"Sayang."Panji datang ke butik Alena. Niatnya ingin meminta maaf atas kejadian kemarin di kantornya.
Sengaja Panji merelakan waktunya demi menemui kekasihnya itu yang sebelumnya sempat bertengkar di kantornya. Hari ini dia ingin meminta maaf atas keegoisan dirinya kemarin. Biargimanapun juga dirinya merasa bersalah kepada Alena.
"Sayang. Aku minta maaf ya atas kejadian kemarin. Panji masuk ke dalam ruang kerja Alena.
Alena awalya menengok kearah Panji namun setelah tahu kalau yang datang itu Panji dengan segera Alena menagalihkan pandangannya kearah lain. Sepertinya Alena masih nampak marah dengan Panji atas kejadian kemarin.
"Sayang jangan gitu dong."Panji langsung mememluk tubuh Alena dari belakang.
"Aku minta maaf atas kejadian kemarin."Panji masih memeluk Alena. Sedangkan Alena malah masih sibuk dengan buku laporan yang dipegangnya itu. Dia memang sengaja membiarkan Panji yang tengah memeluknya itu. Dalam hati Alena sebenarnya juga merasa senang sekali bisa dipeluk Panji. Jujur yang paling dia suka ketika bersama Panji adalah ketika dipeluk.
Panji melihat Alena tidak meresponnya tepaksa dia langsung membalikkan tubuh Alena agar mau menghadapnya. Panji mengambil buku yang sempat sebelumnya dipegang Alena lalu diletakkan ditas meja.
"Mmmuah."Panji mencium bibir Alena. Dia tidak kuat harus berlama-lama marah-marahan dengan Alena.
"Muuuah."Alena membalas ciuman Panji.
Akhirnya mereka berdua saling berciuman di dalam ruangan sepi itu. Di dalam ruangan itu hanya ada mereka berdua saja. Rasanya dunia ini miliki mereka berdua saja yang tengah dimabuk kasmaran. Panji terlihat mencium bibir Alena yang merah ranum itu dengan brutal sekali. Sampai-sampai Alena tidak mempunyai kesempatan untuk bernafas. Jadinya Alena kini bernafas dengan tersengal-senagal.
Terakhir Panji berciuman dengan cewek adalah ketika bersama Arini di dalam kamarnya. Itu saja tidak sengaja dia mencium Arini dan pada akhirnya Panji malah berbuat sampai diluar batas kepada Arini. Memang selama pacaran dengan Raisa, Panji tidak pernah absen berciuman dengan Raisa. Dan selama pacaran dengan Alena, baru kali ini Panji mencium Alena. Nafsu Panji yang tidak tersalurkan lagi setelah putus dengan Raisa kini dilampiaskan kepada Alena.
Walaupun begitu Alnea sangat menikmati ciuman itu. Tangan Alena dikalungkan ke leher Panji dan memberikan tekanan disana. Begitu sebaliknya Panji juga menekan tengkuk leher Alena agar ciuman mereka tidak terlepas.
"Mmmuah."Panji tidak melepas ciumannya sediitpun. Tangan Alena berusaha lari dari leher Panji.
Alena yang sangat berambisi untuk bisa memiliki Panji seutuhnya kini dia berusaha menggerakkan tangannya untuk membuka kancing baju Panji . Pelan-pelan tapi pasti semua kancing kemeja Panji warna putih itu lepas. Panji tidak menyadirnya karena keasyikan melumat bibir ALena yang manis itu.
Setelah beberapa menit berciuman, mereka berdua kehabisan nafas hingga akhirnya ciuman itu harus terpaksa terhenti sebentar. Tiba-tiba dengan cepat tangan Alenea menarik kepala Panji kearah lehernya. Nafas Panji yang kembali normal, kini malah tidak kuat dengan keharuman leher jenjang Alena yang seksi dan harum itu. Sengaja Alena melakukannya karena ingin Panji bermain disekitaran lehernya. Tanpa butuh waktu lama Panji langsung menciumi leher Alena dengan kasar. Alena merasakan rasa sakit sekaligus kenikmatan yang tiada tara dilehernya. Saking nikmatnya Alena menekan kepala Panji agar terus bermain di lehernya.
"Ahhh."Alena mendesah saat lehernya dicium Panji. Tanpa disadari Alena, ternyata desahannya mampu membuat nafsu Panji semakin tidak terkendali pada tubuhnya.
