アプリをダウンロード
8.04% You and My Destiny / Chapter 26: Berjuanglah Selagi Bisa

章 26: Berjuanglah Selagi Bisa

Kriiingg....

Bel sekolah berbunyi nyaring tanda bahwa kegiatan belajar mengajar hari ini telah usai. Seluruh kelas yang ada di SMA Harapan Bangsa itu menjadi riuh dan satu per satu para murid keluar berhamburan dari kelas mereka masing-masing. Termasuk kelas Arin dan Elsa.

Kedua siswi itu keluar dari kelas mereka sambil tertawa kecil karena perbincangan ringan mereka berdua, namun tiba-tiba tangan Arin di tarik kasar oleh seorang siswa yang tak lain adalah Raka.

Raka menarik Arin untuk pergi menjauh dari keramaian dan juga meninggalkan Elsa yang masih linglung di depan kelas nya.

Sebenarnya Elsa ingin mengikuti Raka dan Arin, namun ia mengurungkan niatnya karena malas ikut campur masalah rumit yang di hadapi oleh Arin. Jadi, Elsa memutuskan untuk pergi pulang lebih dahulu tanpa memikirkan apa yang akan di lakukan Raka pada Arin.

Sementara Rayvin menghimpit tubuh Arin pada dinding samping gudang yang sepi.

"Apa apaan sih lo? Gila, ya? Lepasin gue!" bentak Arin dan berusaha untuk menghindari Rayvin.

"Gak semudah itu. Lo... Harus dengerin apa yang mau gue omongin sama lo!" ucap Rayvin dengan tegas dan penuh penekanan.

"Sialan ya lo. Mau apa sih? Mau bahas soal Vania lagi? Gue gak mood buat berantem sama lo gara gara cewek sialan itu!" sarkas Arin bertubi-tubi.

Rayvin pun tersenyum remeh mendengar ocehan tak ber faedah dari Arin. Remaja tampan itu pun ber-sendekap sambil memandang Arin dengan tatapan yang aneh.

Hal ini tentu saja membuat Arin sedikit risih dan tak suka ketika Rayvin menatap nya seperti itu.

"Gausah lihatin gue begitu. Nyebelin banget sih jadi orang!" sarkas Arin kesal.

"Lo serius?" tanya Rayvin dengan sinis.

"Serius apaan? Kalau nanya yang jelas," ketus Arin.

Sungguh, Arin benar benar di buat kesal oleh Rayvin karena membuatnya berpikir dengan pertanyaan Rayvin yang menggantung itu.

"Serius lo masih suka sama Raka?" kini Rayvin bertanya dengan jelas.

Arin memutar kedua bola matanya malas, "iya lah, emang kenapa gue bela belain berantem sama Vania kalau bukan karena gue masih suka sama Raka? Gila apa," jawab nya kemudian.

Siswi cantik itu ber-sendekap santai, kemudian menatap Rayvin dengan intens.

"Emang nya kenapa? Lo mau paksa gue buat berhenti gangguin Vania lagi? Jangan mimpi ya!" sambung Arin tegas.

"Enggak, gue cuma kasian aja sama lo karena Raka udah lupain lo dan udah bener bener gak mau deket sama lo lagi," sahut Rayvin santai.

"Terus, apa kabar sama lo? Lo sendiri juga sama kan? Suka sama Vania, tapi kenyataan nya si cewek sialan itu nggak suka sama lo,"

Rayvin menaikkan sebelah alisnya, "nggak masalah bagi gue, seenggaknya gue gak maksa dia buat suka sama gue,"

"Jadi, intinya sekarang lo mau bilang kalau gue egois karena gue maksa buat balikan sama Raka? Keterlaluan banget sih lo!" geram Arin.

"Padahal gue nggak bilang kayak gitu," sahut Rayvin sambil tersenyum miring penuh kemenangan.

"Sialan ya lo. Lo lihat aja nanti, kalau lo ngerasain yang namanya sakit hati, lo juga pasti bakalan tau gimana rasanya berperang sama perasaan yang ada di dalam diri lo sendiri," omel Arin.

Siswi itu memicingkan mata nya tajam menatap Rayvin. "Kalau suatu saat lo patah hati, gue bakalan jadi orang pertama yang nge-tawain lo sekencang kencangnya!" sambungnya penuh penekanan.

"Ck, gue nggak selemah itu," cebik Rayvin.

"Oh, ya? Kita lihat aja nanti!" pungkas Arin dan segera berlalu meninggalkan Rayvin sendirian.

Rayvin memandang punggung Arin yang perlahan semakin menjauh. Remaja laki laki itu masih terdiam di tempat nya dan merenung sesaat.

Yang di katakan oleh Arin memang ada benar nya, memang sampai kapan Rayvin akan terus mengejar Vania yang sama sekali tidak memiliki perasaan padanya? Kali ini sepertinya Rayvin benar benar harus mendekati Vania lebih serius sebelum semuanya terlambat.

"Apapun hasilnya nanti, setidaknya aku harus berani mencoba!" ucap Rayvin dengan mantap.

Remaja tampan itu pun segera berlalu dari depan gudang kosong dan pergi menuju parkiran sekolah. Dengan wajah datar Rayvin berjalan menyusuri koridor sekolah. Seperti biasanya sepanjang perjalanan dia selalu menjadi pusat perhatian oleh beberapa siswi yang masih ada di sekolah saat itu.

Tanpa menoleh kanan kiri, Rayvin terus berjalan sambil sesekali membenarkan tas sekolah yang ia bawa di pundak kiri nya. Ya, benar benar menambah kesan cool bagi seorang Rayvin Katuari.

Hingga beberapa langkah kemudian, sepasang mata Rayvin menangkap sosok siswi yang tak asing baginya. Tidak lain dan tidak bukan, dia adalah Vania yang sedang berdiri di depan kelasnya, Sendirian.

Tanpa berpikir panjang, Rayvin pun segera menghampiri Vania. Berniat untuk bertanya atau bisa lebih berharap untuk mengajak Vania pulang bersama.

"Kamu belom pulang?"

Pertanyaan dari Rayvin membuat Vania mengalihkan perhatian nya dari ponsel yang sedari tadi ia mainkan.

"Eh, Kak Rayvin..." sahut Vania sambil tersenyum ramah.

"Masih nunggu siapa? Nunggu jemputan atau ada janji sama Dara dan Vivi?" tanya Rayvin lagi karena penasaran.

Rayvin celingukan melihat sekeliling untuk memastikan bahwa Vania memang sedang sendiri dan tidak menunggu siapapun.

"Enggak, aku nggak lagi nunggu siapa siapa sih. Cuma, supir aku lagi jemput Papa di bandara, jadi kayaknya aku pulang agak nanti, gitu..." Jelas Vania pada Rayvin.

Rayvin pun tersenyum tipis. "Mau aku antar pulang?" tawar nya kemudian.

Vania menggelengkan kepalanya. "Enggak usah, Kak. Aku nggak mau ngerepotin kakak lagi," tolak nya dengan sopan.

"Nggak apa apa. Aku sama sekali nggak keberatan ataupun merasa di repotin juga, kalau kamu nggak sibuk juga mau nemenin aku buat cari kado?" tanya Rayvin penuh harap.

Vania terlihat berpikir sejenak, kemudian melihat sekeliling sekolah yang memang sudah hampir sepi dan hanya ada beberapa siswa siswi yang sedang piket. Remaja cantik itu pun mengangguk mengiyakan ajakan Rayvin tanpa ragu lagi.

"Memangnya mau cari kado buat siapa?" tanya Vania penasaran.

"Keponakan aku, besok dia datang. Lama nggak ketemu, jadi pengen aja gitu kasih hadiah ke dia," jawab Rayvin apa adanya.

Sebenarnya Rayvin juga tidak berniat untuk memberi hadiah pada keponakan nya, namun sepertinya hanya itu alasan yang ada di pikiran Rayvin supaya memiliki kesempatan untuk pergi bersama dengan Vania.

Hari ini Rayvin cukup senang karena tidak ada Raka di samping Vania. Rayvin tau bahwa rumah Vania dan Raka itu satu arah, maka dari itu sebenarnya Rayvin juga berpikir kenapa Raka tidak mengajak Vania pulang bersama dengan nya.

Di sisi lain memang ada keuntungan tersendiri dari semua ini.

"Ya udah kalau gitu. Ayok!" ajak Vania antusias.

Sementara Rayvin masih terdiam melamun sambil tersenyum tanpa sadar.

"Kak?" panggil Vania seraya menoel lengan Rayvin.

"Eh? I-iya, ayok!" sahut Rayvin yang kemudian membuntuti Vania dari arah belakang.

Senyuman manis pun mengembang lebar di kedua sudut bibir Rayvin. Ia benar benar senang meskipun hanya pergi untuk membeli sebuah hadiah yang sebenarnya tidak terlalu penting baginya.

"Apapun yang terjadi, selama janur kuning belum melengkung dan Mbak Via Vallen belum manggung... Siapapun bebas menikung!" gumam Rayvin tersenyum menyeringai.

***

....


章 27: Alasan Hadiah Yang Membahagiakan

Motor Rayvin terparkir rapi di tempat parkir sebuah toko sovenir dan berbagai barang pernak-pernik. Dengan hati-hati Vania turun dari atas motor sport berwarna hitam itu. Kemudian merapikan rambutnya yang sedikit berantakan karena mengenakan helm.

Rayvin dengan sabar menunggu Vania yang masih sibuk dengan kaca spion nya itu. Senyuman tipis menghiasi wajah tampan Rayvin. Sesaat kemudian, Vania menoleh melihat Rayvin karena menyadari bahwa Rayvin menyunggingkan senyum.

"Apa ada yang lucu? Kenapa Kak Ray ketawa?" tanya Vania sambil mengerutkan keningnya heran.

"Enggak, siapa juga yang ketawa? Orang aku cuma senyum doang," elah Rayvin masih dengan ekspresi yang sama.

Vania mempoutkan bibirnya lucu. Gadis cantik itu menyingkap rambut panjang nya dan merapikan poni nya yang sedikit lusuh.

"Udah cantik tau," puji Rayvin sambil meletakkan helm nya di atas motor.

"Iya, kan aku cewek," sewot Vania.

"Aku juga tau kalau kamu cewek," sahut Rayvin dengan nada mengejek.

"Ya terus?"

"Makanya aku bilang kamu cantik, kalau aku bilang kamu ganteng, gimana?" ejek Rayvin sambil terkekeh kecil.

"ih, sejak kapan Kak Ray jadi nyebelin kayak gini? Kesel aku," gerutu Vania.

"Udah gak usah ngambek, ayo masuk," ajak Rayvin sambil menggandeng tangan Vania dengan lembut.

Vania terdiam sejenak, kemudian melihat tangannya yang di gandeng oleh Rayvin. Ada perasaan aneh dalam benaknya, namun dengan segera ia menyingkirkan pikiran tak masuk akal yang sedang membayangi dirinya.

Bukan karena itu Rayvin, namun Vania justru membayangkan bahwa yang sedang menggandeng tangan nya adalah Raka, bukan Rayvin.

"Sadarkan dirimu Vania, dia Kak Ray ... Bukan Raka!" batin Vania.

Remaja cantik itu menggelengkan kepalanya ribut dan segera berjalan karena Rayvin sudah menatapnya dengan bingung. Sesaat kemudian Vania tersenyum canggung karena Rayvin yang tiba tiba juga tersenyum melihat dirinya.

***

Di dalam toko, Vania sibuk memilih barang apa yang cocok untuk di berikan kepada keponakan nya Rayvin. Namun, Vania baru menyadari satu hal. Ia belum tau keponakan Rayvin itu laki laki atau perempuan.

Sementara Rayvin justru diam sambil ber-sendekap santai memandangi Vania yang sedang sibuk memilih beberapa barang. Vania pun menoleh kebelakang melihat Rayvin.

"Tunggu sebentar, aku belum tau keponakan Kakak itu laki laki atau perempuan," ucap Vania dengan polosnya.

"Perempuan," sahut Rayvin singkat.

"Berapa usia nya?" tanya Vania sambil menoleh lagi melihat beberapa barang yang berwarna pink di hadapan nya itu.

"Dia baru kelas 1 SD," jawab Rayvin apa adanya.

"Oh, ya? Itu artinya dia masih suka bermain boneka kan? Kenapa tidak di belikan boneka saja?" Vania mendongakkan kepalanya melihat Rayvin yang memang tubuh nya lebih tinggi darinya.

Rayvin memutar kedua bola matanya terlihat berpikir sejenak. Memang ada benarnya yang dikatakan oleh Vania, tapi sayangnya keponakan Rayvin itu seperti Dara. Sedikit nakal, dan sangat tomboi.

Tanpa menunggu jawaban dari Rayvin, Vania langsung berjalan menghampiri rak-rak yang mamajang banyak boneka cantik dan lucu. Bukannya memilih kan untuk keponakan Rayvin, Vania justru memilih boneka yang menurutnya sangat pas jika ia peluk ketika sedang tidur.

Ya, Vania adalah gadis feminim yang sudah pasti dia suka dengan hal hal menggemaskan. Seperti boneka, bunga ataupun coklat. Vania tipe gadis yang bahagia dengan cara sederhana. Apapun yang ia dapatkan selalu ia syukuri sepenuh hati tanpa ia mengeluh sedikitpun.

Sementara Rayvin masih terus diam dan tersenyum melihat Vania yang terlihat sangat bahagia karena melihat banyaknya boneka cantik yang terpasang di rak besar itu.

"Gimana kalau yang ini?"

Vania menenteng boneka beruang berwana putih berukuran besar itu dan menunjukkan nya pada Rayvin sambil tersenyum lebar.

"Apa enggak terlalu gede?" tanya Rayvin pada Vania dengan ragu.

Vania menggelengkan kepalanya kuat. "Enggak, ini udah pas banget. Aku suka!" Serunya.

Sedetik kemudian Vania menggelengkan kepalanya ribut. "Eh, m-maksdunya aku itu... Ini keponakan kamu pasti suka," ralat nya dengan panik.

"Kalau kamu mau ambil aja, kita cari hadiah lain buat keponakan aku," sahut Rayvin santai.

Dengan cepat Vania langsung mengembalikan boneka itu ke tempat nya semula.

"Nggak, boneka aku udah banyak. Gak perlu itu aku," ucap nya bohong.

Vania memang mengatakan tidak, namun manik cantik nya itu tidak lepas dari boneka yang sudah bersender lagi di tempat nya. Hal ini benar benar membuat Rayvin semakin gemas dengan Vania. Sepertinya Rayvin jatuh cinta lagi pada Vania hanya karena tingkah konyol gadis cantik itu.

Beberapa saat kemudian, Vania langsung menarik tangan Rayvin untuk pergi dari area boneka tersebut. Kini Vania sudah pasrah pada Rayvin yang mau membelikan hadiah untuk keponakan nya itu.

Dan pilihan Rayvin justru jatuh pada pesawat remot yang berukuran sedang.

"Lah, kok malah beli pesawat remot sih? Buat apaan coba?" tanya Vania tak paham.

Rayvin menyunggingkan senyum tipis. "Dia anaknya tomboi, jadi nggak akan tertarik kalau di beliin mainan boneka atau segala macam pernak pernik kayak yang kamu pilih in tadi," jawabnya sambil terkekeh.

Vania menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan tersenyum canggung. "Y-ya kan aku nggak tau keponakan Kakak kayak gimana," ucapnya malu.

"Udah, nggak apa-apa. Aku emang niatnya ajak kamu buat nemenin aku doang. Aku nggak minta kamu buat pilih in hadiah buat dia kan?" tutur Rayvin yang mana membuat Vania semakin tak karuan menahan malu.

Vania langsung membuang muka saking malunya, ia tak mau menatap Rayvin dan segera keluar dari toko itu lebih dahulu. Sementara Rayvin yang melihat itu hanya bisa terkekeh dan langsung menuju kasir untuk membayar mainan pesawat remot yang ia beli.

Sementara Vania tak bisa diam dan menendang nendang pot bunga besar yang ada di depan toko. Gadis itu benar benar tidak ingat dengan ajakan Rayvin yang memang hanya sebatas mengajak nya, bukan untuk meminta bantuan darinya memilihkan hadiah untuk keponakan Rayvin.

"Aish, dasar aku!" gerutu Vania sambil mengacak poninya karena kesal.

Rayvin yang melihat itu dari balik pintu kaca toko tertawa kecil. "Vania Vania, lucu banget sih," gumam nya.

Rayvin segera keluar dari toko dan menghampiri Vania. "Eh, udah kak?" tanya nya basa basi.

"Udah kok. Ayo, kita makan dulu," ajak Rayvin sambil memberikan helm pada Vania.

"T-tapi, ini udah mau magrib," ucap Vania terbata.

"Ya maka dari itu, istirahat dulu. Gimana?" tanya Rayvin.

Vania pun mengangguk mengiyakan. "Iya deh, aku nurut aja," putus nya kemudian.

"Ya udah naik. Hati hati..." Pinta Rayvin.

Vania pun segera naik ke atas motor dengan hati hati dan berpegangan erat pada tas sekolah Rayvin yang ada di belakang punggung remaja tampan itu. Beberapa saat kemudian motor itu pun melaju meninggalkan kawasan toko sovenir.

Tanpa mereka sadari, ada beberapa siswi dari sekolah lain yang memperhatikan mereka. Mereka pun mulai bergunjing karena Rayvin dan Vania benar benar terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang jalan bersama.

"Kapan aku punya cowok keren kayak gitu?" tanya seorang siswi pada teman yang berdiri di sampingnya.

"Entahlah, aku pun... Tak tahu..." sahut sang teman dengan nada yang di buat buat.

"Ck, ngeselin banget sih," gerutu siswi itu.

"Udahlah, emang menghayal itu paling bener. Gak usah berharap yang enggak-enggak," tutur teman nya merasa paling benar.

"Iya in, biar girang!" pungkas siswi itu dan berjalan cepat meninggalkan teman nya di depan toko.

****


Load failed, please RETRY

ギフト

ギフト -- 贈り物 が届きました

    バッチアンロック

    目次

    表示オプション

    バックグラウンド

    フォント

    大きさ

    章のコメント

    レビューを書く 読み取りステータス: C26
    投稿に失敗します。もう一度やり直してください
    • テキストの品質
    • アップデートの安定性
    • ストーリー展開
    • キャラクターデザイン
    • 世界の背景

    合計スコア 0.0

    レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
    パワーストーンで投票する
    Rank 200+ パワーランキング
    Stone 0 推薦チケット
    不適切なコンテンツを報告する
    error ヒント

    不正使用を報告

    段落のコメント

    ログイン

    tip 段落コメント

    段落コメント機能がWebに登場!任意の段落の上にマウスを移動し、アイコンをクリックしてコメントを追加します。

    また、[設定]でいつでもオフ/オンにすることができます。

    手に入れました