Suara yang magnetis dan dalam terdengar di kegelapan dan masuk ke telinga Shen Qinglan. Cahaya di matanya bergerak-gerak.
Hawa yang asing mengelilingi ujung hidungnya. Shen Qinglan untuk pertama kalinya merasakan bahwa ternyata pelukan ini begitu hangat. Dia bersandar dalam pelukan Fu Hengyi tanpa bersuara, untuk pertama kalinya tidak melawan.
"Terima kasih." Setelah cukup lama, Shen Qinglan berbicara dengan suara rendah. Tenggorokan yang sudah lama tidak berbicara itu pun serak karena kekurangan air.
"Nenek sudah tidak ada, tapi kamu masih mempunyai aku. Kelak aku akan selalu menemanimu dan melindungimu. Asal kamu tidak meninggalkanku, aku selamanya tidak akan meninggalkanmu." Suara magnetis dengan kelembutan yang unik itu mengatakan 'selamanya' dengan perlahan. Itu adalah janji terberat dalam hidup. Tapi dia adalah seseorang yang selalu melakukan apa yang dikatakannya.
Melihat orang yang muncul di pintu, Kakek Shen akhirnya bernapas lega. Istrinya baru meninggal, kalau sampai terjadi sesuatu dengan cucunya juga, maka dia benar-benar tidak punya muka untuk bertemu istrinya kelak.
"Kakek, maaf membuatmu khawatir." Shen Qinglan meminta maaf sambil menatap kegelapan yang pekat di mata orang tua itu.
Kakek Shen tersenyum penuh kasih sayang, "Apa kamu lapar? Makan bubur dulu sedikit, ya?"
Semula Shen Qinglan hendak berkata kalau dia tidak bisa makan. Tapi melihat tatapan khawatir kakeknya, akhirnya dia pun mengangguk.
Mata Shen Qian langsung berbinar, wajahnya yang serius akhirnya agak tersenyum.
Shen Qinglan menerima mangkuk di tangan Shen Qian, "Terima kasih, Pa."
Pemakaman Nenek Shen sangat megah dan khidmat. Bagaimanapun juga keluarga Shen adalah keluarga terkemuka. Beberapa hari ini Fu Hengyi lagi-lagi sibuk di rumah keluarga Shen. Mengingat kabar yang beredar beberapa waktu yang lalu di ibu kota, semua orang pun mempunyai spekulasi dalam hati tentang keluarga Shen dan keluarga Fu.
Entah itu karena koneksi keluarga Shen atau kekuatan keluarga Fu, orang yang datang ke pemakaman Nenek Shen sangat banyak. Yang dikenal maupun tidak dikenal, semuanya datang.
Shen Qinglan yang berpakaian hitam berlutut di rumah duka sambil menunduk. Raut wajahnya hampa. Dia mengikuti Shen Junyu membungkuk seperti mesin kepada orang-orang yang berdatangan, di samping telinganya terdengar suara isakan lemah Shen Xitong.
Setelah menyaksikan abu Nenek Shen dikuburkan di pemakaman, barulah Shen Qinglan kembali ke kediaman Shen dengan enggan.
Tidak lama setelah acara pemakaman Nenek Shen, Shen Qinglan pun pindah dari rumah keluarga Shen. Dia tidak kembali ke sekolah tetapi pindah ke apartemen Fu Hengyi di kota. Di sana tidak jauh dari sekolahnya.
Lagi pula keduanya sudah membuat surat nikah, mereka adalah pasangan suami istri yang sah. Walaupun tidak mengadakan pesta pernikahan karena Nenek Shen meninggal, juga karena Shen Qinglan belum lulus dan alasan lainnya, tetapi tinggal terpisah juga tidak tepat. Setelah kedua keluarga berdiskusi, mereka memutuskan untuk menunggu sampai Shen Qinglan lulus baru menggelar acara pernikahan.
Fu Hengyi belum lama mengambil cuti, jadi setelah pemakaman Nenek Shen selesai, dia menyerahkan kunci apartemen kepada Shen Qinglan lalu cepat-cepat kembali ke kemiliteran.
Shen Qinglan mengamati rumah yang asing itu. Desain dan corak warnanya yang dingin sangat sesuai dengan citra Fu Hengyi yang konsisten.
Ini adalah apartemen dengan dua kamar. Selain satu kamar tidur utama, hanya ada sebuah kamar baca. Ruangannya tidak besar, tapi bagi Shen Qinglan itu sudah cukup.
Di dalam kamar tidur ada jendela yang memanjang dari lantai sampai ke langit-langit. Dari sana bisa langsung terlihat balkon kosong di luar.
Sebelum pergi, selain memberikan kunci kepada Shen Qinglan, Fu Hengyi juga memberinya sebuah kartu. Dia berkata itu untuk kebutuhan rumah.
Setelah melihat-lihat rumah itu, Shen Qinglan mengernyit sambil menatap balkon yang kosong.
**
"Lanlan, apakah tidak enak tinggal di rumah?" Shen Junyu membawa sebuah koper besar di tangannya sambil bernapas terengah-engah.
"Aku sudah menikah." Shen Qinglan mengingatkannya dengan ringan.