Panji dengan tidak sadarnya menuntun Alena untuk berbaring di sofa. Kebetulan di ruangan kerja Alena terdapat sofa panjang yang bisa digunakan untuk rebahan ketika istirahat. Alena mengikuti langkah Panji yang menuntunnya entah kemana itu. Hingga akhirnya Alena harus ambruk duluan di sofa panjang itu.
Saat ambruk di sofa itu, ciuman panas bibir Panji baru berhenti. Saat ambruk itu tiba-tiba Panji langsung memposisikan tubuhnya diatas tubuh Alena yang sudah tiduran di sofa. Panji langsung membuka kancing kemeja Alena dengan cepat. Alena menatap Panji dengan puas. Sebentar lagi Panji akan menjadi miliknya.
"Arini."Panji terkejut ketika ada sosok Arini di depannya. Padahal kenyataannya disana tidak ada Arini melainkan Alena.
"Panji menghentikan kejahilan tangannya yang sedang membuka kancing kemeja Alena. Beruntung belum semua kancing Alena terbuka.
"Bangunlah."Panji langsung bangun dan menjauhi tubuh Alena yang hampir telanjang. Wajah Panji nampak beralih pandangan dari Alena.
Alena terkejut ketika Panji tiba-tiba tidak melanjutkan adegan panas tadi yang sudah ditunggu-tungguinya itu. Panji kini terlihat sedang manata kemajanya yang telah berantakan dan segera mengancingkan kemejanya yang telah dibuka Alena.
"Hampir saja aku melakukannya lagi."Panji ingat akan perbuatannya dulu kepada Arini. Dia tidak mau melakukannya lagi kepada Alena. Sudah cukup dia melakukannya kepada Arini.
"Khmmm."Alena berdehem pura-pura tidak sadar dengan kejadian yang barusan terjadi tadi. Alena gengsi di depan Panji padahal dalam hatinya sangat merasa kecewa karena tidak jadi.
Secinta-cintanya Panji dengan seorang cewek dia tidak akan melakukan hal yang diluar batas. Orangtuanya tidak pernah mendidiknya untuk mendekati apalagi melakukan perbuatan memalukan itu sebelum ada ikatan pernikahan. Untuk kejadian bersama Arini dulu hanyalah ketidaksengajaannya karena dibawah kendali minuman alcohol. Sekarangpun dia tidak munafik kalau masih merasa bersalah pada Arini.
"Kenapa sayang."Alena bangun dari sofa. Tatapannya nampak kesal karena Panji tidak melanjutkannya lagi.
"Kita belum menikah."Panji membalikkan badannya menatap Alena yang ternyata masih separuh telanjang karena kemejanya hampir terbuka.
"Cepat pakailah kemejamu dengan benar."Panji mengalihkan pandangannya lagi dari Alena dengan menatap kearah yang lain.
Setelah Alena memasang kemajanya dengan baik, kini mereka duduk berdua di sofa sambil diam saja. Mereka berdua tentu masih ingat dengan kejadian tadi.
"Ayo makanlah."Panji membuka topik pembicaraan agar suasana tidak hening.
"Hmmm."Alena menjawab dengan asal-asalan karena masih kesal dengan Panji tadi yang tiba-tiba berhenti tadi. Padahal kurang sedikit lagi Panji akan menjadi miliknya seutuhnya.
"Untung saja wajah Arini tadi muncul kalau nggak pasti aku akan melakukannya dua kali dengan wanita yang berbeda."Panji membatin dalam hati sambil makan.
"Maaf atas kejadian tadi."celetuk Panji dengan tatapan matanya masih tertuju ke makanannya.
"Hmmm."jawab Arini tidak ikhlas.
Setelah selesai makan siang bersama, Panji masih menemani Alena sampai waktu pulang tiba. Saat tiba waktunya pulang, Alena dan Panji langsung menaiki mobil Panji. Berhubung Panji sudah meminta maaf jadinya Alena kini sudah memaafkannya dan mau pulang bersama.
"Lho sayang kok belok kesini. Bukannya ke rumah kamu dulu."tanya Alena sambil memperhatikan jalan yang dilewati mobil Panji.
"Aku mau ke rumahmu."jawab Panji sambil tersenyum ketika menyetir. Kali ini dia benar-benar serius dengan Alena dengan menemui dan meminta restu atas hubungannya dengan Alena.
