アプリをダウンロード
33.33% Janji Suci Yang Ternoda / Chapter 5: Bab 5

章 5: Bab 5

Hari telah berganti, sejak semalam Devian mendiami Nadine. Tak ada sepatah katapun yang ia ucapkan untuk istrinya itu. Marah dan juga kecewa telah menjadi satu, bagaimana tidak marah. Selama ini ia mencoba menanyakan perihal kejadian yang menimpa Nadine, tetapi wanita itu terus saja bungkam dengan alasan tidak tahu.

Mungkin memang benar jika Nadine tidak tahu, karena menurut ayah mertuanya. Jika kedua orang tua Nadine menemukan putri mereka tak sadarkan diri di teras rumahnya. Namun Devian benar-benar penasaran dengan orang yang telah mendahuluinya. Dan setelah melihat vidio itu, sudah dapat disimpulkan jika ada dalang dibalik kejadian yang menimpa Nadine.

Pagi ini Devian sudah rapi dengan baju kantornya, tanpa memperdulikan Nadine yang tengah menyiapkan sarapan, Devian berjalan melewati meja makan tanpa sarapan terlebih dahulu. Nadine yang melihat itu bergegas mengejar langkah suaminya. Bukan hanya Devian saja yang marah atas vidio itu, tetapi Nadine juga marah. Bahkan ia sangat malu karena aibnya telah tersebar.

"Mas Devian tidak sarapan dulu. Mas, Mas Devian." Nadine berjalan mengikuti langkah Devian dengan terus berteriak memanggil suaminya itu.

Namun Devian tetap diam, ia sama sekali tidak memperdulikan teriakan istrinya itu. Devian terus mempercepat langkahnya, sampai akhirnya ia masuk ke dalam mobil. Nadine terus berusaha untuk mengejar, tetapi usahanya gagal karena mobil Devian sudah melaju meninggalkan halaman rumah mewahnya. Nadine memejamkan matanya sejenak, merasakan sakit di hatinya.

"Ya Allah, tolong kuatkan hamba dalam menghadapi cobaan ini." Nadine menyeka air matanya yang sempat menetes. Setelah itu ia kembali masuk ke dalam rumah.

Nadine memilih untuk kembali mengerjakan tugas rumah. Perasaan dan pikirannya akan kembali tenang saat ia gunakan waktu untuk bekerja. Namun hari ini berbeda, sikap Devian yang seperti itu membuat pikiran Nadine semakin bertambah ruet. Ingin rasanya ia berlari sejauh mungkin agar ia tidak melihat orang-orang yang ia sayangi tertimpa masalah karenanya.

***

Di kantor Devian sama sekali tidak bisa fokus bekerja. Bayangan video itu terus berputar-putar di benaknya, sesekali ia mengumpat kesal. Setelah itu Devian mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang. Tidak ada pilihan lain, masalah itu harus cepat terselesaikan. Devian tidak mau jika nama baiknya hancur gara-gara video itu.

[ Halo, tolong datang ke kantorku sekarang ]

[ Ok, aku segera meluncur ]

Setelah itu, Devian memutuskan sambungan teleponnya. Ia meletakkan ponselnya kembali di atas meja, pria beralis tebal itu hanya bisa berharap semoga usahanya akan berhasil. Devian benar-benar merasa curiga, jika kejadian yang Nadine alami atas rencana orang lain. Kenapa video itu baru tersebar sekarang, kenapa tidak dari dulu.

Selang beberapa menit pintu ruangan terbuka, seorang pria dengan balutan pakaian berwarna hitam masuk dan melangkahkan kakinya menghampiri Devian. Pria itu tersenyum dan duduk di hadapan Devian. Dia adalah Bima, teman sekaligus orang kepercayaannya, Devian akan menyuruh Bima untuk menyelidiki kasus itu.

"Ada apa? Tidak biasanya kamu menyuruhku ke sini?" tanya Bima. Jujur ia merasa heran, karena Devian jarang sekali mengajak ketemuan di kantor.

"Ada tugas untukmu. Kamu lihat ini." Devian menyerahkan ponselnya, ia menyuruh Bima untuk melihat rekaman video itu.

Bima mengambil ponsel milik Devian, dengan segera ia melihat rekaman video yang Devian tunjukkan. Setelah melihat dengan seksama, mata Bima membulat sempurna. Pria berambut kecokelatan itu tidak percaya jika yang ada dalam video itu adalah istri Devian. Mungkin itu sebabnya kenapa sahabatnya itu menyuruhnya untuk menyelidiki masalah tersebut.

