Nyonya Diana dan Panji sedang sarapan bersama di meja makan. Sedangkan Arini sedang mengganti sprei kasur. Seperti biasa, sebelum memulai aktivitas Arini pasti sudah sarapan duluan. Kebetulan hari ini waktunya mengganti sprei kasur Nyonya Diana. Selama dua minggu sekali sprei Nyonya Diana harus diganti. Sprei yang nampak berwarna merah hati itu dilipatnya kemudian digantikan dengan sprei berwarna biru tua. Tidak lupa juga Arini mengganti pengharum ruangan di kamar Nyonya Diana.
"Kok baunya gini ya."Arini mencium bau wangi di kamar Nyonya Diana namun lama-kelamaan bau itu malah memancingnya untuk mual kembali. Dia berusaha menahan rasa mualnya dengan tangannya. Sebelum dia mengganti pengharum ruangan, dia merasa baik-baik saja tetapi setelah mengganti pengharum ruangan malah dirinya menjadi mual. Kemungkinan besar pengharum ruangan itulah yang membuatnya menjadi mual sekarang. Jadi kini dia langsung pergi menjauh dan masuk ke dalam kamar mandi majikannya yang kebetulan di kamar Nyonya Diana terdapat kamar mandi dalamnya juga.
"Uwekkk….uwekkkkk."Arini terpaksa muntah di dalam kamar mandi milik Nyonya Diana.
"Kenapa dia."Nyonya Diana baru saja selesai sarapan. Tidak sengaja Nyonya Diana mendengar Arini sedang muntah-muntah di lantai atas. Kebetulan Panji baru saja Panji berangkat ke kantor.
Langkah kaki Nyonya Diana berlari ke tangga hendak memastikan keadaan Arini di lantai atas. Setibanya di lantai atas, Nyonya Diana langsung mencari sumber suara yang sempat dia dengar dari bawah. Ternyata suara tersebut berasal dari dalam kamarnya tepatnya di dalam kamar mandinya.
"Kamu kenapa?"Nyonya Diana masuk ke dalam kamar mandi dan melihat Arini sedang mual-mual disana. Tangan Arini yang satunya menutupi mulutnya dan yang satunya lagi memgang dinding kamar mandi untuk menyangga tubuhnya agar tetap berdiri.
"Saya nggak papa kok Nyonya. Khmmm."Arini menjawab dengan cepat. Setelah menjawab dia kembali mual lagi. Nyonya Diana membantu memijat tengkuk leher Arini. Seketika Arini langsung muntah dengan lancar setelah tengkuk lehernya dipijat Nyonya Diana.
"Uwekkkk…."semua muntahan Arini keluar semua dan langsung merasa lega.
"Ma…maaf Nyonya. Saya telah lancang masuk ke kamar mandi nyonya."Setelah dirasa rasa mualnya sudah hilang dan badannya juga enakan, Arini langsung membalikkan tubuhnya mengahdap Nyonya Diana.
"Kamu nggak papa?"Nyonya Diana bukannya marah malahan dia terlihat peduli dengan kondisi Arini yang sedang tidak enak badan itu.
"Saya nggak papa kok Nyonya. Sekali lagi saya minta maaf telah lancang masuk muntah di dalam kamar mandi Nyonya dan terima kasih bantuan nyonya tadi."Arini menunduk sambil sesekali menatap wajah Nyonya Diana. Dia tidak mengira kalau Nyonya Diana mau membantunya tadi. Padahal dia tadi tidak meminta bantuan tapi dengan baik hatinya Nyonya Diana mau membantunya. Mungkin kalau Nyonya Diana tidak memijatnya pasti dia masih susah untuk muntah. .
"Nggak papa beneran. Kalau kamu nggak enak badan, aku panggilkan dokter pribadi untuk mengecek keadaanmu?"Nyonya Diana melihat wajah Arini yang terlihat pucat dan badannya lemas.
"Nggak usah nyonya. Saya hanya masuk angin saja kok."Arini tidak mau merepotkan majikannya. Walaupun dia sendiri juga ingin memeriksakan tubuhnya ke dokter karena akhir-akhir ini sering mual.
"Masak iya aku harus diperiksa sama dokter pribadi Nyonya Diana."Arini membatin dalam hati.
"Kamu yakin sekarang sudah baikan?"tanya Nyonya Diana sekali lagi. Arini langsung mengiyakan pertanda kalau memang dirinya sudah baik-baik saja.
Melihat Arini habis muntah-muntah, kini Nyonya Diana menyuruh Arini untuk istirahat di kamar. Arini awalnya tidak mau karena masih banyak pekerjaan yang sudah menanti untuk segera diselesaikannya. Tapi berhubung majikannya terus memaksanya jadi dia langsung pergi ke kamarnya untuk istirahat.
Nyonya Diana mengantar Arini masuk ke dalam kamarnya yang ada di bawah. Arini merasa canggung saat Nyonya Diana sebegitu perhatiannya dengannya. Padahal dirinya hanyalah pembantu di rumah itu mengapa majikannya bisa sebaik itu. Setibanya di dalam kamar, Arini langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur.