"Beneran. Kamu mau kenalan dengan mamah papahku?"Alena mendekatkan wajahnya kearah Panji karena tidak percaya dengan apa yang barusan didengarnya itu.
"Hmmm."Panji mengangguk dengan cepat.
Alena mendengarnya langsung refleks memeluk tangan Panji yang sedang menyetir. Sampai-sampai Panji sedikit oleng ketika menyetir. Saking bahagianya Alena sampai-sampai tidak sadar telah mengganggu Panji yang sedang menyetir. Panji memaklumi apa yang dilakukan Alena barusan walaupun bisa dibilang itu bisa membahayakan keselamatan mereka di jalan raya.
"Aku seneng banget deh kamu ke rumahku."Alena memeluk tangan Panji dengan erat.
"Aku mau hubungan ini semakin serius. Aku sangat mencintaimu."Panji menoleh kearah Alena sebentar.
"Aku juga sangat mencintaimu sayang."Alena mendongak dan mencium bibir Panji.
Setibanya di rumah Alena, Kedua orangtua Alena nampak sedang duduk berdua saja di ruang tamu rumah mereka. Mereka tidak tahu kalau hari ini ada tamu laki-laki Alena.
"Mamah papah."Alena mencium tangan orangtuanya. Begitupula Panji juga mengikuti apa yang dilakukan Alena dari belakang.
"Sore tante."sapa Panji dengan manisnya. Disisi lain kepribadiannya yang dingin itu Panji juga bisa bersikap manis dan ramah. Itu tidak lepas dari didikan orangtuanya selama ini.
"Ini Panji. Jangan bilang ini pacar mu nak?"celetuk mamahnya Alena ketika melihat laki-laki disamping Alena yang nampak tampan sekali itu dengan postur tubuh gagah itu.
Orangtua Alena sebenarnya juga tidak kalah dengan keluarga Panji. Ayah Alena yang berlatarbelakang sebagai pengusaha sukses di bidang konveksi di Jakarta turun kepada Alena anak semata wayangnya.
Baru kali ini Panji datang ke ruamah orangtua pacarnya. Jujur dalam perasaannya masih grogi dan deg degan. Ketika menjalin hubungan dengan Raisa memang sempat terpikirkan untuk datang dan berkenalan dengan orangtua Raisa. Tapi kenyataannya tidak bisa terjadi karena hubungan mereka harus kandas ditengah jalan.
"Silahkan duduk dulu nak."Mamah Alena mempersilahkan Panji duduk.
"Ya tante."jawab Panji dan langsung duduk di sofa ruang tamu. Semua terlihat duduk berdampingan. Alena duduk bersebelahan dengan Alena.
"Kenalin ini papahnya Alena. Kamu bisa memanggilnya om Ardi. Kalau nama tante Ariana."Mamah Alena malah dengan ramahnya memperkenalkan sendiri. Panji melihatnya langsung merasa sedikit santai. Setelah sebelumnya sempat merasa grogi.
"Ternyata mamahnya Alena baik juga. Beda banget sama Alena."batin Panji sambil tersenyum kearah mamahnya Alena.
"Kamu sudah lama pacaran dengan Alena?"suara papahnya Alnea tedengar bulat dan terkesan mengerikan.
"Hampir mau satu bulan ini om."jawab Panji sedikit terkejut ketika mendengar om Ardi bericara kepadanya.
"Ohtt."jawab Om Ardi dengan mengangguk. Baru sebentar ternyata hubungan Panji dan Alena.
"Mah pah, Panji mau bilang sesuatu ke papah sama mamah."Alena mengingatkan rencana Panji tadi ketika di dalam mobil. Panji baru ingat setelah Alena mengingatkannya tadi.
"Mau bilang apa nak?"tante Ariana tidak sabar dengan rencana Panji datang kerumah mereka. Sedangnkan Om Ardi malah terkesan santai saja dan tidak terlalu antusias.
"Kedatagan saya kesini berniat meminta restu om sama tante untuk merestui saya yang akan mengajak Arini. Eh maaf maksutnya Alena ke hubungan yang serius lagi dalam waktu dekat. Mungkin saya sekarang tidak mengajak orangtua saya karena ayah saya sedang ada urusan jadi sementara saya sendiri dulu kesininya."Panji menyesali tadi sempat salah nama. Dia tidak tahu kenapa mulutnya bisa keceplosan nama Arini.
"Kenapa dia memanggil nama dia sih."Alena terlihat kesal karena Panji malah salah menyebut namanya dengan nama Arini.
"Wah tante seneng banget dengarnya. Apalagi om Ardi. Oh ya ayahnya nak Panji ada urusan apa?"tanya tante Ariana tidak perduli dengan Panji tadi yang salah menyebut nama. Om Ardi melihatnya biasa-biasa saja. Sedangkan Aena masih nampak kesal.
"Ayah saya ada urusan kerja di luar negeri."jawab Panji dengan sedikit merendah. Jujur Panji memang tidak terlalu dekat dengan ayahnya. Karena ayahnya terlalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri dan lupa waktu kumpul dengan dirinya dan mamahnya.
"Ayahmu pengusaha?"tanya Om Ardi datar. Panji langsung mengangguk saja.
"Baguslah kalau begitu jadi Alena bisa mendapatkan laki-laki selevelnya."batin om Ardi.
"Oh ya nak Panji sekarang kerja apa?"Tante Ariana nampak ramah sekali kepada Panji. Mamahnya Alena mempunyai sifat ramah dan baik kepada semua orang sedangkan Om Ardi cenderung sombong dan pendiam. Jadi wajar kalau Alena memiliki sikap sombong itu karena turun dari ayahnya.
"Panji itu punya perusahaan sendiri mah. Perusahaan Karunia Alam itu."kata Alena dengan sombongnya. Mendengar ucapan Alena barusan membuat papah dan mamahnya langsung kaget.
Parusahaan Karunia Alam sendiri adalah perusaahaan terkenal dengan usahanya di bidang konveksi di Jakarta.Di Jakarta sendiri ada tiga perusahaan konveksi yang terkenal yaitu salahsatunya konveksi milik ayah Alena dan Panji sendiri. Meskipun perusahaan milik Panji itu masih baru tapi reputasi perusahaan Panji cukup bagus. Itu semua berkat kinerja Panji yang bagus dalam menggerakkan perusahaannnya hingga mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan lain terutama konveksi milik om Ardi.
Memang ayah Alena sudah tahu perusahaan Karunia Alam tapi dia sendiri tidak terlalu tahu dan tidak ingin tahu mengenai siapa pemimpin perusahaan lawannya itu. Tapi pernah terlintas di telinganya dulu kalau yang menjadi pemilik perusahaan Karunia Alam adalah laki-laki yang masih muda. Sempat ingin mencari tahu pemilik perusahaan Karunia Alam tapi om Ardi tidak mau membuang-buang waktunya untuk hal yang tidak penting mengurusi perusahaan lawan mainnya itu.
"Kalau begini kan bagus. Dengan Alena menikah sama dia perusahaan konveksi aku akan semakin maju dengan bekerjasama perusahaan Karunia Alam milik dia."batin om Ardi sambil menatap Panji.
"Memang sengaja aku rahasiain pah kalau Panji memiliki prusahaan konveksi sama seperti milik papah. Habisnya Panji tidak suka kalau membocorkan identitasnya sebagai pemilik perusahaan Karunia Alam."kata Alena membuat orangtua Alena merasa kagum karena Panji terlihat tidak ingin sombong dan menutupi kehidupannya yang kaya itu.
"Kenapa nak kok gitu.?"tante Ariana pura-pura bertanya kepada Panji.
"Nggak papa kok tante."jawab Panji dengan santai dan tersenyum.
"Kamu itu udah tampan, gagah, tidak sombong mapan lagi. Cocok banget samaa anak tante. Ya kan pah.?"tante Ariana menoleh kearah suaminya. Sudah pastinya Om Ardi akan setuju dengan pernyataan istrinya secara memang yang dibilang istrinya itu benar adanya.
"Ya. Kalian itu serasi."Jawab Om Ardi datar.
Alena dan Panji menndengarnya begitu senang sekali. akhirnya hubungan mereka telah mendapatkan restu dari orangtua Alena. Kini giliran mereka meminta restu dengan keluarga Panji.Alena yakin kalau keluarga Panji juga merestuinya sama kayak orangtuanya secara Alena sendiri merasa dari keluarga mapan, wanita carrer dan memiliki paras cantik.