"Dev, bukannya dia .... "

"Iya, dia Nadine. Istriku yang belum lama ini aku sahkan. Dia sudah membohongiku, dia merahasiakan hal itu dariku," potong Devian dengan cepat.

"Maksudnya, kamu baru tahu tentang video ini. Lalu ... kalian pasti sudah melakukannya, iya 'kan," terka Bima.

Devian mendengkus kesal. "Melakukan apa? Pikiran kamu tidak usah ngeres, kami belum melakukan apa-apa."

Bima mengerutkan keningnya. "Hah, yang benar saja."

"Bima, aku ingin kamu menyelidiki kasus ini. Cari tahu dalang dari masalah ini, karena aku yakin. Pasti ada orang lain yang merencanakan hal ini," terang Devian.

"Kamu tahu, gara-gara video ini tersebar. Hampir semua orang, bahkan karyawanku pun ikut membicarakan masalah ini. Aku tidak mau repotasiku hancur gara-gara video ini, nama baikku juga bisa tercemar. Karena semua orang tahu jika Nadine itu istriku," sambung Devian.

"Ok, kamu tenang saja. Tidak ada satu jam aku akan menghapus video ini dari internet dan media lainnya," ujar Bima setelah mendengar penjelasan dari Devian.

"Tapi bayarannya gimana," lanjut Bima seraya nenaik turunkan alisnya.

"Dasar mata duitan." Devian menyerahkan cek dan pastinya nominal yang tertulis tidak sedikit. "Apa itu cukup."

Bima tersenyum setelah melihat cek tersebut. "Ini lebih dari cukup. Kalau begitu aku cabut dulu."

"Ok, selamat bekerja," ujar Devian dengan tersenyum.

"Ship." Bima mengacungkan jempol tangan kanannya, setelah itu ia bangkit dan beranjak pergi.

Setelah Bima keluar, Devian menyenderkan punggungnya di sandaran kursi. Pria bermata elang itu berharap semoga masalah yang terjadi bisa cepat teratasi. Setelah itu, Devian memutuskan untuk segera menyelesaikan tugas kantornya. Banyak tumpukan berkas yang telah menunggunya sedari tadi.

***

Pukul sebelas siang Nadine telah selesai memasak, siang ini ia berniat ingin mengantar makan siang untuk Devian. Sejak semalam pria beralis tebal itu sama sekali tidak menyentuh makanan, pagi pun tidak sarapan. Padahal Nadine sudah menyiapkannya, itu sebabnya ia berniat akan mengantar makanan ke kantor Devian.

"Akhirnya selesai juga, semoga nanti mas Devian mau makan." Nadine tersenyum, ia sangat berharap semoga suaminya mau memakan masakan yang telah Nadine siapkan.

Setelah semuanya siap, Nadine bergegas ke kamar, ia akan mandi terlebih dahulu dan setelah itu ia akan bersiap-siap untuk ke kantor suaminya. Ini adalah yang pertama kali Nadine datang ke kantor Devian setelah mereka menikah. Ada rasa cemas, terlebih mengingat video dirinya yang tersebar itu.

"Mereka pasti akan mengenaliku, duh gimana ya." Nadine mematut dirinya di depan cermin. Gamis polos berwarna merah muda dengan pita di bagian pinggang melekat indah di tubuh mungilnya.

Setelah berpikir cukup lama, Nadine berjalan menuju almari. Wanita berjilbab itu membuka pintu almarinya dan mengambil sesuatu yang bisa ia gunakan. Nadine mengambil cadar yang berwarna senada dengan jilbabnya. Dengan begitu ia bisa leluasa untuk keluar rumah, dan semoga tidak ada yang mengenalinya.

"Semoga tidak ada yang mengenaliku," ucap Nadine setelah memasang cadar tersebut.

Setelah selesai, Nadine bergegas keluar dari kamarnya, ia berjalan menuruni anak tangga. Setibanya di bawah, Nadine melangkahkan kakinya menuju meja makan untuk mengambil makanan yang telah ia siapkan. Nadine menghembuskan napasnya, setelah itu ia beranjak keluar dan segera menemui mang Udin supir pribadi di rumah Devian.

"Mang, tolong anterin ke kantor mas Devian ya," pinta Nadine.

"Baik, Nyonya." Mang Udin bergegas menuju garasi untuk mengambil mobil.

