アプリをダウンロード
87.5% Cinta Satu Atap. ✔ / Chapter 21: Chapter 20.

章 21: Chapter 20.

Selama pelajaran Tasya dan Fira tidak bisa fokus. Pikiran mereka tertuju kepada cara untuk meyakin Rio dan Tere kalau mereka sama sekali tidak merencanakan cara untuk menjauhkan Ririn dari mereka.

Jam pulang sekolah pun berdering dan satu persatu anak keluar dan ada juga yang masih membereskan tas. Tasya dan Fira langsung menghampiri Rio dan Tere untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

"Rio, Tere tunggu."

Dengan malas Rio dan Tere pun berhenti.

"Lo mau jelasin apa lagi?"

"Bukan kayak gitu. Kalian tuh salah paham. Plis percaya sama gue." Tasya mulai memohon kepada Tere dan Rio.

"Salah paham?  Gue kasih tau ya, apa yang kalian lakuin itu bener bener kelewatan tau gak?! Yuk Rio kita harus jenguk dan minta maaf ke Ririn."

Setelah itu Tere dan Rio pun meninggalkan Tasya bersama Fira sendirian. Tasya pun mengepalkan kedua tangannya dan mengacak rambutnya khas orang fustrasi.

"Aah, kenapa sih kejadiannya kek gini?"

"Udahlah Sya...  Semuanya tuh udah berakhir. Sekarang lo cuma bisa pasrah."

"Apa lo bilang? Pasrah? Lo tuh bener bener ngeselin ya?"

Tasya sudah mengangkat tangannya untuk menampar Tere. Tempramen Tasya memang tidak bisa terkontrol,  jika segala sesuatu tidak berjalan sesuai rencananya maka ia dapat melakukan apa saja terhadap orang orang disekitarnya.

Pada saat Tasya hendak mengayunkan tangannya untuk menampar Fira, ia merasakan tangannya tidak bisa digerakkan. Lalu ia melihat ke arah tangannya. 

"Hai, princess."

Ternyata yang menahan tangan Tasya adalah Fahmi. Setelah yakin Tasya tidak melakukan hal yang tadi akan ia lakukan,  pelan pelan Fahmi melepas pegangan tangannya pada tangan Tasya.

"Sya, gue cuma mau ingetin sama lo, lo sekarang udah kelas 3 jadi jangan bikin masalah ya." kemudian Fahmi pun menyentuh kepala Tasya dengan lembut.

Tasya hanya sanggup mengangguk mendengar hal itu. Setelah itu Fahmi pun segera pergi.

"Fir, coba lo cubit gue."

Tasya menyodorkan tangganya dan Fira melakukan apa yang disuruh Tasya.

"Aww... Sakit!!!"

"Tadi suruh nyubit sekarang kesakitan.  Gimana sih?"

Tasya terus saja menatap ke arah kepergian Fahmi, 'Ya ampun sejak kapan Fahmi jadi cakep begitu dimata gue.  Kenapa gue gak sadar dari dulu sih?!'

***

Ayah dan Ibu angkat Ririn sedang duduk sofa. Ayahnya sedang memotong buah untuk Ririn. Tidak ada yang berbicara disana,  sampai akhirnya Ririn memecah keheningan itu.

"Ayah, Ibu aku mau ketemu orangtua kandungku."

Tangan Dimas berhenti bergerak. Sedangkan Ibunya kaget mendengar pekataan Ririn barusan. 'Dia, udah tau yang sebenarnya? Tapi dari mana? Siapa yang kasih tau?'

"Kamu..."

"Harusnya Ayah sama Ibu jujur sama aku. Gak perlu bohong kayak gini."

"Ayah kamu yang ngelarang Ibu."

"Maafin Ayah Rin. Gak seharusnya Ayah sembunyikan ini dari kamu. Ini juga berat buat Ayah."

Air mata Ririn mengalir membasahi pipinya. Selama ini ia telah merasakan penderitaan dan sekarang ia pantas bahagia.

"Aku ingin bertemu keluarga kandungku, Yah. Boleh?"

Dimas pun akhirnya mengangguk meski berat. Ia berjalan mendekati tempat tidur Ririn dan membelai kepala Ririn.

"Nanti kalau kamu udah keluar dari rumah sakit, Ayah bakal anterin kamu ketemu sama Ayah kandung kamu."

Ririn langsung memeluk Dimas erat,  "Makasih Ayah."

