"T-tunggu dulu," cegah Lysander. "Aku masih tidak paham. Apa maksudnya dengan mengubah takdir?"
Semuanya mengangguk mengiyakan pertanyaan Lysander, rupanya mereka selama ini sudah salah persepsi dengan kekuatan magis Isaura. Tapi kalau memang Isaura bisa mengubah takdir kenapa tidak dari dulu ia mengubah takdirnya? ya bisa saja dia berubah menjadi seorang putri ataupun orang yang kaya raya dengan kekuatan magisnya.
"B-baik tenang dulu," ujar Isaura gugup. "Ini bukan seperti pengubah takdir yang kalian fikirkan. Ini bukan tentang mengubah takdir keseluruhan hidup manusia. Tapi ada syarat dan keadaan tertentu yang diubah oleh kekuatan ini." Isaura duduk di bangku meja makan.
Semuanya menatap Isaura serius.
"Tapi aku malas menceritakannya sekarang."
Semuanya terjungkang mendengar itu. Lalu mereka menggeleng-gelengkan kepala, mereka pusing dibuatnya.
"Kena--pa...Aish sudah tidur?"
Isaura tertidur sambil duduk di bangku itu. Semuanya nampak gemas melihatnya terkecuali Lyosha.
'Tcih, dasar kucing pemalas.'
*****
"Hai Liana. Akhir-akhir ini ku lihat matamu berkantung. Apa kau tidur larut malam?" tanya Alwhin.
Liana yang sedang mengelap meja menoleh. "Ehh? hehe iya. Kau tahu Isaura?"
Alwhin mengerutkan keningnya. "Kucingmu...bukan?"
"Yup, dan sekarang tidak lagi." Liana menatap Alwhin.
"Kau membuangnya? aku tidak yakin kau melakukan hal itu." Alwhin semakin heran.
"Astaga, maaf Alwhin. Maksudku dia tidak lagi menjadi kucing." Liana tersenyum penuh arti.
Alwhin menyernyit bingung, Liana terkekeh. "Dia berubah menjadi manusia. Lebih tepatnya dia kembali dalam wujud manusianya."
Saat Liana selesai bekerja, ia menceritakan kejadian yang terjadi kemarin malam. Alwhin benar-benar terkejut tatkala tahu kalau Isaura adalah salah satu korban amitte ridere.
"Jadi dia juga akan ikut tes seleksi Tummulotary Academy?"
"Iya, dia sudah berlatih sejak pertama kali ia kembali menjadi manusia. Wah pasti akan menyenangkan bisa ikut tes bersama Isaura."
"Bicara soal itu, bukannya tes seleksi Tummulotary Academy akan diadakan tiga minggu lagi?"
"Iya, astaga! aku bahagia dan khawatir dalam waktu yang bersamaan! bagaimana ini?!" Liana menangkup pipinya sendiri. Wajahnya memerah, menandakan ia sedang bahagia.
Melihat itu, wajah Alwhin ikut memerah. Liana nampak menggemaskan baginya. Dan yang lebih membuatnya memerah lagi adalah, Liana menangkup pipi Alwhin juga setelah itu.
"L-Liana! i-ini ter...terlalu...d-dekat!" Alwhin gugup maksimal. Sedekat ini dengan orang yang dicintai bukanlah hal yang baik untuk jantung.
"Ekhem!"
Tuan Hurrold memergoki Alwhin dan Liana. Alwhin gelabakan, Liana biasa saja. Maklum, kepolosan Liana terlewat batas sudah.
"A-aku b-bisa jelaskan A-Ayah," ujar Alwhin.
Alwhin melirik sekilas, ia melihat Alphonso tersenyum kemenangan di sudut ruangan. Alwhin menatap datar, ia tahu siapa yang sudah memanas-manasi ayahnya. Ya! saudaranya sendiri, Alphonso. Pasti Alphonso cemburu melihat kedekatan Liana dengan dirinya tadi.
'Enak saja kau cari kesempatan. Tidak akan ku biarkan,' batin Alphonso.
Liana selaku tokoh utama dari cinta segi tak beraturan ini tidak mengerti dengan kecanggungan yang terjadi sekarang.
"Liana, kau tidak diapa-apakan oleh Alwhin kan?" tanya Tuan Hurrold.
"Tidak kok," jawab Liana dengan polos. "Aku tadi merasa terlalu senang tiba-tiba. Jadinya aku menangkup wajah Alwhin dan hendak mencubitnya. Maaf ya Alwhin," ujar Liana lalu menatap ke Alwhin.
"I-iya tidak apa-apa, hehe." Alwhin tertawa canggung.
"Nona Liana." Sebuah suara menggemaskan memanggil nama Liana.
Semuanya termasuk yang dipanggil langsung menoleh. Rupanya sosok gadis manis bertelinga kucing sudah berada di dekat mereka bertiga.
"Aku membawakan syal ini untuk Nona, Nona Liana lupa membawa syal ini. Sore hari biasanya dingin, Nona harus memakai ini agar tidak masuk angin."
Semuanya memperhatikan Isaura. Lalu Liana langsung mendekati Isaura.
"Astaga Isaura, kau tidak perlu repot-repot membawakannya. Aku tidak apa-apa. Bicara soal itu, terima kasih Isaura," ujar Liana lalu menerima syal dari Isaura.
"Cantiknya."
"Imut sekali."
"Kalau dia bukan Orph aku pasti akan menikahinya sekarang."
Banyak pengunjung kedai yang terpesona dengan Isaura. Mereka memuji-muji keimutan Isaura.
Isaura menggembungkan pipinya tidak suka. Ia tidak suka terlalu diperhatikan oleh banyak orang.
"Apa mereka semua kelainan? aneh sekali," cibir Isaura sinis.
"Wajar saja Isaura, mereka kagum oleh kecantikan gadis sepertimu," ujar Alphonso.
"Gadis? aku ini laki-laki!" seru Isaura kesal.
Tuan Hurrold tersedak minumannya sendiri. Pengunjuang lain yang mendengarnya pun begitu. Bisa-bisanya mereka tertipu oleh fisik Isaura.
*****
Liana dan Isaura lalu pulang bersama. Mereka sempat membeli beberapa jajanan untuk mereka bawa ke rumah.
Salah satunya adalah Chocoblast. Chocoblast adalah minuman yang berasal dari sari buah coklat dengan tambahan fermentasi biji buah Flatterflat*. Minuman ini menghasilkan rasa manis dan meletup-letup di lidah.
*Buah yang menimbulkan sensasi pedas dingin ketika dimakan. Harus ada makanan pendamping ketika memakan buah ini, karena rasanya benar-benar hambar.
Minuman Chocoblast bisa dipilih boleh dinikmati panas ataupun dingin. Bila diminum ketika panas maka letupannya akan terasa banyak dan cepat. Dan bila diminum ketika dingin maka letupannya akan lambat dan terasa halus. Liana suka minum Chocoblast yang dingin.
"Kau mau yang lainnya Isaura?" tanya Liana.
"Tidak Nona Liana. Ini saja sudah cukup," jawab Isaura sambil menggelengkan kepala.
"Kalau mau sesuatu jangan sungkan. Dan jangan panggil aku dengan embel-embel Nona ya. Panggil saja aku Liana, tanpa embel-embel apapun." Liana menyentil pelan dahi Isaura
"Ta-tapi Nona---"
"Eitss, tidak ada tapi-tapian."
"Baiklah Liana. Astaga, aku tidak enak memanggilmu begitu." Isaura menunduk lesu.
"Nanti terbiasa kok. Kita ini teman, kau tidak perlu formal padaku. Aaaaa aku gemas sekali denganmu." Liana mencubit pipi Isaura.
Mereka berbincang-bincang di jalan, dan tak terasa sampai sudah di depan Coil Cottage. Mereka berdua masuk ke dalam dan menemukan Nenek Louvinna beserta Lysander yang sedang memotong buah-buahan.
"Wah ada acara apa ini?" tanya Liana penasaran.
"Tadi Nenek memetik beberapa buah di kebun depan rumah. Buahnya segar dan bagus-bagus, jadi kami mau membuat salad dan beberapa minuman ekstrak buah," jawab Nenek Louvinna yang sedang memeras buah jeruk.
"Wah itu pastu enak! aku akan membantu." Liana mendekati Nenek Louvinna dan Lysander.
"Aku juga," ujar Isaura mengikuti Liana.
Lalu mereka mengolah buah-buahan tersebut. Dan tidak terasa waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam.
