"Wah. Hebat ya kamu," ujar Pradita terkesima. "Usia segini mikirnya udah jauh ke depan. Kamu sih enak, ada papa kamu yang selalu dukung kamu. Kalau aku sih, udah bisa makan sehari-hari aja udah cukup, Bar."
Bara meringis mendengar perkataan Pradita. Salahnya sendiri, seharusnya Pradita jangan berkata seperti itu. Ia jadi terdengar begitu miskin dan menyedihkan. Mau apa dikata, memang seperti inilah keadaannya. Ia tidak akan mengaku-ngaku memiliki segalanya jika pada kenyataannya ia memang hanya seperti ini.
"Aku masih harus beresin dulu utang papa aku. Seudah itu, aku baru kerja. Eh, aku udah cerita ke kamu ya."
Bara mengangguk. "Iya, Yank. Kamu udah pernah cerita. Aku pengen sih yang terbaik buat kamu. Kalau kamu mau, aku bakalan bantuin kamu supaya kamu bisa dapet beasiswa."