Ningsih yang menyaksikan hal itu pun ikut menangis karena terharu.

***

Hari sudah menjelang sore, lampu jalan pun sebagian telah di nyalakan. Tere dan Rio mencari ke seluruh rumah sakit di kota itu tapi masih belum bisa menemukan tempat Ririn di rawat.

"Lagian sih Yo, bukannya lo tadi ke ruang guru kek tanya. Kalo tadi lo nanya  gak bakalan nih kita nyari nyari kayak gini. Mana udah mau gelap lagi."

"Iya deh, maaf. Habis gue panik banget tadi terus Tasyakan cegat kita tadi. Ini rumah sakit terakhir.  Kalau gak ada juga, kita lanjut besok aja."

Mereka pun segera masuk dan mencari meja resepsionis untuk menanyakan keberadaan Ririn.

"Maaf sus, disini ada pasien yang bernama Ririn Raharjo?"

"Sebentar ya dek saya periksa dulu."

Perawat itu langsung memeriksa di komputernya.

"Oh ada dek, lantai 3 kamar 257, silahkan adek naik lift yang di sebelah sana."

''Makasih, sus."

Saking ingin bertemu Ririn,  Tere dan Rio langsung berlari menaiki lift dan manuju ruang rawat Ririn.

Setelah sampai di depan ruang rawat Ririn,  mereka berhenti untuk mengambil nafas. Rio sedikit mengintip ke dalam ruangan. Di sana dapat ia lihat, laki laki yang pernah bersama Ririn waktu itu.

'Lho itukan cowok yang waktu itu?!'

"Gue tau kok lo lg mikir apa?  Lo mau nanya dia siapakan?"

Tiba tiba Tere ikut menengok ke dalam ruangan lewat jendela kecil yang menempel pada pintu.

"Siapa dia, Re?"

Tere menarik nafasnya, "Dia itu Kakaknya Riein,  Kak Fahmi namanya."

Rio langsung membentuk huruf 'o' pada mulutnya dan tanpa berkata kata lagi ia langsung mendorong untuk membuka pintu dan hal itu membuat Fahmi terbangun. 

Tanpa berlama lama lsgi Rio langsung mrnghampiri tempat tidur Ririn.

"Ririn? Ririn sayang kamu bisa denger suara aku kan?"

Perlahan Ririn membuka kedua matanya karena ia mende gar suara yang amat ia rindukan. Saat membuka matanya, dapat Ririn lihat pacarnya Rio dan sahabatnya Tere sedang menatap cemas ke arahnya.

"H...hai, kalian...  Kenapa di sini?"

"Rin,  pliss maafin gue sama Rio ya.  Kita tuh dipengaruhin oleh kata kata Tasya dan sekarang kita nyesel. Pliss maafin kita Ririn."

"Iya Rin, waktu itu dengan gampangnya percaya gitu aja sama omongan dia. Padahal dia bukan siapa siapa aku."

Untuk pertama kalinya Rio menitikkan air mata di depan seorang perempuan selain Ibunya. 

"Akhirnya semua terungkap.  Aku senang."

"Kamu mau maafin aku kan dan terima aku lagi jadi pacar kamu?" Pada saat itu Rio sedikit takut kalau sampai Ririn menolaknya.

"Rio, Tere kalian tuh orang orang yang spesial selain orangtua dan saudaraku, mana mungkin aku gak mau maafin kalian." Ririn tersenyum manis depan keduanya.

'Terus jawaban buat aku mana, Rin? Jangan bilang kamu lupa.  Arrgh... Ayo dong, Rin plis kamu jangan lupa.  Aku mohon.'

Melihat kelakuan Rio yang sedikit lesu,  Ririn pun terkekeh. 'Dia tidak pernah berubah. Dasar.'  Ririn tertawa dalam hatinya.

"Dan buat kamu Rio,"

Wajah Rio berubah menjadi cerah kembali.

"Rio, untuk sementara kita tunda dulu ya. Aku ingin fokus pada kesembuhan aku dulu.  Gak apa apakan?"

"Gak apa apa kok, sayang. Kalau itu keputusan kamu aku bakal terima."

Tiba tiba Fahmi pun bangkit dari sofa tempatnya duduk sambil bertepuk tangan.

"Hot news, Ririn yang selama ini penurit dan pendiem ternyata diem diem punya pacar."

"Ih... Kakak ngomong apa sih?!"

***


Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C21
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン