Bersyukur. Itulah yang memenuhi hati Lily saat ini. Lily bersyukur memiliki Angkasa. Lily bersyukur Angkasa ada disampingnya disaat dirinya memiliki banyak kekurangan.
Sampai kapanpun, Lily tidak ingin melepaskan genggaman tangan ini. Sampai kapanpun, sosok Angasa tidak akan pernah bisa tergantikan oleh orang lain.
"Kenapa lihatin aku kayak gitu?" Tanya Angkasa mulai terganggu saat Lily terus menatapnya seperti ini. Bukan terganggu dalam artian buruk, hanya saja ini membuat jantungnya menjadi berdebar lebih kencang.
Lily tersenyum. "Gak apa-apa, kamu ganteng." Angkasa benar-benar seperti dirasuki hantu perawan, pasalnya ia sangat malu ketika Lily mengatakan itu dengan entengnya.
Lily tidak bohong dengan perkataannya. Angkasa benar-benar sangat tampan tanpa menggunakan riasan cupu. Lily menyukainya hingga ingin mengklaim Angkasa sebagai miliknya, ingin berteriak bahwa Angkasa adalah miliknya.
"Pulang yuk, udah malem. Nanti Aster sama Yuli cariin kamu." Lily mengangguk patuh.
Angkasa menggandeng tangan Lily dan menuntunnya kerumah Lily. Tadi mereka berada di taman yang letaknya tak jauh dari komplek rumah Lily.
"Pas piknik nanti aku bakal susulin kamu Ly. Mungkin pas dikunjungan hari kedua."
"Kamu gak usah maksain kalau emang gak bisa Sa. Aku gak apa-apa." Angkasa menggeleng, tidak percaya dengan ucapan Lily yang mengatakan dirinya baik-baik saja.
"Aku yang gak baik-baik aja Ly. Dokter Mita bilang aku harus temenin kamu."
"Tapi buktinya sekarang aku baik-baik aja." Lily berdiri dihadapan Angkasa sambil menunjukan kondisi tubuhnya. Angkasa tersenyum kecut melihat Lily yang keras kepala.
"Kamu marah Sa?" Tanya Lily yang menyadari sorot kekecewaan terpancar dari mata Angkasa.
"Kamu tahu gak sih Sa. Selama ini aku nahan diri buat gak manggil kamu sayang." Ujar Lily diakhiri dengan tawa kecil yang renyah.
"Biasanya juga panggilnya Sa. Tinggal tambahin YANG apa susahnya?"
"Susah. Kan kita gak ada hubungan apa-apa." Angkasa tersadar. Mereka memang tidak memiliki status, tapi Angkasa rasa hubungan mereka lebih kuat tanpa adanya ikatan.
"Pokoknya besok pas piknik aku susulin kamu. Gak ada bantahan lagi." Lily mengembangkan senyumannya.
"Iya, makasih Sa...yang."
Brak!
Oh, Aster merusak suasana manis ini. Aster membuka pintu rumah dengan keras. Menatap tajam kakaknya yang sedang begandengan dengan Angkasa.
"Ngapain diluar aja? Masuk! Kakak perlu jelasin banyak hal ke aku." Lily menghela nafasnya. Sepertinya Lily akan menerima amukan dan Lily harus memberikan banyak penjelasan untuk adiknya ini.
"Iya." Ucap Lily kemudian beralih menatap Angkasa kembali.
"Aku pulang dulu Ly."
"Pulang kemana?" Tanya Lily penasaran, takut jika Angkasa pulang ke apartemen bukannya kerumah orang tuanya dan membuat mereka khawatir lagi.
"Kerumah Ly. Apartemen aku disewain ke orang lain sama Papa." Lily ingin sekali mentertawai Angkasa saat ini.
"Hati-hati pulangnya."
"Kamu langsung tidur ya Ly. Jangan begadang."
"Iya Sa. Kamu kalau udah sampai rumah telfon ya?"
"Iya, udah sana masuk." Lily menggenggam tangan Angkasa lebih erat sembari mengayunkannya, enggan berpisah dari Angkasa.
"Kenapa?" Tanya Angkasa lembut. Jika bisa Angkasa ingin menaruh Lily kedalam vas bunga hingga Angkasa bisa bersamanya sepanjang waktu.
"Kak masuk! Atau aku panggilin mama nih." Interupsi Aster hingga membuat Lily memucat karena mendengar mamanya sudah ada di dalam rumah.
"Iya masuk nih."
Angkasa dan Lily melepaskan tangan dengan terpaksa. Lily melangkah masuk dengan lesu mengikuti adiknya yang sudah lebih dulu masuk.
"Ly!"
Lily menoleh kebelakang saat Angkasa memanggil namanya. Ugh, besok saat sekolah juga bertemu lagi namun rasanya perpisahan ini bak perpisahan saat sepasang kekasih akan menjalani hubungann LDR.
"Mau ikut aku?" Angkasa berlari mendekat kearah Lily. Angkasa dan Lily sama takutnya, saat hari esok datang trauma Lily mungkin akan kembali dan membuat mereka menjauh lagi.
Baik Angkasa maupun Lily tidak ingin jarak diantara mereka kembali melebar.
Tanpa ragu Angkasa menarik tangan Lily dan membawa Lily kabur dari sana, saat Lily menganggukkan kepalanya dengan senyuman yang merekah. Lily tersenyum melihat Angkasa yang berlarian dengan terengah-engah dari belakang sambil menggandeng tangannya. Jangan pedulikan Aster yang terlihat kesal sekarang.
Angkasa benar-benar bisa mengetahui isi hati Lily yang tidak ingin menjauh darinya.
Biarlah Lily bersama Angkasa malam ini, tentang kemarahan adiknya. Lily bisa fikirkan saja besok.
*
"Habis dari mana semalem?" Itulah satu suara yang Lily dengar saat baru melangkah masuk kedalam rumahnya.
Sambil menunjukkan senyuman tak berdosanya Lily masuk dan duduk di samping adiknya yang terlihat sangat marah itu.
"Aster gak sekolah?"
"Kakak juga enggak." Sial! Lily pulang agak siang berencana untuk menghindari Aster dan mamanya. Tapi nyatanya, bocah kecil ini justru bolos.
Kakak beradik memang, mereka sangat mirip karena suka membolos.
"Kakak semalem dari mana?" Tanpa alasan yang jelas. Lily kesulitan menelan air mineral yang kebetulan bertengger dimeja.
"Dari mana lagi. Kakak nonton film di bioskop."
"Habis itu? Kakak gak mungkin nonton film selama itu. Jujur sama aku kakak habis ngapain sama kak Angkasa?"
"Gak ngapa-ngapain dek."
"Terus kakak semalem tidur dimana?"
"Dimobil." Ucap Lily sejujur-jujurnya, namun sepertinya Aster tidak mempercayai ucapannya. Andai rasa pusing dikepala Lily bisa di transfer, mungkin Aster baru akan percaya dengan ucapannya.
"Kamu bilang sama mama gak dek soal kakak minum obat dokter lagi?"
"Niatnya gitu..." Lily berkeringat dingin. "Tapi gak jadi." Lily menghela nafas lega.
"Jangan bilang sama mama ya Ter?"
"Aster gak akan bilang..." Lily sudah tersenyum senang. "Tapi harus kakak sendiri yang bilang." Lily kembali mengerucutkan bibirnya.
"Tapi..."
"Jangan buat mama merasa terkhianati lagi kak. Mungkin mama bakal kira kita mau ninggalin mama dan lebih berpihak pada papa kalau semua hal kita sembunyiin sama mama." Lily teremenung. Ucapan Aster memang tidak ada salahnya.
"Oke. Kakak bakal bilang sama mama, tapi kasih kakak waktu."
"Lebih cepat lebih baik kak. Kakak tahu ungkapan itu?" Lily mengangguk.
"Mama lagi kerja kan?" Tanya Lily yang diangguki oleh Aster. Setidaknya Lily tenang karena memiliki waktu untuk bersiap untuk mengatakannya pada mama.
"Tapi jujur deh kak. Kakak semalem habis ngapain?"
"Nonton film aja. Astaga!" Berapa kali Lily harus bilang. Ini mulai mengesalkan.
"Gak ada yang lain?"
"Gak ada. Habis itu kakak tidur di mobil." Karena Angkasa maupun Lily tidak memiliki tujuan yang bisa mereka singgahi lama.
"Sama?"
"Sama Angkasa lah."
"Tapi kok Aster ragu kalau mbak gak ngapa-ngapain sama kak Angkasa?"
"Emang kakak bisa ngapain lagi? Tunggu jangan bilang.. pikiran lo jorok dek. Perlu minum obat juga kayaknya." Tidak mungkin Lily melakukan hal seperti itu diusia remaja. Adiknya ini, isi otaknya kotor disaat usianya masih terbilang sangat muda.
"Gak gitu juga maksud adek, kakak." Lily mengernyit.
"Terus kenapa?"
"Kakak semalem ciuman sama kak Angkasa ya?" Lily melotot. Kenapa adiknya ini pura-pura tidak tahu saja? Lily ingin menyembunyikan wajahnya ke bantal saat ini juga.
"Kok.." Lily tidak bisa berkata-kata.
"Bibir kakak lebih tebel dari biasanya. Kelihatan banget kalau..." Lily mengulum bibirnya sendiri, berusaha menyembunyikannya. "Emang kakak fikir aku gak pernah?" Lanjut Aster membuat Lily melotot tak percaya.
Aster segera berlari masuk kedalam kamarnya sebelum kakaknya melemparinya dengan segala jenis benda yang ada didepannya.
"ASTER! Lo anak kecil udah begituan sama siapa?" Teriak Lily mengikuti Aster. Tapi Aster lebih cepat dan berhasil masuk kedalam kamarnya.
Lily menggedor kamar Aster.
"Pasti Yuli kan?" Aster merebahkan dirinya keatas kasur dan mengabaikan setiap perkataan yang diabaikan kakaknya.
"Jangan bilang sama mama soal ini ya? Kalau yang ini pasti kakak bakal dimarahin."
"Gak mau."
"Kalau gitu kakak juga bakal bilang ke mama lo juga pernah."
"Terserah, ntar aku bilang kakak makan obat dari dokter. Suruh nyembunyiin bola basket dari papa, dan masih banyak lagi."
Sialan! Aster lebih punya banyak kartu.
Maaf telat dari biasanya
Jangan lupa power stone dan komentar!!!
Biar aku semangat nih