"Kak ayo kita makan malam. Makanannya udah siap."Arini meghampiri Dilan yang sedang rebahan di kasur. Dilan mendengar Arini datang ke kamarnya membuatnya langsung bangun.
"Eh lagi istirahat ya. Maaf udah ganggu."Arini baru menyadari kalau Dilan sedang rebahan di kasur dan ketika dia hadir Dilan langsung cepat-cepat bangun. Arini merasa bersalah karena telah membangunkannya.
"Eh kamu. Aku malah ketiduran"Dilan melihat Arini datang ke kamarnya.
"Maaf ya aku nggak tahu kalau kamu sedang tidur. Pasti kamu kecapekan. Aku hanya mau ngasih tahu kalau aku udah buatin makan malam. Kamu bisa makan sekarang."kata Arini sambil sesekali lihat kebawah karena merasa bersalah.
"Ya nggak papa. Kamu duluan aja nanti aku nyusul."Dilan mengucek kedua matanya karena masih mengantuk.
Arini kembali ke meja makan dan menunggu Dilan disana. Yang ditunggu-tunggu belum juga datang jadinya dia melamun di meja makan sendirian. Hatinya tiba-tiba merasa hampa. Seperti ada sesuatu yang hilang dari dalam dirinya.
"Kenapa aku jadi sepeti ini."tiba-tiba Arini merasa kesepian dan sedih.
Arini sadar memang kehidupannya sekarang telah berubah. Dulunya dia bekerja sebagai ppembantu di rumah Nyonya Diana dan sekarang dia tinggal di Bandung sendirian. Biasanya jam-jam sekarang dia sedang menyiapkan makan malam untuk Nyonya Diana dan Panji. Tapi sekarang dia memasak untuk dirinya dan Dilan teman barunya yang tidak sengaja bertemu di bus kemarin.
Baru satu hari saja berpisah dia sudah merindukan suasana rumah majikannya di Jakarta. Padahal dia kemarin sudah bulat dengan keputusannya untuk hidup sendiri dan menjauh dari keluarga Panji. Semata-mata untuk menjaga dan melindungi anaknya. Tapi sekarang malah dia rindu dengan suasana rumah majikannya.
"Hei. Melamunin apa sih?"tangan Dilan menggebrak meja makan dengan pelan agar Arini tidak kaget. Niat Dilan hanya ingin menyadarkan Arini dari lamunannya yang entah sedang melamunkan apa.
"Eh kamu itu ya ngagetin aja."ucap Arini yang memang merasa kaget dengan kehadiran Dilan yang tiba-tiba itu.
"Ngalamunin apa sih? Laki-laki itu?"Arini mendengar ucapan Dilan langsung membuatnya teringat dengan Panji. memang dia tadi teringat dengan Panji tapi dia juga ingat dengan Nyonya Diana. Jadi tidak sepenuhnya dia memikirkan Panji saja. Tentu saja yang dimaksud Dilan itu adalah Panji.
"Apaan sih. Nggak lah."Arini menggerakkan tangan kanannya untuk menepis perkataan Dilan tadi.
"Kalau ya juga nggak papa."Dilan duduk di kursi.
"Kamu mau makan yang apa?"Arini siap-siap mengambilkan makanan untuk Dilan. Kedua mata Dilan memandangi semua masakah Arini yang terlihat banyak dan enak sekali.
"Aku mau itu sama ini."jari telunjuk Dilan mengarah ke beberapa makanan yang telah dimasak Arini.
Arini mengambilkan makanan yang diinginkan Dilan. Mereka akhirnya makan bersama. Baru kali ini Dilan dimasakkan seorang cewek. Pacarnya saja tidak pernah sampai begitu. Jadi saat dijamu Arini dengan makanan tersebut membuatnya merasa senang dan puas.
"Hmmm. Enak banget."Dilan baru mengunyah sendokan pertamanya sudah bisa merasakan cita rasa makanan Arini yang enak. Arini senyum-seyum saja dalam hatinya merasa senang.
Dilan terlihat sangat menikmati semua makanan yang dihidangkan Arini. Satu per satu makannya sudah habis. Arini meras puas karena Dilan suka dengan masakannya. Memang bisa dibilang dia itu memiliki keahlian dalam dunia memasak.
Setelah makan malam, Arini langsung mmbersihkan meja makan dan Dilan beralih duduk di lesehan depan televise. Dilihatnya Dilan sedang menonton salah satu program televise.
"Nonton apa ?"Arini terlihat asing dengan tontonan yang dilihat Dilan.
"Ini balapan motor."kata Dilan mengalihkan pandangannya dari televise ke Arini.
Arini membiarkan Dilan menonton televise sedangkan dirinya sibuk memainkan handponenya. Sudah lama dia tidak membuka handponenya. Sekali membuka ternyata ada beberapa pesan masuk di ponselnya.
Arini membalas satu persatu pesan masuk di hanpdonya. Kebanyankan pesan masuk itu berasal dari teman dan group sekolahnya. Ada satu pesan yang tidak bisa dibalasnya dimana ada teman laki-lakinya di sekolah mengajaknya untuk datang ke acara wisuda sekolah bersama.
Tahun ini memang Arini baru dinyatakan lulus sekolah. Pada umumnya setelah kelulusan pasti sekolah akan menyelenggarakan acara wisuda untuk melepaskan anak-anak didiknya. Jujur Arini merasa sedih sekali ketika tahu acara wisudanya akan digelar di sekolah. Hal yang paling dtunggunya selama sekolah adalah bisa wisuda bersama teman-temannya. Tapi sekarang apa yang diidam-idamkannya dari dulu harus dia lupakan begitu saja karena keadaannya sekarang tidak memungkinkannya untuk hadir di acara tersebut.
"Mending aku nggak balas aja. Nanti kalau aku balas dan bilang tidak hadir pasti mereka akan tanya-tanya alasanya apa.Aku ngggak mau mereka tahu."batin Arini dengan menahan rasa sedih.
"Kenapa kamu hanya diam saja."tanya Dilan. Selama menonton televise Arini hanya diam saja. Dilan merasa curiga kenapa Arini tidak berbicara sedikitpun.
"Apa."Dilan melihat dari sorot mata Arini nampak sedih lagi.
"Kenapa?"tanya Dilan sekali lagi. Arini tahu kalau Dilan mampu membaca ekspresinya ketika sedang menyembunyikan sesuatu.
"Aku nggak bisa hadir di acara wisuda sekolahku."Arini langsung menunduk dan menyembunyikan kedua matanya yang kini sudah terasa basah.
Dilan menghampiri Arini yang duduk di sofa.seperti anak-anak remaja pada uumnya pasti sangat bahagia bila bisa hadir di acara wisuda sekolahnya. Begitupula dengan Arini. Sudah pastinya Arini sangat mendambakan untuk hadir di acara tersebut. Dilan tahu dengan kondisinya saat ini yang tengah hamil pasti tidak memungkinkannya untuk hadir kesana.
"Aku tahu kamu pasti sedih. Tapi kalau aku boleh kasih saran sebaiknya kamu tidak hadir saja."Dilan memberikan masukan kepada Ariini. Sebelumnya memang Arini juga sepemikiran dengan Dilan jadi setelah mendengar masukan Dilan tadi tambah membuatnya yakin untuk tidak mengahdiri acara wisuda sekolahnya. Itu semata-mata demi kebaikannya. .
"Udah lupakan saja. Sekarang kamu fokus sama anak kamu saja."Arini langsung mengelus perutnya lagi.
"Arini aku mau ngasih tahu ke kamu."Dilan baru ingat kalau besok dia harus kembali ke Jakarta untuk bekerja lagi. Memang Dilan pergi ke Bandung hanya sebentar saja untuk menengok kondisi rumahnya.
"Hheh."Arini mendongakkan kepalanya menatap Dilan.
"Besok aku harus kembali ke Jakarta lagi. Soalnya aku kesini memang hanya sebentar saja untuk melepas rasa kangenku sama rumah ini."kata Dilan. Seketika Arini langsung tambah merasa sedih. Dilan yang sudah menemani sejak pertama kalinya dia menginjakkan kaki di Bandung dan terpaksa besok harus berpisah. Arini tidak bisa menutupi rasa sedihnya akan berpisah dengan dilan.
Walaupun baru mengenal Arini kemarin. Tapi saat mengucapkan kata perpisahan, entah kenapa Dilan merasa sedih juga. Bukan rasa sedih saja yang mendominasi tapi rasa kasihan kepada Arini malah jauh lebih besar. Dia sebagai laki-laki ketika melihat Arini yang tengah diterpa masalah seperti itu membuatnya tidak tega untuk meninggalkan Arini.
"Kakak nggak kesini lagi nantinya?"tanya Arini terlihat belum siap akan ditinggalkan Dilan. Arini sadar selama ada Dilan disampingnya mampu membuat dirinya merasa aman dan terhibur.
"Nggak tahu kapan aku kesini lagi. Tapi aku janji akan kembali lagi kesini."Dilan mendekati Arini yang nampak sedih sekali ketika tahu akan ditinggalkananya.
"Hmm."arini pura-pura mengangguk saja. Padahal dalam hatinya menolak kepergian Dila besok.
"Udah nggak usah sesedih ini. Aku pasti kembali dalam waktu dekat kok. Sekaligus nanti aku kenalin kamu ke pacarku."Dilan menghibur Arini agar tidak terlarut dalam kesedihan.
Arini tidak mau membebani Dilan yang hendak bekerja lagi di Jakarta. Memang itu sudah sewajarnya Dilan harus kembali ke pekerjaannya. Sedangkan untuk mengurusinya tentu bukanlah kewajiban Dilan. Dia harus sadar diri dia itu siapa. Sudah cukup Dilan menganggapnya sebagai adik dan memberikan perhatianya selama ini.
"Aku nggak sedih kok. Tapi kamu janji akan kesini lagi kan?"tanya Arini. Dengan cepat Dilan mengangguk. Arini tersenyum puas. Dilan tidak akan pernah membohonginya.
Arini merasa lega setelah Dilan berjanji akan kembali menemuinya lagi di Bandung Apalagi Dilan akan mengajak pacarnya yang bernama Adira untuk menemuinya. Dia kini sudah semakin akrab sekali dengan Dilan.
"Pokoknya kamu jangan pergi jauh-jauh selama aku pergi. Kamu kan masih baru disini. Terus kalau ada apa-apa jangan sungkan-sungkan tanya aku. Oh ya kamu belum punya nomor hp aku kan."Dilan mengambil ponsel Arini dan langsung memasukkan nomornya ke ponsel Arini.
"Nanti chat lewat ponsel ini kalau ada apa-apa. Ok?"Arini langsung mengangguk.