アプリをダウンロード
30.55% Patah Paling Parah / Chapter 11: Mitha Menghilang

章 11: Mitha Menghilang

Ndari mengikuti saran yang dikatakan oleh Miko. Meminta maaf pada ayah dan semenjak itu kehidupan mereka mulai tenang. Sebab, Atmaji sendiri dituntut atasan untuk meningkatkan kinerja di tempat kerj. Mitha menghilang dari hidupnya sampai Ndari lulus sekolah. Hal ini cukup mampu membuatnya fokus pada pekerjaan, meskipun kadang ingatan tentang Mitha muncul di benak kepala, tanpa diminta.

Tanpa berpamitan Mitha menganti nomor telepon. Tak ada akses untuk menghubungi. Bahkan rumahnya itu sudah dijual. Tak lagi di tempati. Atmaji sadar selama ini sudah menaruhkan kasih sayang berlebih pada wanita itu. Bahkan Ndari jadi terlantar, tak mendapatkan perhatian.

"Ndari … kamu itu sudah lulus dan enggak mau kuliah. Jadi, maunya apa. Jangan sampai menjadi pengangguran. Itu tidak enak," ucap Ayah menyadarkan.

"Ndari masih bingung Ayah," sahutnya sembari mengembuskan napas putus asa.

Mencari pekerjaan bukanlah perkara mudah. Apalagi Ndari yang belum memiliki pengalaman. Atmaji memandang putrinya tersenyum sembari mengusap rambut, "Masa-masa seperti itu pasti akan terlewati. Sabar dan terus berdoa supaya dibukakan jalan. Ayah sudah nawari kamu kerja di kantor, kamu sendiri juga menolak. Jadi, ya .... banyak-banyak berdoa, Nak."

Kepalanya mengangguk dan tersenyum memandang ayah. Semenjak Tante Mitha pergi dari kehidupannya semua kembali. Bahkan sikap kasar ayah juga mulai berubah. Perlahan membaik dan penuh kasih sayang, seperti waktu itu. Semasa mama masih hidup.

Memiliki keluarga seperti ini, tentu membuat lebih tenang. Kedamaian kembali hadiah semenjak beberapa bulan terakhir.

"Ayah, ayo kita ke makam Mama."

Tiba-tiba saja Ndari mengajaknya.

"Sekarang?"

"Iya Ayah. Ini hari Jumat," ajak Ndari tak sabar.

Biasanya di hari Jumat para pedagang bunga berjajar rapi depan pintu gerbang makam. Berbeda dengan hari lainnya yang hanya terdiri dari tiga atau dua penjual. Ndari menambur bunga yang dibeli di atas makam mama. Bibirnya tersenyum, Atmaji bersama dengan putrinya mengirimkan doa.

Mama adalah pribadi yang kalem, jarang sekali berkata kasar. Hatinya yang begitu lembut sering kali menangis ketika ada perkataan yang sedikit mengores hati. Tutur katanya juga enak didengar. Apalagi di saat menasehati, mama adalah wanita terbaik dalam hidup Ndari.

Tempat pulang dan menceritakan keluh kesahnya dalam menjalani kehidupan.

"Ayo pulang," ajak Atmaji pada putrinya.

Sebelum pergi, keduanya mengusap lembut batu nisan dan bangkit. Mereka menuju ke mobil. Tiba-tiba saja ada sosok Tante Mitha. Mata Ndari terbelalak dengan sedikit bahu yang dimajukan, ternyata apa yang dilihatnya itu benar. Wanita itu masih ada di area sini. Dadanya kembali berdetak kesal, ingin marah.

Sudah lama sekali Ndari tak melihat wanita itu. Saat diamatinya lagi, terlihat bersama seorang wanita seusianya. Apa jangan-jangan anak Tante Mitha? Ndari menoleh mentap ayah, sepertinya beliau tidak menyadari.

Di tengah perjalanan, keduanya tak ada percakapan. Ndari yang penasaran langsung mengajukan pertanyaan, "Ayah … Tante Mitha itu apa punya anak perempuan?"

Atmaji spontan menoleh menatap mata putrinya sekilas. Kembali berfokus pada jalan. Sesekali menoleh kanan kiri memastikan tidak ada kendaraan sebab dirinya akan menyebrang. Pertanyaan itu cukup lama didiamkan dan tak langsung dijawab.

Setelah cukup lama tak mendengar kabar Mitha, malah putrinya sendirilah yang menyebut nama wanita itu. Ndari masih diam, tak ingin mengulangi pertanyaan. Baginya kalimat tanya yang dilontarkan itu sudah jelas. Jika tak mendapatkan penjelasan pun bukanlah masalah.

"Akhirnya sampai juga," seru Atmaji yang membuka pintu mobil untuk turun.

Ndari masih diam di sana. Ternyata pertanyaannya tak mendapatkan jawaban, "Ya sudahlah. Toh, lagian tidak penting."

