Max hanya dalam suasana hati yang begitu sensitif. Luapan emosinya yang butuh tersalurkan, awalnya yang sedikit pun tak berencana untuk menyasar Nathan, malah tanpa terkendali melemparkan segala keganjalan hatinya pada pria yang untuk pertama kalinya memberinya bekas menyakitkan.
Keduanya lantas bungkam, berpaling jauh dan sekali pun seperti tak ingin menebak sekedar ekspresi masing-masing. Keadaan malam yang rasanya makin menambah keras asing, layaknya memberikan batasan tembok besar yang begitu kokoh di antara keduanya.
Seakan terus di balaskan impas dengan tindakan Max yang menolak mentah-mentah barang pemberian Nathan. Pria yang di berikan jaket pelindung ganda oleh sang adik itu pun lantas mematik api pada batang rokok yang di japit oleh bilah bibir merahnya. Menghisap dalam untuk mengisi rongga dalamnya yang begitu kosong, menyemayamkannya sejenak untuk memberi bekas peninggalan, lantas di baru setelah itu di hembuskannya perlahan melalui mulut.