アプリをダウンロード
75% Patah Paling Parah / Chapter 27: Ditolong Satu Kali

章 27: Ditolong Satu Kali

Setelah menyelesaikan makannya mengobrol bersama dengan Sinta. Anak itu cukup sopan meskipun awalnya menatap dengan wajah tidak suka.

"Kamu kuliah Sinta?" ucap Atmaji basa-basi.

Hanya anggukan kepala yang ditunjukkan. Sinta mencoba mengalihkan pembicaraan, "Om, beneran suka sama Mama?"

Deg! Perlahan dihembuskannya napas kecil melalui mulut, gemuruh hatinnya mulai tidak tenang. Dalam ketegangannya ia mencoba membenarkan posisi duduk dengan menetapkan bahu. Rasanya seperti sedang melamar seorang ibu dari anaknya, hehe. Panas dingin sedikit terasa di sekujur tubuh.

"Iya, Om sangat ingin menjadikan ibumu sebagai istri dan kamu anak angkat," sahutnya dengan kaki bergetar.

"Yakin, bisa memenuhi kebutuhan kami?"

"Iya, insyallah."

Anggukan disertai dengan jawaban mantap itu sepertinya bukan main-main. Mitha yang langsung mengambil alih, "Mas, kalo begitu mari kita cari Ndari. Sekalian untuk membicarakan pernikahan kita," usulnya manis.

Senyum sumringah terpampang indah di wajahnya. Sorot mata itu, benar-benar menunjukkan bahwa dirinya sangat bahagia luar biasa.

"Kalian mau ikut, ayo!" ajaknya tanpa keraguan.

Mereka pun masuk dalam satu mobil, sesuai saran Mitha, pertama menuju taman-taman terdekat.

"Kamu yakin Mith, mereka ada di taman?" Tangannya masih sibuk menyetir sembari mengamati jalan tanpa menoleh ke arah yang diajaknya bicara.

"Ya enggak sih, Mas. Cuman siapa tahu aja dia di sana soalnya kalo mingguan taman ramai."

"Coba aja, Om."

"Iya, Sinta."

Tak lama mereka sampai dan masing-masing berpencar, sebenarnya Sinta tak suka ikutan mencari Ndari. Sebab, baginya menambahi pekerjaan saja, apalagi di hari libur seperti ini. Benar-benar sialan itu anak. Awas nanti kalo sampai ketemu.

***

Di sisi lain, Ndari masih bersiteru dengan Miko tentang cowoknya yang selingkuh tetapi tak mengaku.

"Sayang, aku udah menjelaskan jadi sekarang terserah kamu mau percaya apa tidak. Intinya, cewek tadi cuman mencari kesempatan saat aku tolong dengan mengaku menjadi selingkuhanku."

Mata Ndari memelotot, pemuda itu langsung diam spontan mengalihkan pandangannya. Susah membuat cewek percaya dengan apa yang dikatakan. Bohong disuruh jujur, giliran jujur dianya malah enggak percaya. Ohhh, Tuhan.

"Oke, apapun yang terjadi kamu salah karena sudah meninggalkanku sampai luka begini."

"Oke, aku minta maaf."

"Minta maaf itu gampang, harus ada syaratnya." Di sini Ndari mulai menggunakan kesempatan ini agar tidak sia-sia.

Cowok itu sudah gelisah dengan rencana apa yang ada di benak kekasihnya. Akan lebih bahaya lagi jika sengaja menolak syarat yang diajukan. Bisa-bisa dirinya dituduh selingkuh beneran.

"Syaratnya apa?"

"Bilang sama Ayah kamu kalo aku mau nginep tiga hari lagi," serunya girang.

"Hah! Jangankan tiga hari, nambah satu hari saja belum tentu dibolehkan. Lagian kamu enggak bawa baju ganti juga, toh."

"Halah, bilang aja kamu enggak mau mengabulkan permintaanku."

Ndari merajuk. Kali ini tak sengaja saat menoleh melihat sosok yang tak asing. Ya, Tante Mitha. Ngpain wanita jahat itu ada di taman ini? Waduh, gawat kalo ketahuan dan dilaporkan Ayah.

Langsung saja dia menyambar tangan Miko untuk ditarik mendekat, "Miko ayo pulang cepet. Jangan lama-lama di sini. Bahaya!"

"Ih, kamu kenapa sih, kok kayak ngelihat hantu aja?" Heran dengan perubahan mendadak wajah kekasihnya.

"Sudah ayo cepet ... hidup montormu, ayo!" serunya sembari memukul-mukul.

"Iya, iya sabar."

Tante Mitha shock, tak percaya sepasang kekasih yang baru saja melintas di depannya adalah orang yang dia cari. Lantas bergegas dirinya mengikuti dan menelpon Atmaji sekaligus Sinta untuk merapatkan.

"Mith, kamu beneran lihat Ndari? Enggak salah orangkan?" teriaknya tergopoh-gopoh mendekat ke arah wanita itu.

Karena Mamanya yang begitu heboh, seperti menemukan emas membuat Sinta ngos-ngosan mendekat. Lihat Ndari saja seperti melihat harta karun, "Haduh... ayo kita kejar Om. Mumpung belum jauh!"

"Iya, ayo!" Mereka masuk kembali dalam mobil.

Sepanjang jalan Ndari terus menepuk-nepuk pundak cowoknya, sembari terus menoleh ke belakang. Takut jika dikejar, soalnya lagi mereka harus melewati lampu merah yang berhenti.

"Haduh, kenapa sih harus lampu merah. Kenapa sih, kamu enggak cari jalan lain aja?"

"Kamu tenang dulu, kamu itu kenapa sih."

"Tadi aku lihat Tante Mitha natal wajahku. Aku takut kalo dia ngejar dan dipaksa pulang," sahutnya gelisah.

Diam-diam Miko mengamati kaca spion, tepat di belakangnya ada mobil hitam terlihat begitu buru-buru. Eh, tak lama sosok wanita keluar dari jendela kaca sembari teriak.

"Itukan Tante Mitha?" tunjuknya ke kaca spion.

"Ya Tuhan, ternyta dia sama Ayah. Gawat, apa aku harus turun ini?" Degup jantung semakin berdetak cepat.

"Woy, Ndari!" teriak Atmaji tak malu diperhatikan banyak orang.

Idih, Sinta yang mengamati tingkah Mamanya ikut malu. Ngapain sih, mama pakai mempermalukan diri segala? Kan jadi tambah malu-maluin. Mana semua pada tertuju pada mobil yang dinaiki.

'Aaargghhh .... Mama sama Om Atmaji sama aja tingkahnya. Memalukan!' hardik Sinta dalam batin.

"Tenang, bentar lagi hijau!" Miko langsung menarik gas montirnya selanjutnya mungkin saat lampu lalu lintas itu berubah warna. Sampai-sampai, Ndari memejamkan mata sebab angin yang masuk membuatnya pedih.

Ndari terasa mambuk berat, sampai sempoyongan saat turun dari sepeda montor. Tubuhnya terjatuh di halaman rerumputan rumah Miko. Terbatuk-batuk dan merasakan pening luar biasa. Baru kali ini dibawa gebut kekasihnya. Dadanya masih kembang kempis, untuk saja kedunya baik-baik saja.

"Kamu enggak papakan?" tanya Miko mendekat.

"Rasanya mau mati," sahutnya langsung.

"Ayo masuk. Sini aku bantu."

Tangan Ndari melambai menyerah, "Istirahat sebentar!"

"Lihat kamu duduk di rumput, Sayang."

"Biar aja asal enggak kotor. Kepalaku rasanya muter-muter," ucapnya sembari memegangi.

Miko langsung mendekat, turut berjongkok memganginya. Cukup lama, sampai pening yang dirasakan mereda hilang. Wanita itu kembali sadar dan mentap Miko dengan wajah jutek.

"Kenapa bawanya selaju itu sih, gimana kalo kita mati. Bahaya tahu!"

"Kan kamu sendiri yang nyuruh tadi...." sahut Miko melunak tak ingin bertengkar.

"Iya deh, aku yang salah," ucapnya seraya berdiri bangkit, "tapi ingat ya, kamu harus penuhi persyaratan tadi!"

Miko langsung mati kutu, diam mengingat kembali saat membawa wanita itu diam-diam dirinya menerima tamparan. Sepertinya kali ini ayah tidak akan setuju. Ndari mencoba tersenyum agar kekasihnya ikut senyum. Namun, nyatanya Miko hanya diam meninggalkan dan masuk lebih dulu.

"Mik, tunggu!" teriak Ndari seperti anak kecil yang ditinggal kakaknya pergi.

Tepat di ruang tamu, Ayah Miko tampak sibuk dengan gawai miliknya. Namun, setelah menyadari kedatangan kami beliau langsung menyambutnya.

"Lho, kalian sudah datang," sambutnya antusias, "Dari mana saja?"

"Dari taman, Om." Ndari menyahut dengan malu-malu.

"Sini-sini duduk," ajaknya ramah.

Tampak pria bertubuh besar itu menikmati rujak, "Ayo Ndari dicoba.. tadi Om beli pas ada kebetulan lewat."

"Hehe.. enggak usah, Om."

"Enggak suka rujak, ya?"

"E, ... pedes hehe." tolak Ndari sopan dengan menyatakan alasan, padahal aslinya dia suka hanya saja sungkan untuk menyicipinya.

Om Pram tampak mengangguk-anggukan kepala. Ndari bingung, melihat Miko yang tak kunjung duduk sampai dia mengawai memberi kode untuk duduk di sampingnya.

"E- Ayah, boleh ngomong sesuatu?" ucapnya langsung mengambil posisi duduk tepat di hadapannya.

"Ngomong aja," sahutnya kalem.

Ndari malah panas dingin, tak sanggup untuk mendengarkan bagaimana nanti tanggapan Om Pram. Hatinya terus berdetak tak karuan. Pandangan tertunduk saat Miko mencoba mengutarakan permintaannya.

"Bolehkan, Yah. Ndari di sini tiga hari lagi?"

Hening. Tak ada jawaban, hanya embusan napas yang cukup panjang yang ditarik dalam-dalam kemudian diembuskan. Ndari masih tertunduk, tak berani menatap atau bahkan mendengar jawaban.

"Maaf, Ndari ... bukannya tak boleh hanya saja. Om takut jika Miko dituduh oleh Ayahmu membawa kabur anaknya. Jadi, Om harap kamu mengerti."

Deg! Jawaban kalem dengan nada enak itu, terdengar menyakitkan di telinga Ndari. Permintaannya telah ditolak. Tak lama Om Pram bangkit hendak meninggalkan keduanya.

"Perbaikilah hubungan dengan Ayahmu, dan pastinya dia mencarimu. Kamu harus pulang," pungkasnya yang kemudian pergi.


Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C27
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン