Hari ini Panji terlihat sibuk sekali menyelesaikan pekerjaannya di kantor. Dia paling tidak suka dengan pekerjaan yang menumpuk ditambah lagi deadlinenya mepet semua. Dengan fokusnya Panji mengerjakan semua pekerjaannya agar cepat selesai dan semua bisnisnya lancar tidak ada kendala.
Saking fokusnya sama pekerjaannya, sampai-sampai dia lupa melihat jam. Ternyata ini sudah menunjukkan waktu istirahat. Sudah biasa bagi Panji kalau terlalu fokus dengan pekerjaannya pasti lupa jam istirahat.
"Sayang."Alena masuk ke dalam ruangan kerja Panji. Seperti biasa Alena menghantarkan makan siang untuk Panji.
"Duduklah sini."jawab Panji masih tertuju kearah layar laptopnya. Dia tahu kalau yang datang keruangannya itu adalah Alena.
"Ini sayang makanannya. Ayo kita makan."Alena meletakkan makan siangnya di atas meja. Panji masih sibuk dengan urusannya.
"Sayang ayo kita makan."kata Alena melihat Panji yang masih duduk di kursi kerjanya.
"Bentar."jawab Panji dengan singkat. Sebenarnya Alena datang diwaktu yang tidak tepat.
Alena tepaksa menunggu Panji hingga selesai mengerjakan pekerjaannya. Tapi setelah ditunggu cukup lama Alena menjadi emosi sendiri. Disisi lain Panji juga berusaha sekuat tenaganya untuk segera menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal sedikit lagi selesai itu.
"Kamu itu nggak menghargai aku gitu sih yang."kata Alena menghampiri kursi kerja Panji dengan kesal.
"Sebentar ya sayang. Kurang dikit lagi ini."Panji menyuruh Alena sabar sebentar. Sebentar lagi pekerjaan Panji akan selesai.
"Kamu itu gimana sih. Udah aku rela-relain kesini bawain makanan untuk kita makan berdua tapi kamu nya gini."Alena sudah nampak emosi. Padahal baru nunggu 5 menit saja menunggu sudah marah begitu.
"Iya ini aku udah selesai."Panji langsung berdiri dan menoleh kearah Alena yang berdiri disampingnya setelah pekerjannya selesai.
"Aku nggak suka kamu ginian aku. Coba deh kalau kamu jadi posisi aku. Kamu nganter makanan buat aku. Apa kamu mau?"tantang Alena. Panji tahu kalau dia yang jadi posisi Alena pasti belum tentu bisa bertahan setiap hari harus menyempatkan membawa makanan. Perasaannya kini merasa bersalah pada Alena.
"Ya aku minta maaf sayang sudahlah ayo kita makan bareng."Panji berusaha menemangkan emosi Alena dengan memegang pundaknya.
"Aku nggak mau makan."Alena langsung pergi meninggalkan ruang kerja Panji sambil membawa makanannya tadi yang telah dibawanya.
Panji terkejut sekali ketika melihat tingkah Alena yang sedang marah itu. Baru kali ini dia melihat seorang cewek marah sampai segitunya. Sampai-ampai makanan yang sudah dibawa keruang kerjanya dibawa pulang lagi. Padahal Panji tadi mungkin hanya molor lima menit saja, tapi Alena sudah marah sebegitunya.
Seumur-umur ketika dia masih berpacaran dengan Raisa dirinya tidak pernah digitukan oleh Raisa. Tapi ini malah Alena terlihat jauh beda dari Raisa.
"Udahlah,"Panji yang sudah capek sekali akhirnya membiarkan Alena pergi. Panji kembali duduk di kursinya dengan mata terpejam.
Panji ingin mengejar lari Alena tapi badannya yang sudah terasa capek sekali hingga tidak mampu membuatnya berdiri. Kini dia hanya duduk-duduk manis saja sambil memejamkan matanya. Selama matanya terpejam, perasaannya masih merasa bersalah pada Alena.
Dret dret
"Siapa lagi ini."tangan Panji mencari ponselnya dengan mata terpejam yang berbunyi di atas meja. Siapa lagi yang hendak mengganggu waktu istirahatnya setelah sebelumnya sempat bertengkar dengan Alena
"Reihan."Panji terkejut ketika melihat layar ponselnya ada panggilan masuk dari Reihan.
"Hai bro."Panji menjawabnya dengan lemas.
"Lemas amat bro suaranya."
"Biasa sibuk sama kerjaan."Panji terlihat masih kesal dengan pekerjaannya dan Alena yang marah tadi.
"Kerjaan pa kerjaan sih bro."Reihan sudah lama bersahabat dengan Panji hingga tahu kepribadian Panji. Reihan juga sudah tahu apa-apa saja yang bisa membuat Panji kesal.
"Tahu apaan sih lho itu."Panji langsung semangat lagi ketika Reihan menelponnya. Setelah sebelumnya kesal dengan Alena tadi.
"Udahlah dibuat slow aja masalah lho itu. Cewek ada banyak lah."goda Reihan. seketika Panji langsung membelalakkan matanya.
"Apaan sih lho itu. Gue itu cintanya sama Alena lah."Panji terdengar marah.
"Gue bercanda lah."Reihan tadi niatnya hanya bercanda biar Panji tidak sedih lagi.
Kini Panji sudah tidak kesal lagi. Kehadiran Reihan mampu membuatnya merasa hidup lagi. Itulah yang membuatnya betah bersahabat dengan Reihan. Selain karena sudah berteman sejak kuliah, Reihan juga dianggapnya sebagai keluarga sendiri. Semua masalah yang dihadapinya pasti diceritakan ke Reihan dan pada akhirnya Reihan juga turut membantunya dalam menghadapi kesulitan dan masalah yang tengah dihadapi.
"Berhubung lho udah fresh lagi. Gue mau nagih lho masalah Arini kemarin."Reihan masih ingat dengan Arini. Sekarang waktunya mencari tahu kabar Arini lewat Panji. Panji baru ingat kalau kemarin belum sempat memberitahukan kabar mengenai Arini kepada Reihan karena pacarnya keburu datang.
"Lho itu ya. Mikirin dia terus."Panji merasa aneh karena Reihan masih ingat dengan Arini kemarin yang sempat tertunda.
"Yaelah kan emang nggak salah kan kalau gue nanya Arini lagi. Kemarin kan lho nggak jadi nyeritain Arini ke gue gara-gara pacar lho itu."kata Reihan dengan pedenya.
"Arini udah berhenti kerja di rumah gue."jawab Panji dengan santai.
"Lho kenapa emangnya."Reihan terperanjat setelah tahu Arini telah berhenti kerja di rumah Panji.
"Nggak tahu katanya ada urusan apa gitu sama mamah gue."jawab Panji dengan santai.
"Urusan apa?"Reihan kepo.
"Tahu lah. Gue aja lupa terus kalau mau tanya sama mamah gue kenapa Arini bisa berhenti. Secara selama ini dia kan baik-baik saja ketika di rumah gue."Panji masih lupa untuk menanyakan kembali ke mamahnya mengenai Arini.
"Makanya jangan keasyikan pacaran mulu."sindir Reihan dengan kesal. Sudah sabar menunggu kabar Arini malah ujung-ujungnya ada kabar Arini telah berhenti kerja. Jadi kan Reihan tidak memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Arini lagi.
"Apa lho apa-apain dia ?"tanya Reihan.
"Apa?"Panji langsung tersentak dari kursi duduknya. Dia baru ingat kalau dulu pernah memperkosa Arini. Tapi kejadian itu sudah cukup lama. Kenapa baru keluar sekarang. Kalaupun Arini keluar karena kejadian itu pasti dia bisa keluar dari dulu-dulu aja.
"Masak masalah itu yang membuatnya dia berhenti kerja. Ah Panji kok lho baru sadar sih."kata Panji sambil membelalakkan matanya. Dia hanya bisa diam membisu dengan perkataan Reihan barusan sambil menyalahkan dirinya sendiri karena dengan mudahnya melupakan kejadian itu.
"Tuh kan lho diam begitu. Pasti lho udah apa-apa in dia."kata Reihan dengan yakin.
"Gu…gue apain dia. Mana mungkin gue apa-apa in dia."Panji menjawab dengan terbata-bata. Dia masih ingat kejadian malam bersama Arini di dalam kamarnya tapi sengaja tidak memberitahukan kepada Reihan,
"Lah yang tahu kan Cuma lho sama Arini aja."kata Reihan.
"Nggak lah. Gue nggak apa-apa ini dia. beneran."Panji membela diri. Padahal kenyataannya memang Panji dulu pernah membuat Arini terluka dan hancur dengan memperkosa Arini di dalam kamarnya meskipun tidak sengaja karena dalam keadan mabuk.
"Ah udah gue tutup aja. Apaan ini malah berita yang gue terima malah Arini sudah berhenti kerja."Reihan kecewa jadi langsung ditutup teleponnya.
Panji bingung dengan sikap Reihan barusan. Seorang Reihan yang baru putus dari pacarnya kemarin tiba-tiba terlihat sedang menyimpan rasa kepada Arini. Memang diakui Panji, kalau Arini itu cantik dan lucu. Wajar sih kalau Reihan bisa suka Arini.
"Dia nggak tahu kalau gue udah anu sama dia."Panji keingat lagi dengan kejadian malam itu bersama Arini di dalam kamarnya. Dalam hatinya sebenarnya senang ketika mengingat kejadian itu tapi disisi lain juga merasa sedih sekaligus kasihan kepada Arini.
"Apa iya gara-gara masalah itu dia pergi dari rumah."Panji tersadar dan berhenti dari ketawanya karena memikirkan kesenangannya saat menikmati tubuh Arini yang masih polos itu. Seumur-umur Panji baru melakukan hubungan badan hanya dengan Arini saja.. Bahkan dia sendiri yang biasanya mesra dengan Raisa dan Alena tidak pernah melakukan hal begituan.
Kini Panji malah baru memikirkan akan perbuatannya dulu kepada Arini. Tapi dalam hatinya juga menyangkal kalau penyebab Arini berhenti kerja adalah karena dirinya.