Semua orang tidak bodoh, semua orang tidak juga pintar. Jadi, untuk apa ada kesenjangan? Kalau kita saja saling hina.
Hal paling eksklusif dari penantian yang akhirnya menemukan satu panggung.
Dimana rasa syukur hampir dilahap oleh puji yang alih-alih bakal jadi tuhannya.
Buah tangan dari keringat yang dibuat-buat dua kali lipat yang berteriak dahi berkeringat,
Hasik rampasan dari rezeki yang sengaja dijatuhkan, dihilangkan, demi tujuan tertentu. Tentunya, untuk diri sendiri. Agar? agar melahap semuanya.
Tak apa, kalau bukan serakah, bukan manusia namanya.
Mimik masygul disembunyikan lesung pipi pelan-pelan. Aku, yang tidak tertawa dalam hinaan dibalik mimik. Yang tidak mengerang waktu terserang, dan menjadi patung demi menyelamatkan.
Tidak, pun aku tidak ingin dikasihani, tidak juga angkuh.
Namun, salahkah jika sedikit saja aku membungkuk?
Tidak, aku bukan sedang tak bersyukur
Justru karena adanya beberapa persoalan, membuatku menjadi lebih berfikir dari apa yang ku lakukan semena-mena, menurutku.
Semua orang tidak salah, hanya langkahnya yang. kurang tepat. Semua orangpun tak sengaja menghardik atau berceloteh, tidak semua orang itu pintar, karenanya selaras adalah jalan pilihan di tengah tengadah, sekalipun lepas landas dari jati diri.
Aku hampir melupakan semuanya, tiap hal yang ku rangkak dengan alas kaki tanpa kaus kaki.
Tak apa, fikirku. Aku akan tertuding sebagai salah satu dari yang ku buat sendiri