"Silahkan, Nyonya." Mang Udin membuka pintu mobil tersebut, sementara itu Nadine tersenyum dan segera masuk ke dalam mobil.

Setelah itu, mang Udin pun ikut masuk dan segera melajukan mobilnya. Perlahan mobil BMW X5 berwarna putih melaju meninggalkan halaman rumah. Nadine memilih untuk melihat ke luar jendela, gedung-gedung tinggi berjajar. Kendaraan pun berlalu-lalang menghiasi jalan raya, semenjak menikah, baru kali ini Nadine melihat dunia luar.

***

Saat ini Devian tengah sibuk dengan pekerjaannya. Banyak berkas-berkas yang harus ia tanda tangani, belum lagi meeting dan juga pertemuan penting dengan rekan bisnisnya. Namun tiba-tiba pintu ruangan terbuka, seorang wanita dengan pakaian kantornya berjalan masuk ke dalam, dia adalah Amara. Teman sekaligus sekretaris Devian.

Amara masuk dengan membawa berkas di tangannya, wanita berambut sebahu itu tersenyum seraya berjalan menghampiri Devian. Amara duduk di kursi yang telah disediakan, lalu meletakkan berkas tersebut di atas meja. Sementara itu Devian masih fokus pada pekerjaannya, meski ia telah menyadari jika Amara sudah duduk di hadapannya.

"Dev, ada berkas yang harus kamu tanda tangani," ucap Amara, matanya terus menatap wajah tampan Devian.

"Sebentar." Devian menyelesaikan berkas yang ada di tangannya terlebih dahulu.

"Ok, oya nanti malam kamu ada waktu nggak?" tanya Amara.

"Memangnya kenapa." Devian mendongak dan menatap wanita di hadapannya itu.

"Mama sama papa ngajakin kamu makan malam di luar. Kamu bisa 'kan? Kita kan udah lama nggak .... "

"Sorry, tapi aku tidak bisa," potong Devian dengan cepat.

"Kenapa? Apa istri kamu .... "

"Ini berkasnya, aku masih banyak kerjaan lebih baik sekarang kamu keluar." Devian menyerahkan berkas yang telah ia tanda tangani di hadapan Amara.

Amara mendengkus kesal. "Ok, aku keluar."

Amara bangkit dari duduknya dan bergegas keluar dari ruangan Devian. Sementara itu Devian menghembuskan napasnya, pria beralis tebal itu menyenderkan punggungnya di sandaran kursi. Devian menatap langit-langit ruangannya, sembari mengendurkan dasinya, melepas rasa penat sejenak. Karena bukan hanya raganya yang capek, tapi benaknya juga.

Belum ada sepuluh menit Amara keluar, tiba-tiba pintu ruangan Devian kembali terbuka. Kali ini datang seorang wanita cantik yang sangat Devian kenal. Dia adalah Alexa, wanita berambut pirang itu kembali datang menemui Devian. Setelah usahanya gagal saat di Batam, kini Alexa kembali datang untuk menemui mantan kekasihnya itu.

Devian terperanjat saat melihat Alexa masuk dan berjalan menghampirinya. Ia tidak menyangka jika mantan kekasihnya itu akan nekat menemuinya lagi. Entah apa yang Devian rasakan saat ini, senang karena bisa bertemu dengan wanita yang sangat ia cintai. Atau sebaliknya, kecewa atas apa yang Alexa lakukan pada masa lalu. Di mana dia lebih memilih karirnya dari pada hari bahagia mereka.

"Alexa, mau apa kamu ke sini." Devian membenarkan posisi duduknya.

Alexa tersenyum dan berjalan menghampiri Devian, dan duduk di kursi. "Aku sengaja datang ke sini karena ada hal penting yang mau aku sampaikan, Mas."

Devian mengerutkan keningnya. "Hal penting? Hal penting apa."

"Aku mau minta maaf atas .... "

"Cukup Alexa, kalau kedatangan kamu hanya untuk membahas masalah itu. Lebih baik kamu pergi," potong Devian dengan cepat.

"Mas, kamu dengerin penjelasan aku dulu dong." Alexa memohon agar Devian mau mendengarkan penjelasannya.

"Penjelasan apa lagi Alexa? Semuanya sudah jelas," ujar Devian.

"Belum, Mas. Saat itu aku pergi karena ada alasannya. Aku akan menceritakan yang sebenarnya, tolong beri aku kesempatan," ujar Alexa. Wanita berambut pirang itu terus memohon.

