Perempuan itu memakai handuk yang membalut dada sampai paha atas saja. Entah mengapa ukuran handuk dirumah ini pendek semua. Aku harus beli handuk sendiri yang agak panjang besok, batin Calista setiap habis mandi namun selalu lupa esoknya. Calista segera mengambil piyama daster lengan pendek sepanjang lutut. Perempuan itu buru-buru memakai sebelum Darren tiba-tiba masuk kedalam kamar. Calista mematut dirinya didepan cermin sebelum turun ke meja makan.
Calista menuruni anak tangga dengan langkah buru-buru dan menjumpai Darren sedang duduk diruang tamu, sebelah ruang makan sambil membaca koran.
"Lama sekali, kupikir kamu pingsan." Darren melempar koran yang dibacanya ke sofa sebelahnya dan beranjak menuju meja makan. Calista mengerucutkan bibirnya, "Kalau lapar ya langsung makan saja sendiri. Untuk apa menunggu aku?" Gumam Calista dalam hati.
Calista segera duduk di kursi yang telah disediakan tanpa membantah apapun yang dikatakan Darren. Ini adalah makan malam pertama mereka berdua sejak menikah. Ya meskipun hanya menikah kontrak namun tetap saja mereka resmi menjadi sepasang suami istri dimata hukum dan agama.
"Bagaimana pekerjaanmu di hari pertama? Menyenangkan?" Tanya Darren tanpa ekspresi sambil menyuap sepotong daging cincang kedalam mulutnya.
"Sangat menyenangkan. Aku bertemu dengan pria kurang kerjaan yang memotong rambutku. Tapi, ada juga pria tampan yang baik hati memberikanku roti makan siang." Darren menatap sinis kearah Calista mendengar setiap ucapan yang keluar dari bibirnya.
"Kurang kerjaan? Pria tampan? Huh, sepertinya kamu bosan bekerja di hari pertama jadi bermain-main dengan banyak pria. Kalau begitu, bagaimana kalau besok tidak usah bekerja lagi!" Nada ancaman yang keluar dari bibir Darren membuat Calista menelan saliva susah payah.
"Huh, kalau kamu ingin segera punya anak, buatlah istrimu ini bahagia moodnya dan hatinya. Semakin aku bahagia, semakin kita cepat punya anak, semakin cepat aku mengakhiri kontrak ini." Calista menaruh peralatan makannya dan beranjak meninggalkan Darren di meja makan sendirian dengan muka masam.
"KEMBALI KESINI!" Darren berteriak kencang. Membuat semua pelayan menegakkan badannya dan gemetaran dibuatnya. Baru kali ini mereka mendengan suara kencang keluar dari mulut tuan muda mereka yang biasanya dingin dan irit bicara.
Calista berdiri terdiam. Kakinya otomatis berhenti melangkah begitu mendengar Darren memanggilnya.
"Jangan membuatmu besar kepala karena aku berlaku baik padamu hari ini! Kamu hanyalah istri diatas kertas. Tidak berhak memberiku perintah, apalagi mengancamku! PAHAM?" Teriakan Darren membuat Calista kaget bergetar tubuhnya. Namun, dia tetap memunggungi Darren.
Perlahan Calista memutar tubuhnya dan menghadap Darren sambil berkata,
"Ya, aku memang hanya seorang istri diatas kertas cuma sekedar alat pembuat anak, tidak lebih tidak kurang. Aku sudah tidak punya harga diri lagi sejak menggadaikan hidupku demi biaya pengobatan bapakku. Terima kasih sudah mengingatkanku." Calista membalikkan badan berjalan setengah berlari menaiki anak tangga menuju lantai dua tempat dimana kamarnya berada. Calista segera menutup pintunya rapat-rapat dan duduk terjatuh dibalik pintu sambil menangis tersedu meratapi nasibnya.
PRANG!!!
Darren membanting gelas yang dipakainya setelah menenggak habis isi didalamnya. Dia segera mengambil ponsel dan kunci mobilnya. Terdengar deru mobil dikendarai dengan kencang meninggalkan rumah mewah milik seorang tuan muda Anderson. Semua pelayan hanya bisa menghela napas dan terdiam tanpa kata melihat dua majikannya yang baru menikah malah bertengkar hebat.
Calista masih menangis didalam kamarnya. Sesungguhnya dia masih lapar karena tadi belum ada setengah makanan yang masuk kedalam perutnya.