Shen Junyu tersedak. Sebelumnya dia sibuk dengan pemakaman Nenek Shen sehingga tidak sempat mencari Fu Hengyi untuk membuat perhitungan. Setelah dia tersadar, si brengsek itu sudah kembali ke kemiliteran.
Sejak mengetahui bahwa Shen Qinglan dan Fu Hengyi sudah membuat surat nikah, Shen Junyu memendam amarah di dalam hatinya. Fu Hengyi si brengsek itu, tanpa melalui persetujuannya dia telah menculik adik kesayangannya, dia sangat ingin menggigitnya sampai mati.
"Lanlan, apakah kamu sudah mempertimbangkan baik-baik mau menjalani seumur hidup dengan Fu Hengyi?" Shen Junyu tidak rela.
Shen Qinglan menatap Shen Junyu, wajahnya tampak tenang, "Aku sudah membuat surat nikah. Secara hukum aku dan dia adalah suami istri."
"Tapi apakah kamu mencintainya?" Shen Junyu agak cemas. Siapa pun yang mempunyai mata dapat melihat bahwa Shen Qinglan sama sekali tidak mencintai Fu Hengyi.
"Nanti aku akan jatuh cinta kepadanya." Yang dia katakan adalah nanti, bukan sekarang.
Shen Junyu menatap wajah adiknya yang tenang. Setelah nenek meninggal, dia tidak pernah lagi melihatnya tersenyum, tapi dia juga tidak melihat kesedihan di wajahnya. Dia selalu terlihat tenang seperti ini, seakan-akan semua emosinya telah lenyap seiring dengan kematian nenek.
Shen Junyu mengulurkan tangan dan mengacak-acak rambut Shen Qinglan, "Lanlan, kamu sama sekali tidak perlu begini. Kalau nenek melihatnya…"
"Kak." Shen Qinglan memotong perkataannya lalu menatapnya dengan tenang namun tidak bicara lagi.
Shen Junyu menutup mulutnya.
"Nanti kalau Fu Hengyi berani menindasmu, pulang dan katakan kepada kakak. Kakak akan membantumu menghajarnya."
"Kamu bisa mengalahkannya?"
Dengan kemampuannya Shen Junyu ingin mengalahkan Fu Hengyi? Itu hanya mimpi.
"Eh." Shen Junyu canggung, "Demi adikku, aku tetap akan menghajarnya walaupun tidak bisa mengalahkannya."
Shen Qinglan memberikan perubahan kepada rumah itu dengan menambahkan banyak barang kecil. Seketika kehangatan di rumah itu pun bertambah, terutama di balkonnya.
Balkon yang awalnya kosong itu diisi dengan sebuah kursi santai, sebuah meja bundar kecil, sebuah rak buku kecil yang tinggi. Di sudutnya juga ada sebuah rak bunga dengan beberapa pot tanaman diletakkan di atasnya. Salah satunya adalah bunga kaca piring.
Melihat ketertarikan adiknya yang langka, Shen Junyu pun meninggalkan setumpuk pekerjaan kantor yang mendesak dan datang ke rumah baru adiknya untuk menjadi kuli.
"Kamu yang seorang presdir besar ini setiap hari datang ke tempatku, perusahaan bukan akan bangkrut, kan?" Shen Qinglan menatap kakaknya yang berkeringat, suaranya jernih dan ringan.
"Kamu ini punya hati nurani tidak? Aku melakukan ini demi siapa?" Shen Junyu mengangkat lengan bajunya dan menggosok keringat di kepalanya, sama sekali tidak terlihat seperti presiden direktur sebuah perusahaan besar, "Jangan khawatir, sekalipun semua perusahaan di seluruh dunia bangkrut, perusahaan kakakmu ini tidak akan bangkrut. Aku tidak akan mengurangi uang mas kawinmu."
Shen Qinglan juga memiliki saham di perusahaan Shen Junyu. Dulu waktu Shen Junyu memulai bisnisnya, Kakek Shen dan Shen Qian tidak setuju, bahkan memotong dananya. Tapi Shen Junyu juga berkemauan keras, kalau kalian tidak mau memberi uang aku akan menghasilkannya sendiri. Mengembangkan sebuah perusahaan kecil menjadi bisnis berskala besar seperti sekarang ini, mau tidak mau kemampuan Shen Junyu juga harus diakui.
Dan dalam hal ini Shen Qinglan juga berkontribusi. Bagaimanapun juga dia yang memberikan sebagian besar modal awalnya. Walaupun selama bertahun-tahun Shen Junyu tetap tidak tahu dari mana Shen Qinglan mendapatkan begitu banyak uang saat itu.
Shen Qinglan tidak tertarik menjalankan perusahaan, jadi Shen Junyu memberinya bagian. Setiap tahun ada sebagian dividen yang ditransfer ke rekening Shen Qinglan.
"Oh ya, Lanlan, akhir pekan depan aku akan menghadiri sebuah lelang amal. Jadilah partner wanitaku." Shen Junyu teringat dengan tujuannya hari ini dan mengatakannya.
"Katanya dalam pelelangan ini ada sebuah karya Leng Qingqiu. Sebentar lagi ulang tahun papa, aku ingin memberikannya untuk papa."
Mata Shen Qinglan agak berkilat, "Tidak mau."