Sekembalinya Saga dari kantor, pria itu menatap nyalang ke dalam kamar. Ia melihat kamarnya telah berantakan bagaikan kapal pecah. Dengan Alisa yang terduduk di lantai sambil menangis. Wanita itu menatap Saga kemudian.
"Apa yang kau lakukan di kamarku, hah!" teriak Saga. Pria itu langsung mendekat pada Alisa. Segera ia raup wajah cantik itu dan membuat Alisa meringis.
"Berani-beraninya kau mengacak kamarku seperti ini. Cepat bereskan kembali!" Saga memerintahkan Alisa untuk membereskan kamarnya. Saga ingin wanita itu bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Namun, perintahnya ditolak mentah-mentah oleh Alisa.
Alisa menggeleng kuat dan menolak perintah Saga. Membuat pria itu naik pitam dan menatapnya nyalang. Bukan Saga namanya kalau tak berhasil membuat wanita itu menurut dengan perintahnya.
Saga lebih mendekat lagi padanya, membuat Alisa tampak memundurkan langkah. Dengan cepat, Saga meraih pinggul Alisa dengan kencang. Sang wanita sontak memandangnya dengan pandangan tak suka.
"Cepat bereskan, atau kau akan kuhukum dengan bercinta denganku ...." Alisa meneguk salivanya dengan kasar. Wanita itu tentu saja tak mau bercinta lagi dengan Saga. Maka, dengan berat hati ia harus bertanggung jawab membereskan kamar ini dari pada harus menerima permainan dari Saga.
Saga menurunkan tangannya dari pinggul Alisa, membiarkan wanita itu perlahan-lahan mulai melakukan aksinya. Saga hanya bisa memandangnya dengan senyum seringaian. Betapa dengan mudahnya ia menyuruh Alisa seperti ini hanya dengan ancaman kecil. Maka, Alisa pun bertekuk lutut padanya.
Alisa mulai merapikan bantal, guling, dan seprai yang berserakan di bawah. Wanita itu sesekali melirik Saga yang tengah berkacak pinggang. Saga hanya bisa memandang semua ini dengan senyuman lebar. Pasalnya, ia sangat suka melihat Alisa seperti ini.
"Rapikan dengan benar. Persis seperti apa yang kau lihat pertama kali ke sini," ucap Saga. Tetap memberi perintah pada Alisa, agar kamarnya rapi seperti saat pertama kali Alisa datang ke sini.
Namun, Saga mendapat tatapan nyalang dari Alisa. Tak serta merta membuatnya jadi takut, justru Saga semakin semangat untuk membuat wanita itu tambah menderita. Ia ingin Alisa bersikap lebih sopan lagi padanya dan tak pernah membangkang. Sebentar lagi, ia akan mempersunting Alisa, maka wanita itu harus dibiasakan untuk menuruti semua ucapannya.
Sedari tadi, Saga terus memperhatikan Alisa yang sedang membereskan kamar. Merasa risih, akhirnya Alisa pun mendekat ke arah Saga. Wanita itu tak suka diperhatikan seperti ini olehnya.
"Kenapa?" tanya Saga saat Alisa sudah ada di hadapannya.
"Bisa tidak ... kau tak usah memandangku seperti ini terus?" Namun, Saga hanya tertawa mendengar ucapan Alisa.
"Memang kenapa? Apa yang salah padaku? Atau justru kau yang mulai terlihat grogi?" ucap Saga sambil meledek. Alisa pun melototkan matanya mendengar ucapan Saga. Mana mungkin dirinya grogi hanya karena hal ini. Ada-ada saja!
Merasa hanya dibuat seperti lelucon saja ucapannya, Alisa pun berpaling dari Saga dan menjauh. Alisa ingin melanjutkan lagi membereskan kamar itu yang hanya tinggal sedikit.
"Apa-apaan dia bilang seperti itu? Apa, grogi katanya? Bullshit!"
Kini, ranjang Saga sudah tertata rapi karena dibereskan oleh Alisa. Tak ada lagi yang berserakan di lantai. Bantal yang tadi terjatuh di bawah, ditepuk-tepuk oleh Alisa dengan tangannya sendiri agar tak berdebu, begitu pun dengan guling.
Sedari tadi, Saga hanya berdiri di depan pintu masuk kamar. Memperhatikan gerakan Alisa yang cekatan membersihkan kamarnya. Maka, ia pun berniat akan mendekat pada wanita itu. Dengan langkah panjangnya, Saga pun sudah ada di hadapan Alisa.
"Makanya ... kalau kau berulah lagi seperti ini, harus tanggung jawab!"
"Memang aku salah apa hah?!"
"Masih tak merasa salah?" tanya Saga pada Alisa. "Kau sudah mengacak-ngacak kamarku, apa tak merasa bersalah?" Alisa hanya diam saja.
Pertengkaran mereka layaknya kucing dan tikus. Di mana pun mereka berada, akan selalu seperti ini. Harus ada salah satu di antara mereka yang akan mengalah. Kalau tak, maka tak akan ada kata damai. Sama seperti Saga dan Alisa. Alisa harus mengalah dengan ucapan pria itu, karena dirinya tak mau dibuat yang macam-macam oleh Saga.
'Aku melakukan semua ini karena tak mau berurusan lebih besar lagi padamu! Dasar Tuan arogan!'
"Kenapa kau menatapku seperti itu?" Saga bertanya pada Alisa, kenapa wanita itu memicingkan mata padanya.
"Bukan urusanmu!" Alisa pun menjauh dari hadapan Saga.
Refleks, Saga langsung menarik pergelangan tangan Alisa dan menempelkan bibirnya pada wanita itu. Alisa terkejut bukan main mendapat perlakuan Saga seperti ini. Ia bersikeras untuk menolak, tapi Saga mendorong kepalanya agar ciuman itu semakin dalam.
Akhirnya, Alisa pun tak melawan, ia hanya membiarkan Saga tetap melakukan ciuman itu. Alisa membuka sedikit mulutnya agar Saga bisa merasainya lebih dalam lagi.
Tanpa pikir panjang, Saga langsung memasukkan lidahnya ke dalam mulut wanita itu. Saga ingin lebih merasai rongga mulut Alisa dan mengabsennya setiap inci demi inci.
Perlahan-lahan, tangan Saga mulai bergerak liar menuju ke dua buah bukit kembar milik Alisa dan mulai memberi kepuasan pada wanita itu. Terdengar suara-suara cinta yang merdu keluar dari mulut Alisa, membuat Saga jadi semangat.
Pria itu masih asyik melakukan ciumannya dan tangannya masih berada di puncak bukit kembar. Sesekali, Saga memainkan dua buah benda itu tanpa ragu. Alisa pun tak berontak, aneh. Wanita itu ternyata menikmatinya juga.
Semakin lama, Alisa merasa terbuai oleh sentuhan Saga yang bisa memainkan area sensitifnya. Saga sangat lihai dalam hal ini. Pria itu masih tak ingin melepaskan bibirnya dari sana. Ciuman mereka berdua semakin panas. Namun, Saga berusaha untuk tak melakukan hal ini secara berlebihan. Ia ingin sebatas ciuman saja. Mengingat pada kejadian yang dulu, waktu ia melakukan penyatuan pada Alisa.
Saga dengan gemas masih memegang kedua benda kenyal nan besar milik Alisa. Pria itu tanpa ragu memainkannya. Alisa sesekali mengeluarkan suara yang begitu memancing dirinya untuk melakukan lebih.
Pria itu melepaskan ciumannya dari bibir Alisa. Saga menatap mata Alisa yang terpejam. Ia pun tersenyum.
"Kau menikmatinya? Hmm ... begitukah?" tanya Saga kemudian, karena ia mendapati Alisa yang tengah terpejam.
"A–aku ...."
"Mau lagi?" tanya Saga pada Alisa. Namun, wanita itu tak menjawab sama sekali. Melakukan penolakan pun tak terdengar keluar dari bibir mungilnya. Maka, Saga menganggap Alisa setuju saja dengan hal ini. Saga mulai menempelkan lagi bibirnya pada bibir Alisa.
Menggigit bibir itu dengan penuh cinta. Alisa juga tengah membuka mulutnya, sama seperti yang ia lakukan tadi. Maka, membuat Saga lebih leluasa untuk menjelajahi area mulut Alisa. Tangan Saga memegang pinggul Alisa dengan penuh mesra. Mereka pun sama-sama lupa waktu pada akhirnya. Baik, Alisa dan Saga tak berhenti begitu saja.