Mereka menikmati menu buah-buahan tersebut di ruang tengah.
"Err...aku baru menyadari, kemana Lyosha?" tanya Liana sambil celingak-celinguk.
"Dia bilang ingin melakukan sesuatu. Entah apa dia tidak bilang detailnya," jawab Lysander seraya mengendikkan bahu.
"Tumben, hmm...kemana perginya ya...." Liana terhenti dan melotot tatkala melihat ke arah pintu.
Terdengar suara deritan pintu, menandakan baru saja ada orang yang masuk. Liana yang mengarah ke pintu menganga, membuat minuman yang ada di mulutnya meluncur sempurna ke luar.
Isaura dan yang lainnya keheranan lalu menoleh ke arah yang sama. Dan yang terjadi mereka tercengang-cengang dengan apa yang mereka lihat.
'Kok? kok? kok jadi ganteng? aku tidak terima!' batin Lysander nelangsa.
Sosok yang mereka lihat itu adalah Lyosha yang sudah tampil beda. Rambutnya ia potong dengan gaya undercut, dengan poni depannya yang miring ke arah kanan. Membuat dirinya nampak seperti lelaki. Dan jahatnya, ia terlihat tampan dengan gaya rambut seperti itu.
"Maaf aku terlambat pulang. Di tempat potong rambut tadi aku mengantri sangat lama. Aku heran kenapa hari ini terlalu banyak yang mengantri." Lyosha menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Apa kau Lyosha?" tanya Liana meyakinkan.
"I-iya...hei! kenapa kau? aneh sekali." Lalu Lyosha tersadar akan sesuatu dan langsung mengguncang bahu Liana. "Apa jangan-jangan kau telah terpesona dengan diriku? astagaaa akhirnya kau membalas perasaan ku Liana."
"Jangan mengada-ada wanita tua!" seru Lysander seraya meninju belakang kepala Lyosha. "Apa-apaan kau memotong rambutmu seperti itu?"
Lysander nampaknya iri melihat Lyosha yang tampan dengan gaya rambut barunya. Ditambah Liana terbengong-bengong melihat Lyosha, pastilan cemburu si lelaki cantik tersebut.
"Aku ingin mengubah penampilan sebelum mengikuti tes seleksi Tummulotary Academy. Ini bukan hanya tentang penampilan, tapi sebuah arti semangat baru untukku."
"Wah! sebuah bentuk pembuka semangat yang bagus. Mungkin dengan itu dia bisa lebih merasa lebih baik. Mungkin kalian juga perlu melakukan suatu perubahan. Akhir-akhir ini banyak yang terjadi, kalian juga jenuh belajar," ujar Nenek Louvinna.
Liana dan Lysander saling berpandangan, lalu menatap Nenek Louvinna dan Lyosha bergantian. Mereka lalu mengangguk penuh arti.
"Tidak, kami rasa lebih baik tetap seperti ini," ujar Liana mantap.
"Iya, aku juga. Aku sangat lama memanjangkan rambut ini. Aku sangat menyayangin rambut ini."
"Astaga, ini bukan hanya tentang panjang pendeknya rambut kalian." Nenek Louvinna terkekeh. "Mungkin saja kalian ingin gaya pakaian yang baru."
Mereka berempat mengangguk paham. Lalu tersenyum senang.
"Aku mungkin akan mencoba tidak memakai jubah. Aku jadi teringat dengan kelompok penjahat menjengkelkan waktu itu," ujar Lysander.
"Aku hanya ingin pakaian yang lebih seperti laki-laki. Agar tidak ada lagi yang menganggap aku perempuan lagi."
"Aku...ah gaya rambut baru ini sudah cukup."
"Aku hanya ingin penutup mata sebelah kiri."
Semuanya menatap Liana. Selama ini bahkan Nenek Louvinna sekalipun tidak pernah melihat mata kirinya tersebut.
Lysander jadi penasaran, apa sebenarnya yang Liana tutupi dari balik matanya tersebut. Tapi dia tidak ingin lancang bertanya. Bahkan Nenek Louvinna saja tidak menanyakannya, kalau Lysander membahas itu bukankah dia tidak sopan?
"Oh iya, kalungmu kemana? aku tidak melihatnya sejak lama," tanya Nenek Louvinna.