“Bisa jelaskan isi surat ini, Ralin?”
Ralin menoleh dengan enggan dari bantalnya. Harris duduk di sofa tunggal di dekat sofa panjang tempatnya berbaring sambil menonton TV. Lelaki itu menyodorkan surat ke arahnya, dan dalam sekali lirik Ralin tahu itu surat peringatan dari sekolah untuknya, pascaduel dengan Fani.
“Kamu berkelahi di sekolah?”
Ralin diam, tak berminat membuka mulut sama sekali. Matanya masih mengamati film yang ditontonnya di saluran TV kabel. Bukan kesukaannya, namun cukup memberinya alasan untuk menyibukkan matanya ketimbang menatap sosok papanya yang menjengkelkan.
“Sejak kapan perilakumu berubah drastis begini?”
Ralin merapatkan selimut tipis yang menutupi tubuhnya. Hari masih siang, bahkan belum menginjak tengah hari, namun ia malas melakukan apapun selain berbaring dan menonton TV. Suasana hatinya buruk, selalu buruk nyaris tanpa jeda belakangan ini, mengurasnya habis-habisan. Ia lelah, tak tahu harus melakukan apa untuk menormalkan kembali pikirannya.