Pagi ini, Kenzo bangun lebih dulu. Ia akan mengajak gadisnya ke suatu tempat yang belum pernah sekalipun Kenza kunjungi namun sudah sering untuknya pergi kesana.
"Bangun dulu sayang!" Kenzo mengelus lembut punggung Kenza yang polos dari balik selimut.
Semalam Kenzo kembali melakukannya, sekedar make out. Tidak lebih. Ingatkan janji Kenzo yang tidak akan membobol gawang sebelum sah di hadapan Tuhan.
"Sayang!" Kenzo kembali memanggil gadisnya yang kini malah semakin mendekat padanya. Memeluk tubuhnya erat.
Tak sampai disitu, gadisnya dengan berani menjilat lehernya. Kenzo mendengus, memasrahkan tubuhnya dimainkan begitu saja oleh Kenza.
"Kenza!" Kenzo menggeram rendah, tangannya memegang tangan mungil Kenza yang kini sedang berulah dibawah sana. Menyentuh adik kecilnya yang begitu murahan dibalik selimut.
"Banana Kenzo berdiri!" Kenza bersuara serak. Khas bangun tidur.
"Banana?"
"Iya, penis Kenzo Kenza namain banana. Soalnya kayak gambar banana yang ada di susu indomilk punya Kenza." Ucap Kenza dengan mata tertutup. Ia semakin mendusel pada tubuh Kenzo.
"Bangun sayang, buka matanya!" Bisik Kenzo. Kali ini Kenza menurut, ia bangun dari tidurnya tanpa melepas banana Kenzo yang ia genggam.
Matanya masih terpejam beberapa detik sesaat setelah ia duduk, sedetik kemudian Kenza membuka lebar matanya dan menyibak selimut yang membungkus tubuh Kenzo.
Tak tanggung-tanggung gadis yang masih berusia 17 tahun itu memasukkan banana Kenzo yang mengacung tegak kedalam mulut mungilnya.
"Sayang!" Kenzo menganga tak percaya. Ini masih pagi, kenapa Kenza suka sekali membuatnya lemas begini. Tapi, Kenzo juga tak menolak.
Buktinya ia membiarkan gadisnya itu menghisap miliknya sesuka hati. Tangannya mengusap lembut rambut Kenza yang sehalus sutra.
"Arrghh!" Suara erangan dari Kenzo menandakan jika ia telah datang. Cairannya membasahi mulut Kenza hingga membuatnya belepotan.
Kenzo menarik Kenza kedalam dekapannya, gadis itu kini bersandar nyaman diatas tubuhnya.
"Nakal!" Ucap Kenzo menjilat mulut Kenza yang basah karena spermanya yang terbuang percuma.
"Suka banana aku?" Kenza mengangguk.
"Kenza suka banget sama banana Kenzo!"
"Kenapa?" Kenzo mengelus pipi Kenza yang tembem.
"Lucu, terus juga bisa keluar putih-putihnya. Terus banananya Kenzo juga bisa berdiri sendiri. Tempat pipis Kenza nggak bisa gitu loh."
Kenzo mengangguk, mengerti. Jadi itu alasannya kenapa Kenza selalu suka dengan burungnya yang selalu murahan.
"Love you!"
"Love you too!"
"Ayo mandi!" Kenzo menggendong Kenza didepan, seperti koala. Membiarkan gadisnya itu menggesekkan milik keduanya dibawah sana sesuka hati.
Well, sepertinya butuh waktu hanya untuk sekedar mandi.
****
Kenza menatap bangunan didepannya dengan mulut terbuka. Kata whoaa terucap begitu saja dari bibirnya. Setelah mandi dan sarapan Kenzo mengajaknya jalan-jalan.
Ia memutar tubuhnya menatap sekeliling. Bangunan megah ditengah hutan yang membuatnya berasa didunia lain. Seperti dicerita disney yang sering ia tonton.
"Wahhh, bagus banget! Kayak rumah di disney!"
Kenzo menggeleng, ia hanya tersenyum mendengar ucapan Kenza. Ia terus menarik tangan Kenza yang ia genggam, membawanya kedalam rumah dan membiarkan gadisnya itu melihat sekitar.
"Kenzo kita mau ngapain disini?" Kenza bertanya.
"Enaena!"
"ENAENA ITU APA?" Kenza ngegas. Ia masih tidak mengerti maksud kata enaena setiap Kenzo mengucapkannya.
Kenzo menatap Kenza lama, "Penis aku, aku masukin sini. Tempat pipis kamu." Kenzo mengusap lembut bagian bawah Kenza yang tertutup celana jins.
"YAODAH AYOK MASUKIN SINI!" Kenza makin ngegas.
"Lambenem!"
Kenza tertawa begitu Kenzo melepas ciumannya.
****
"Tuan muda!" Sapaan segan langsung menyapa Kenzo kala ia memasuki ruang bawah tanah.
"Bagaimana?" Kenzo menatap tembok didepannya dengan pandangan dingin. Seakan ada sesuatu dibalik tembok tersebut.
"Sesuai perintah tuan!" Kenzo menatap sosok didepannya dengan pandangan tidak terbaca.
Joseph, hanya satu nama. Lelaki berusia 30an yang papahnya kenalkan padanya saat ia berusia 10 tahun. Joseph seperti Paman Reno. Namun tugas mereka jelas berbeda. Jika Paman Reno membantunya mengelola perusahaan maka Joseph membantunya membunuh tikus kecil yang mengganggunya.
Joseph kemudian menekan tombol yang terpatri ditembok, hingga tembok yang semula berwarna putih itu kini berubah seperti sebuah layar.
Disana, dibalik tembok itu seorang wanita muda digilir secara sadis untuk melayani nafsu para lelaki bertubuh besar.
Tidak ada jeritan memilukan, yang ada hanya erangan penuh kenikmatan dari bibir si wanita maupun si pria.
"Perempuan itu sangat menikmati." Joseph berkomentar lirih. Ia tahu, wanita muda yang ada didalam sana adalah wanita yang sama yang telah ia potong kedua tangannya.
Fara, tikus kecil yang berani mengusik dunianya Kenzo. Jika tikus kecil tersebut menyakiti Kenza, maka Kenzo tak segan untuk membalasnya dua kali lipat.
Seperti saat Fara menarik tangan Kenza hingga memar, Kenzo akan membalasnya dengan memotong tangan yang sudah menyakiti tangan gadisnya. Begitupula dengan kejadian terakhir. Wanita muda itu berani mengusik Kenzo dengan menyebar poto palsu. Maka tidak heran jika saat ini Fara digilir banyak pria.
"Buang dia!" Kenzo berucap datar dan Joseph mengangguk menuruti perintah tuannya.
"Baik tuan!"
****
"Ngapain hn?" Kenzo memeluk Kenza yang berbaring di bawah karpet.
"Kenza lagi main game!" Kenzo mengangguk, ia kembali mengecup bibir gadisnya dan membiarkannya bermain game. Sesekali tangannya meremas gemas dua bukit kembar Kenza hingga mengeluarkan cairan asi yang tercetak jelas di balik tanktop putih tanpa daleman yang dipakainya.
"Ini!" Kenza menyerahkan ponsel tersebut kepada pemiliknya.
Kenzo mengerutkan dahi, tidak biasanya. "Udah?"
Kenza mengangguk, "Iya, Kenza mainnya udah selesai loh."
Kenzo mengangguk, ia kemudian meletakkan ponselnya diatas nakas dekat tempat tidur. Sejak dulu, ia tidak pernah memberi gadisnya itu ponsel. Satu ponsel sudah cukup untuknya. Gadisnya bisa meminjam ponsel padanya. Ia tidak ingin Kenza kecanduan gadget seperti anak jaman chigem.
Kenzo tidak risau jika ada bahaya yang mengancam Kenza sekalipun. Ia bisa dengan mudah mengetahui segala aktivitas Kenza melalui cincin yang melingkar apik dijari manis gadisnya yang telah ia pasang kamera cctv dan alarm bahaya jika ada yang berniat menyakiti gadisnya.
"Kenzo kerjanya udah?" Kenza bertanya.
"Udah sayang." Kenzo semakin mengeratkan pelukannya, ia tadi sengaja meninggalkan Kenza sebentar untuk menemui Joseph dengan alibi ia akan menyelesaikan pekerjaan kantornya.
"Mau nginep sini apa pulang?" Kenzo berbisik lirih, tepat ditelinga Kenza. Lidahnya tak tinggal diam. Menjilat telinga gadisnya hingga berwarna merah.
"Pulang. Kenza mau pulang!"
****
Kenzo membiarkan Brill dan Farel yang terus mengoceh, matanya tetap fokus menatap ponselnya, tak lama dirinya bangkit berdiri meninggalkan bangku kantin dan berlari keluar. Membuat tanda tanya untuk kedua sahabatnya.
"Kenzo napa woi?" Brill bertanya, ia tidak mengerti kenapa tiba-tiba sahabatnya itu berlari keluar kantin.
"Ikutin aja oi!" Mereka berdua akhirnya ikut berlari menyusul Kenzo yang entah dimana dirinya berada.
Dilain sisi, Kenza yang tengah mengantri siomay didepan gerbang sekolah Kenzo tidak tahu jika ada sebuah mobil yang melaju kencang kearahnya.
Ia dengan tatapan polos menatap siomay yang terlihat menggiurkan tanpa tahu nyawanya terancam.
"AWAS!"
"KENZA!"
"KENZO!"
"DIE!"
_______
TBC