Devian terdiam sejenak. "Ok, aku akan memberimu kesempatan."

Alexa tersenyum. "Terima kasih, Mas. Kamu memang pria yang sangat baik."

"Sekarang katakan apa yang akan kamu jelaskan," ucap Devian. Dan dibalas dengan anggukan oleh Alexa.

"Sebelumnya aku minta maaf, Mas. Aku memang salah karena pergi tanpa pamit, tapi aku pergi ada alasannya. Aku .... "

"Stop, kamu mau bahas masalah itu lagi. Alexa harus berapa kali aku bilang masalah itu sudah selesai. Jadi tidak perlu kamu ungkit-ungkit lagi," potong Devian dengan cepat.

"Mas, kamu dengerin dulu dong, kamu jangan main potong saja. Ada alasan yang harus kamu ketahui." Alexa memohon agar Devian mau memberinya kesempatan untuk berbicara.

Devian terdiam sejenak. "Ok, katakan apa alasannya."

"Aku pergi bukan karena keinginanku, tetapi ada yang menyuruhku pergi, ada yang menyuruhku untuk menjauh dari, Mas. Dan harus ninggalin, Mas." Alexa menundukkan kepalanya dengan raut wajah sedih.

"Maksud kamu ... siapa yang sudah menyuruhmu pergi." Devian menatap wajah Alexa. Ia penasaran dengan siapa yang Alexa maksud.

"Papa kamu yang sudah menyuruhku pergi, dan menyuruhku untuk ninggalin kamu, Mas." Alexa membalas tatapan Devian dengan mata berkaca-kaca.

Devian menggelengkan kepalanya, lalu memalingkan wajahnya. Jujur, ia tidak tega jika harus melihat seorang wanita menangis. Namun apa yang Alexa katakan, membuat Devian harus kembali berpikir. Pria beralis tebal itu tahu, jika sejak dulu ayahnya sudah menentang hubungan mereka. Bisa saja apa yang Alexa katakan itu memang benar adanya.

Tiba-tiba saja Alexa bangkit dan menjatuhkan dirinya di hadapan Devian. Hal tersebut membuat Devian terkejut, seketika ia bangkit dan menyuruh Alexa untuk bangun. Rasanya Devian tidak tega melihat apa yang wanita itu lakukan. Jujur dalam hati kecilnya, masih tersimpan harapan untuk Alexa, wanita yang sudah lebih lima tahun bersamanya.

"Mas, maafin aku. Semua ini memang salahku, jika saja aku tidak pergi pasti sekarang kita sudah menikah. Maafkan aku, Mas, aku terlalu takut untuk menghadapi ujian yang menimpa hubungan kita. Tolong maafkan aku, Mas," ungkap Alexa dengan air mata yang sudah tumpah.

"Alexa, kamu tidak perlu meminta maaf, ini semua bukan sepenuhnya salahmu. Mungkin aku yang terlalu bodoh karena tidak tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Kamu tidak perlu meminta maaf seperti ini." Devian memegang kedua bahu Alexa. Bahkan Devian juga menangkup wajah Alexa dan jemarinya menghapus air mata yang mengalir membasahi pipi mulusnya.

Alexa tersenyum mendengar ucapan Devian, bahkan wanita berambut pirang itu tiba-tiba memeluk tubuh kekar mantan kekasihnya itu. Lagi-lagi Devian dibuat terkejut dengan apa yang Alexa lakukan. Namun, dalam hatinya ia merasa senang, tetapi di lain sisi. Devian juga memikirkan jika dirinya telah beristri, tetapi bayangan kebohongan Nadine membuat pria beralis tebal itu mau membalas pelukan Alexa.

Alexa benar-benar menikmati pelukan hangat dari Devian. Pelukan yang selama ini telah ia rindukan, pelukan yang selalu membuat Alexa merasa nyaman. Namun tiba-tiba keduanya dikejutkan dengan suara derit pintu yang terbuka. Dan detik itu juga terdengar suara benda terjatuh, hal itu membuat Devian dan Alexa terkejut, dan menoleh ke sumber suara tersebut. Reflek Devian melepas pelukannya.

Pada dasarnya 'TAMU' tidak akan masuk ke rumah, jika 'TUAN RUMAH' tidak membukakan pintu. Begitu juga dengan seorang wanita tidak akan masuk ke dalam rumah tangga seseorang jika pria itu tidak membuka hatinya.


Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C5
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン