Rintik-rintik halus dari air langit mulai berjatuhan pelan, menari-nari mengikuti ke mana angin berhembus.
Naara adalah keramik yang telah ditempa sedemikian rupa dan dimasukkan ke dalam tungku pembakaran, di sana ia menangis, entah sudah berapa lama ia berada di sana menahan penderitaan berharap suatu hari ia bisa keluar dan menjadi sebuah vas yang bernilai tinggi dan dianggap berharga.
Di ujung kesadarannya ia mulai berpikir bahwa perkataan Jenderal Thougha di masa lalu itu memang benar. 'Seharusnya kau tidak pernah lahir' ucapan itu sekarang terngiang di pikirannya.
Mata yang telah tepejam diam-diam mengalirkan air kesedihan, mengendap-ngendap membasahi sisi wajahnya yang bersender di dada gadis yang saat ini memeluknya.
{'Naara, apapun yang terjadi kau harus hidup.'}
Sekarang jiwanya berdiri di sebuah tempat di masa lalu, di sana ia melihat tangisan Isura saat berteriak pada adik kecilnya yang berlari di bawah badai.