Bergegas ia turun dan menutup kembali pintu mobil. Ayahnya masih berdiri di sana menatap pemandangan di halaman depan.

"Sepertinya dia tak punya anak perempuan," ucapnya sembari menatap langit-langit, "dia tak pernah cerita tentang anaknya. Entahlah. Mungkin tidak memiliki anak."

"Hemm."

Tak ada lagi yang harus diucapkan, "Ndari masuk duluan, Ayah."

'Kenapa tiba-tiba Ndari tanya begitu?' bantin Atmaji mulai penasaran. Kakinya melangkah masuk. Menyalakan TV dan terasa tidak ada yang menarik sama sekali. Sepertinya bukan acara penanyangannya yang salah. Tetapi hati Atmaji yang sedang tidak baik.

Ada yang tidak beres dengan hatinya. Kisah yang belum selesai pun harus terpaksa berhenti bukan karena ingin, tetapi karena sebelah pihak mengakhiri. Jika ditanya apa masih mencintai Mitha? Jawbannya tentu adalah iya.

"Mitha … Mitha …." keluhan itu jelah terlihat dari sorot matanya yang sayu.

Dimana lagi harus menemukan wanita seperti dia. Wanita baik dan juga cantik. Sorot mata Atmaji beralih melihat ke arah foto almarhum istrinya, "Mira, kamu itu wanita penyabar dan juga cantik.Tiada duanya … tetapi Mitha dia itu istimewa."

Entah apa maksud Atmaji tetapi yang jelas, begitulah perasaannya.

***

Belajar untuk saling memaafkan kesalahan. Mitha memang sengaja tidak menampakkan diri. Menganti nomor telepon agar tak dihubungi oleh Atmaji. Hal ini dilakukan demi Sinta, anak semata wayangnya.

Sinta ingin dirinya kembali bersama ayah suatu saat nanti. Bukan dengan pria lain. Itu sebabnya Mitha menjual rumah, pindah tempat tinggal dan untuk membiayai anaknya kuliah. Belajar untuk hidup mandiri. Namun, hal itu tak bertahan lama. Sebab pendapatan dari pekerjaan jualan online usahanya tidak berjalan mulus.

"Sepertinya kembali pada Atmaji adalah jalan terbaik!" Mitha diam untuk sejenak memikirkan.

Dalam benaknya tak ada lagi jalan lagi, selain bergantung pada Atmaji. Pria itu juga tidak begitu buruk untuknya. Meskipun bukan tipe Mitha. Namun, pendapatkannya bisa untuk diandalkan.

"Ma … Sinta masuk, ya." Tangannya langsung memutar kenop pintu kamar Mitha. Dua mata ibu dan anak itu saling bertemu.

"Ada apa?" tanya Mitha yang masih tiduran menatap langit-langit kamar.

"Boleh enggak sih, Ma. Kalo misal Sinta ngekos, temen-temen kuliah pada ngekos."

"Tak usahlah. Ngekos buang-buang uang lebih baik pulang pergi."

Sinta manyun mendengar jawaban yang tak mengenakan, "Ma cuman lima ratus ribu, per bulan. Itu pun kalo dua orang bisa patungan."

Mitha yang masih duduk di sofa menganti posisi duduknya agar berhadapan. Ditatapanya anak remaja itu dengan penuh tanda tanya. Mungkin dia belum mengerti bagaimana sulitnya mencari uang.

"Ma, ayolah. Dua ratus lima puluh, apa itu nominal yang besar?"

"Tentu. Jika ditambah dengan lima puluh ribu maka kita bisa beli satu karung beras. Dengan begitu kita tidak perlu khawatir perihal nasi. Pahamkan!"

"Ma … Sinta tahu mencari uang itu susah. Tetapi hanya dua ratus lima puluh per bulan."

Terdengar embusan napas dan sorot mata tajam yang diperlihatkan oleh Mitha. Harus bagaimana lagi menjelaskan pada anaknya tentang mengatur keuangan. Andai saja ada tulang puggung pasti semua tidak akan menjadi sesulit ini.

"Ma … ayolah …." rayu Sinta menarik-narik ujung baju yang dikenakan mamanya.

"Rumah terjual untuk membiayai kuliahmu dan sekarang kamu menuntut Mama macam-macam. Lantas apa yang bisa Mama lakukan? Kamu lihat sendiri, bisnis online juga lagi sepi."

"Kenapa sih Mama harus pisah sama Ayah. Coba kalo Ayah ada, semua enggak bakal begini. Apa-apa yang dimau Sinta pasti keturutan. Iya 'kan!"

"Sinta …." tegur Mitha menyelidik.

"Benerkan Ma? Coba kalo ada Ayah, pasti Mama enggak bakal capek-capek kerja. Apa yang Sinta katakana itu fakta, Ma."

"Tutup mulutmu."

Mitha memilih untuk keluar kamar, pergi menenangkan diri ketimbang harus bertengkar dengan anaknya lagi.


Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C11
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン