Mata kuliah telah berakhir, kini Yas sedang berada di sebuah Kantin untuk mengisi perutnya yang sedang kosong. Laki-laki itu sedari tadi menyendiri dan menghisap sebatang rokok dengan santainya.
Rasanya setelah kejadian di Rooftop tadi, Yas begitu tak habis pikir kenapa dirinya bisa kembali merasakan dia yang telah pergi. Apakah mungkin ia masih menyimpan hati padanya?
Sungguh, Yas benar-benar tidak tahan dengan semua ini. Maka dari itu, laki-laki itu menghisap lagi terus menerus tanpa terasa kini sudah menghabiskan satu bungkus rokok tanpa sisa seorang diri.
Tanpa laki-laki itu sadari jika sedari tadi ada yang memperhatikannya dari kejauhan dengan perasaan yang begitu berbeda. Bahkan gadis itu bisa melihat sesuatu yang lain ketika melihat keadaan seseorang yang begitu ia puja itu saat ini.
"Kamu terluka," gumamnya dengan sedih. Ia ingin sekali rasanya mendekati laki-laki itu, tetapi dirinya tidak ingin membantah perintah Sahabatnya kemarin yang telah menasehatinya karena telah berbuat nekad dan ceroboh.
Gadis itu, ia bisa melihat apa yang tak orang lain lihat pada diri Yas. Dirinya tahu jika kondisi laki-laki itu saat ini sedang tidak baik-baik saja dan itu membuat dirinya merasa tidak tega. Ada rasa ingin menghampiri dan menenangkan laki-laki itu tetapi rasanya itu tak mungkin.
"Ya ampun, Yas!" ujar seseorang secara tiba-tiba membuat laki-laki itu kini yang tengah menikmati satu batang rokok terakhirnya langsung menoleh dengan wajah datarnya. "Lo, kita cariin kemana-mana tahunya di Kantin."
Laki-laki itu hanya diam saja, tidak berekspresi seperti terkejut atau tersenyum setelah melihat ketiga Sahabatnya itu yang kini sudah terduduk dimejanya bersama dirinya. Tetapi salah satu dari mereka ada yang menatapnya sendu, seolah apa yang saat ini Yas lakukan itu bisa dipahami olehnya.
Dia adalah Alfiz. Sahabat terbaiknya yang selama ini paling mengerti dirinya, laki-laki itu tidak pernah berucap atau bahkan melakukan hal-hal diluar kata melewati batas jika bersama dengan dirinya, karena temannya yang satu itu sangat tahu bagaimana Yas selama ini.
James saat ini hanya diam saja dan memainkan ponselnya. Laki-laki itu bahkan sesekali tersenyum ketika melihat benda pipih yang sedang digunakannya itu, sudah tidak aneh bagi ketiga Sahabatnya bahkan untuk Yas sekalipun.
Sementara Didan, laki-laki itulah yang paling cerewet diantara ketiga Sahabatnya yang lain. Jadi, pasti semua orang pun tahu jika tadi yang baru saja mengajak Yas berbicara adalah dia yang tadi membuatnya menoleh menatap kearahnya denga wajah tanpa ekspresi.
"Yas, ini serius lo kan?" tanya Didan tak menyangka jika laki-laki itu menghabiskan satu bungkus rokoknya dalam sekejap. Berbeda dengan Alfiz yang mengerti kondisi Yas saat ini dihadapannya dengan satu batang rokoh terakhirnya itu.
Namun laki-laki itu tidak berniat menjawab pertanyaan dari Sahabatnya itu, buang-buang waktu pikirnya. Rasanya ingin sekali Alfiz menendang wajah Didan yang tidak pernah waras dalam mengambil sikap, mana yang harus dilakukan dan yang tidak perlu.
Tiba-tiba kedua mata Yas menangkap raut kebingungan dari ekspresi James yang kini tengah menatap layar ponselnya itu.
"Yas, kata Bunda lo pulang hari ini," ujar James memberitahukan jika barusan dirinya baru saja mendapat sebuah pesan dari orang tua laki-laki itu.
Tentu saja hal itu sempat mengundang keanehan dari kedua Sahabat mereka, Alfiz dan Didan. Kedua laki-laki itu pernah terkejut karena ternyata James begitu sedekat itu sampai laki-laki itu dikirimi sebuah pesan dari Bunda Yas sendiri.
