Tinggal dijawab apa susahnya sih."

Sahabatnya itu takkan melepaskannya dari jeratan pertanyaan-pertanyaan menjebak karena kini Rafi telah memasuki 'mode kepo' yang kadang memang umat-umatan.

"Jadi, kamu beneran mau bantuin aku?"

"Kita nih sahabatan dah lama. Kalau salah satu dari kita lagi susah pasti yang lain membantu, 'kan? Kamu nggak usah cemas begitu. Sebenarnya, aku nggak tega lihat kamu kebanyakan pikiran begini. Seharusnya, kamu serius belajar mikirin UAS sama kaya aku."

"UAS mah gampang. Ada hal yang lebih buat aku uring-uringan."

"Ya udah. Cerita aja apa yang mau kamu ceritakan."

Untuk sesaat, Andi mengambil jeda untuk sekadar mengatur napas dan mengendalikan diri. Ini bukan sesuatu yang kecil, bukan pula sesuatu yang mudah diceritakan atau dicerna. Namun, mungkin tidak apa-apa jika dirinya meminta pertolongan sahabatnya itu.

"Kemarin aku kecelakaan karena diganggu sosok misterius. Aku nggak tahu apa wujudnya, tapi dia selalu bikin suara aneh di kepalaku. Malam itu, dia bikin badan aku panas-dingin sampai nggak fokus naik motor. Waktu aku jatuh, aku sempat lihat ada kaya semacam sosok malaikat yang turun. Mungkin dia pengen cabut nyawa aku, tapi dia belum sempat menginjakkan kaki di bumi. Terakhir yang aku ingat, beberapa orang udah berkerumun di sekitar aku. Terus sadar-sadar aku udah di IGD."

Rafi mengerutkan dahinya. Ia terlihat berpikir keras. "Hm, aku mau tanya. Bukankah sebaiknya kamu minta tolong ke Pak Kyai atau orang pinter gitu soal ini? Kenapa kamu malah pinjem buku itu dari Pak Fahmi?"

"Karena aku ngerasa semua jawaban dari pertanyaan aku ada di sini."

"Kok kamu bisa seyakin itu?"

"Ngga tahu juga." Keduanya pun lantas hanya terdiam. Mereka sama-sama bingung dengan apa yang terjadi. "Tapi, nggak papa. Pertama, kita cari tahu dulu soal buku bersampul kulit biri-biri."

***


クリエイターの想い
Eirene_Aether_5671 Eirene_Aether_5671

Setelah fakum sekian lama, semoga pembaca tetap setia menikmati ceritaku ini.

Load failed, please RETRY

ギフト

ギフト -- 贈り物 が届きました

    バッチアンロック

    目次

    表示オプション

    バックグラウンド

    フォント

    大きさ

    章のコメント

    レビューを書く 読み取りステータス: C20
    投稿に失敗します。もう一度やり直してください
    • テキストの品質
    • アップデートの安定性
    • ストーリー展開
    • キャラクターデザイン
    • 世界の背景

    合計スコア 0.0

    レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
    パワーストーンで投票する
    Rank 200+ パワーランキング
    Stone 0 推薦チケット
    不適切なコンテンツを報告する
    error ヒント

    不正使用を報告

    段落のコメント

    ログイン

    tip 段落コメント

    段落コメント機能がWebに登場!任意の段落の上にマウスを移動し、アイコンをクリックしてコメントを追加します。

    また、[設定]でいつでもオフ/オンにすることができます。

    手に入れました