"Nyonya, saya membawakan makan malam untuk nyonya." Seorang pelayan mengetuk pintu. Wajah Calista mendadak sumringah begitu mendengar kata MAKAN MALAM. Perempuan malang itu menghapus air mata di wajahnya dan segera membuka pintu kamarnya.
"Bu Hera, terima kasih kamu sangat pengertian padaku." Calista mempersilahkan Hera masuk dan pelayan paruh baya itu meletakkan nampan berisi makanan dan air minum diatas meja kecil dekat sofa di bawah jendela.
"Terima kasih ya bu." Ucap Calista tulus. Karena dia memang lapar dan bu Hera seperti malaikat yang diberikan Tuhan untuk mempermudah hidupnya disini.
"Sama-sama nyonya. Silahkan dimakan sekarang sebelum tuan pulang." Jawab Hera.
"Memangnya kemana dia?" Jawab Calista tidak peduli karena mulutnya sedang sibuk mengunyah makanan yang dibawa bu Hera.
"Tuan muda langsung pergi begitu selesai makan malam." Jawab Hera.
"Ooooh, biarlah. Tidak usah pulang sekalian biar hidupku tenang." Calista menaikkan sebelah bibirnya dengan seringaian iblis yang bodo amat meski ada jebakan tetap melaju terus. Hera diam tanpa merespons apapun. Saat ini suasana hati nyonya muda dihadapannya sedang tidak bagus jadi Hera menahan bibirnya untuk menasihatinya. Biarkanlah dia mengungkapkan apa yang ada didalam hatinya malam ini.
Hera menunggu Calista selesai makan. Setelah beberapa menit, semua isi yang ada didalam piring, mangkuk, dan gelas ludes habis tak tersisa. Calista memang lapar berat karena saat makann siangpun dia hanya makan roti sandwich yang tidak seberapa kenyang.
"Terima kasih bu, kamu baik sekali. Sekarang aku mengantuk." Calista tersenyum ke arah Hera. Hera mengangguk sopan dan mengambil kembali nampan yang sekarang menjadi ringan dibawa dibandingkan saat baru diantar ke kamar.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi dulu. Selamat malam nyonya." Jawab Hera.
"Selamat malam bu, mimpi indah ya." Jawab Calista sambil membantu buka dan tutup pintu kamarnya untuk Hera.
Sementara di tempat lain, seorang pria muda bermata hijau sedang menenggak minuman beralkohol didepannya sampai habis.
"Dia sudah minum 4 gelas. Sepertinya dia sudah mabuk." Seorang bartender yang bertugas berbicara pada Jack, pria pemilik kelab malam yang saat ini sedang didatangi Darren.
"Okay." Jawab Jack sambil manggut-manggut.
Sudah tidak terhitung berapa banyak wanita yang ingin mendekati dirinya sejak pertama datang namun selalu diusir oleh Darren dengan bengisnya.
"Hai, pria tampan, kenapa duduk sendiri? Mana perempuanmu yang seksi itu?" Jack menepuk bahu Darren yang pemiliknya sudah setengah sadar.
"Huh, perempuan? Bisanya hanya menyusahkan dan tidak bisa diatur!" Jawab Darren sambil menenggak anggur yang ke 5 kalinya.
"Britney sudah takluk padamu bro. Dia bisa kamu atur dan tampaknya dia tidak menyusahkan." Jack menggoda Darren yang cinta mati pada Britney sehingga tidak mau berpacaran dan menolak menikah agar bisa berkumpul bersama Britney lagi setelah gugatan cerai Britney ke suaminya dikabulkan pengadilan.
"Britney? Hahahaha.... aku tidak akan kembali padanya meskipun dia berlutut meminta kami kembali berdua.
"WOW BRAVO!!! Sejak kapan ide cemerlang itu muncul? Apakah kamu terbentur sesuatu sehingga otakmu kembali ke seperti sediakala?" Jack menarik gelas yang akan diraih Darren dan meminta bartender untuk memberikannya jus jeruk saja seperti yang dia suka.
"Aku dan Britney hanya teman. Dia bukan perempuan yang spesial lagi dihatiku." Jawab Darren sambil menjatuhkan wajahnya keatas meja bartender. Darren sukses mabuk tidak sadarkan diri.
"Huh, tidak bisa minum alkohol malah habis 5 gelas. Hai kamu kesini." Jack, pria flamboyan itu memanggil anak buahnya dan menyuruhnya untuk mengantarkan Darren pulang. Karena dia sudah beberapa kali mengantar Darren pulang, jadi dia sudah hapal rumahnya.