Padahal mereka tidak tahu saja, jika James dan Yas masih saudara dan sama-sama berasal dari keluarga besar Albert. Bahkan nama belakang Yas dan James sama, tetapi anehnya tidak ada yang mencuriga perihal itu sehingga identitas keduanya sama-sama aman.
Mendengar hal itu Yas langsung berdiri, tetapi urung karena sebuah suara membuat laki-laki itu kembali mendudukan dirinya ke tempatnya semula. Ternyata itu adalah dering ponsel miliknya dimana disana tertera sebuah nama yang begitu ia kenali.
James mendongakan kepalanya, berkata, "Itu pasti Bunda lo, kan?" tebaknya tepat. Sedangkan Yas yang mendengarnya langsung mendengus dan menganggukkan kepalanya menyetujui perkataan dari Sahabatnya itu.
Akhirnya dengan terpaksa Yas pun mengangkat panggilannya tersebut, tanpa ingin mendengar apa yang dikatakan oleh Sahabatnya itu selanjutnya.
"Halo Bund," ujar Yas dengan dinginnya. Aura laki-laki itu langsung terlihat ketika berhadapan atau pun berbicara dengan Bundanya sendiri. Ketiga laki-laki itu yang melihatnya pun sudah tahu apa yang menyebabkan Sahabatnya yang satu ini seperti ini.
"Yacel, kamu dimana sekarang?" tanya Bunda pada putra kesayangannya itu. Mendengar pertanyaan itu membuat Yas semakin yakin dengan apa yang membawa Bundanya menghubungi dirinya saat ini.
"Kampus," jawabnya singkat. Bahkan laki-laki itu masih bertahan dengan wajah datarnya yang mampu membuat ketiga Sahabatnya sedikit ketakutan karena melihat Yas yang seperti itu.
"Yacel bisa pulang dulu kan hari ini?" tanya wanita itu lagi dengan nada yang semakin lembut dari sebelumnya.
Satu alis Yas terangkat, laki-laki itu tahu pasti ada maksud tertentu dari permohonan Bundanya yang meminta dirinya untuk pulang ke Rumahnya saat ini. Tetapi, sebenarnya ia sangat malas sehingga rasanya dirinya tak ingin kembali ke tempat terkutuk itu lagi yang hanya membuatnya semakin merasa tertekan saja.
"Bund," panggilnya.
"Iya Yacel, ada apa?" sahut wanita itu dengan nada lembutnya.
"Kalau bukan hari ini, bisa enggak?" tanya Yas. Setelahnya jika tidak salah dengar, laki-laki itu mendengar suara kekehan dari seberang sana membuat ia tahu bahwa tidak adalah jawaban yang benar.
"Bunda gak tahu harus bilang apa, Yas," ujar wanita itu, lagi.
Tepat. Benar kan, dugaannya, jika Bundanya tidak memiliki alasan untuk mengizinkannya menerima penawaran dari laki-laki itu. Ia terpaksa harus datang kesana dan melihat apa yang akan wanita itu lakukan jika dirinya datang ke Rumahnya.
Yas pun mematikan pangilannya tersebut tanpa sepatah kata pun. Ketiga Sahabatnya itu yang sedari tadi menatapnya pun hanya diam saja, tidak berani bersuara satu kali pun karena aura dari laki-laki itu yang begitu berbeda saat ini.
Lagi, laki-laki itu menghisap batang rokok yang masih tersisa setengah lagi dengan sekali hisapan.
Sementara itu seorang gadis yang tak tahan melihat laki-laki itu dalam keadaan seperti itu pun langsung melangkahkan kakinya menghampiri Yas dengan emosinya yang sudah hampir meledak.
Dalam sekali tarikan, akhirnya benda yang bisa mengeluarkan asap itu pun langsung terhempas begitu saja jatuh ke bawah membuat Yas langsung mengeraskan rahangnya dengan kedua bola matanya yang begitu tajam saat ini.
Jangan lupakan ketiga temannya yang benar-benar terkejut melihat seorang gadis yang berani sekali melakukan itu kepada Yas. Habislah riwayat gadis itu hari ini, pasti setelah ini akan ada hal yang mengejutkan dari seorang Yashelino Albert karena secara langsung sudah berani mengganggu ketenangan laki-laki itu.
Merasa tak terima mendapat perlakuan seperti itu, akhirnya Yas pun menoleh untuk melihat siapa yang sudah berani memancing kemarahannya. Ingatkan seseorang itu untuk tidak melakukan kesalahan kepada laki-laki itu, karena jika sampai benar terjadi maka tamatlah riwayat orang tersebut setelah ini.