"Sudah kamu istirahatlah. Nanti kalau kamu sudah enakan barulah bekerja. Jangan dipaksa."Nyonya Diana mengambil selimut dan menyelimuti tubuh Arini dari ujung kaki sampai dada Arini.
"Makasih nyonya."Arini hanya bisa mengucapkan makasih kepada majikannya. Memang kalau dirasa-rasa setelah mutah tadi badannya serasa capek sekali. Padahal dirinya baru menyelesaikan pekerjaan sedikit saja tapi sudah capek.
Tiba-tiba saat bangun dia melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 13.00. Dengan cepat dia langsung bangkit dari tidurnya. Itu berarti tadi dia sudah tertidur berjam-jam di kamarnya dan meninggalkan pekerjaannya begitu saja.
Saat keluar dari kamar, Arini terkejut ketika melihat Nyonya Diana, Panji dan Alnea berkumpul di ruang tengah. Mereka terlihat sedang berbicar serius. Arini tidak mau mencampuri urusan mereka dan lebih memilih kembali ke pekerjaanya yang telah dia tinggalkan tadi.
Setelah semua pekerjaannya selesai mulai dari mencuci, menyapu halaman belakang dan mengeringkan semua cuciannya. Kini giliran membersihkan kaca jendela. Tidak disangka setelah bangun dari tidurnya tadi, tubuhnya serasa mendapatkan energy yang begitu banyak sampai-sampai kini dia semangat sekali mengerjakan beberapa pekerjaan rumah dengan cepat.
"Arin kesinilah."Nyonya Diana memanggil Arini yang terlihat sedang mengelap kaca jendela.
"Ya Nyonya."Arini mendengar majikannya memanggilnya. Kebetulan jarak jendela yang dibersihkannya dengan Nyonya Diana lumayan dekat.
"Mereka berdua telah cerita semua kepada saya. Sekarang Alena mau meminta maaf sama kamu atas kejadian kemarin." Nyonya Diana baru tahu kalau luka yang ada di tangan Arini itu disebabkan oleh Alena. Setelah sebelumnya Nyonya Diana sempat bertanya kepada Arini dan dijawab karena tidak sengaja terkena pisau di dapur. Arini bingung dengan perkataan Nyonya Diana barusan. Dia lupa kalau kemarin Alena telah membuatnya terluka dan menuduhnya atas hilangnya cincin Panji. Lagian Arini sudah tidak memikirkan kejadian kemarin itu.
"Arini. Gue minta maaf atas kejadian kemarin. Jujur gue nggak sengaja."Sebenarnya Alena memang merasa bersalah atas kejadian kemarin. Tapi kalau disuruh minta maaf seperti itu dia nggak mau tapi yam au gimana lagi demi citranya di depan mamah Panji.
"Ya mbak. Saya juga udah maafin."jawab Arini sambil tersenyum kearah Alena.
"Sini saya mau lihat luka di tanganmu itu."Nyonya Diana meminta Arini menujukan lukanya yang dikarenakan ulah Alena pacar anaknya itu. Arini mendekat dan membuka kaos lengan panjangnya. Memang sengaja dia ini memakai kaos lengan panjang supaya luka ditangannya itu tidak terlihat.
"Aduh gue udah minta maaf, tapi lukanya masih aja diungkit."Alena memendam rasa kesalnya karena Arini diperhatikan oleh mamahnya Panji. Panji hanya melihat Arini dari kejauhan.
Panji melihat luka Arini yang sudah terlihat mengering membuatnya lega. Seingatnya kemarin lukanya menganga lebar sekali dan daging bagian dalam terlihat. Maklum aja kulit Arini harus tersobek oleh tajamnya pisau dapur. Arini kemudian menutup lukanya itu dengan kaos lengan panjang.
Setelah semua sudah selesai Arini berpemamitan untuk melanjutkan pekerjaannya lagi. Dia merasa kalau Alena sudah tidak sudi lagi melihatnya karena dia sadar saat itu Alena merasa terpojokkan. Walaupun Alena memang pantas mendapatkan itu semua.
"Seharusnya kamu itu jangan berbuat seperti itu. Masak iya kamu belum tahu kebenarannya langsung bertindak seperah itu. Untung saja lukanya segera diobati Panji. Kalau tidak."Nyonya Diana masih tidak menyangka dengan kelakuan pacar anaknya itu.
"Ya tante maaf saya juga kelepasan saat itu."Alena bersikap sok baik dihadapan mamah Panji.
"Kamu jangan gitu apalagi sesama perempuan. Kendalikan emosimu itu."Nyonya Diana berniat baik mau mengingatkan kepada Alena. Alena hanya mendengarkan saja walaupun hatinya tidak mau diceramahi begitu.
Panji hanya diam saja ketika mamahnya terus menceramahi pacarnya itu. Kalau didengar-dengar semua perkataan mamahnya memang ada benarnya. Jadi Panji setuju-setuju saja saat mamahnya terus menceramahi Alena. Lagian itu demi kebaikan Alena juga buat kedepannya agar lebih hati-hati lagi dalm bertindak.