Pada pertengahan hari, mereka tiba di markas lama dari Recon Corps. Sebuah kastil tua yang besar. Sangat cocok untuk menjaga seorang anak laki-laki yang memiliki kemampuan untuk berubah menjadi Titan. Sebuah kastil batu besar, jauh dari pemukiman, sungai dan Polisi Militer. Ini lebih terlihat seperti mereka mencoba mengisolasi bocah Titan itu. Namun kali ini mereka tidak sendiri. Beberapa anggota lain turut serta bersama dengan Squad Hanji yang bertugas meneliti Eren, sang bocah Titan, sekaligus melatihnya. Menurut laporan yang di terima dan dari pengakuan Eren sendiri, ia masih belum mahir mengendalikan titan tersebut. Jadi di sinilah mereka sekarang. Membersihkan Kastil tua atas perintah absolute dari sang Kapten kerdil.
Petra yang saat itu selesai membersihkan satu ruangan dan hendak melapor, tanpa sengaja mendengar suara. Ia mengikuti suara tersebut karna itu merupakan suara yang amat ia kenal, dan benar saja. Ia menemukan Levi berbincang dengan Eren. Merasa tidak sopan untuk memotong pembicaraan mereka, Petra memutuskan untuk menunggu hingga mereka selesai. Sedikit khawatir karna Eren tampak seperti orang yang ketakutan setiap kali Levi bicara dengannya. Petra bisa mengerti karna ia pernah mengalami apa yang Eren rasakan. Namun semakin ia mengenal Levi, semakin ia melihat Levi merupakan sosok yang lembut dan rapuh di dalam. Ia bersyukur bahwa rekan se timnya dapat melihat sosok Levi yang sama seiring berjalannya waktu.
"Aku akan memeriksanya." Lalu Levi keluar dari ruangan melewati Petra. tidak terlalu memperdulikan keberadaan Petra di sana, ia segera pergi ke lantai atas di mana Eren baru saja menyelesaikan pekerjaannya. Petra mengintip kedalam hanya untuk menemukan wajah canggung dan tegang Eren yang terus memperhatikan kemana arah Levi menghilang. Petra sedikit kerkikik melihat wajah Eren. Mengingatkan dirinya pada Squad Levi saat pertama kali mereka bertemu.
Akhirnya Petra memutuskan untuk masuk dan menghampiri Eren. "Kau tampak suram, Eren."
"Eh?!"
Melihat respon canggungnya, Petra mengerti jika ia masih belum terbiasa. Petra memutuskan untuk membuatnya lebih nyaman berada di tim ini karna kini Eren sudah menjadi bagian dari keluarga yang ingin ia bangun. Terlebih Petra baru saja kehilangan adik lelakinya. Walau tidak dapat di katakan sebagai pengganti, Petra senang dengan keberadaan Eren di sini.
"Apa dia selalu seperti ini? Dia mentaati keputusan atasannya tanpa keberatan."
"Kau mengira orang sekuat dirinya tidak perduli dengan pangkat dan komando?"
"Yeah, aku hanya tidak menyangka dia patuh pada perintah."
Jika di pikir, Levi memang memiliki image seperti itu membuatnya sedikit terheran juga. Mengingat bagaimana Levi pernah mengatakan bahwa ia pernah mencoba membunuh Erwin dan kini ia sangat menyesalinya. Meski ia tidak tahu kejadian lengkapnya, mungkin hal seperti itu tidak pantas di ceritakan pada Eren. Namun ia juga tidak bisa membiarkan Eren kehilangan respectnya pada Levi.
"Aku memang tidak tahu lengkapnya, tapi dulu memang ia seperti itu. Dia adalah penghuni bawah tanah di dinding Sina, dan Komandan Erwin membawanya untuk bergabung dengan Recon Corps. mungkin.."
"Oi Eren." Tubuh Petra menegang mendengar suara familiar dari belakangnya dan segera mengalihkan dirinya untuk membersihkan ruangan. Petra dapat merasakan tatapan kedua lelaki tersebut tertuju padanya, jelas mencoba menyembunyikan sesuatu.
"No good. Mulai dari awal." Lanjut Levi beralih dari Petra.
Begitu Eren pergi dari ruangan, Levi tidak segera pergi mengikuti Eren, ia masih memperhatikan Petra yang pura-pura membersihkan ruangan meski ruangan ini telah Levi bersihkan.
Terlalu tidak sabar menunggu, akhirnya Levi menghampirinya. "Oi"
"Maafkan aku!" Akhirnya Petra menyerah dengan ketegangannya dan memutuskan untuk menghadapi masalah. Selain karna ia sudah terpojok. "Aku tidak bermaksud untuk membicarakanmu di belakangmu!"
Levi memandangnya, berpikir kata apa yang tepat agar Petra tidak salah paham dan berpikir bahwa ia marah padanya.
"Aku tidak perduli. Itu tidak seperti aku berniat menyembunyikannya atau apapun. Itu sudah menjadi rahasia umum."
"B-begitu.. tapi tetap.." Petra menunduk, malu untuk menatap Levi kemata. Memang benar itu sudah menjadi rahasia umum. Ia sendiri sempat mendengar cerita itu dari Nanaba.
"Bagaimana menurutmu tentang Eren?" Levi memotong apa yang ingin Petra ucapkan, berharap Petra segera melupakan kejadian sebelumnya.
"Eh? Dia anak yang baik, kurasa. Apa ada masalah, Kapten?"
"Bocah itu terus menghindari kontak mata denganku."
"Kurasa itu sesuatu yang wajar, Kapten. Semua orang akan melakukan hal yang sama jika Kapten terus memandangnya dengan tatapan membunuh." Petra terkekeh pada apa yang ia ucapkan hingga ia menyadari tatapan itu kini tertuju padanya. "M-maaf."
"Nah, kau benar. Terlebih setelah aku menghajarnya di persidangan."
"Right.. eh, kau apa?"
"Jika kau mengatakan tidak ada yang perlu di khawatirkan darinya.."
"Ya. Sejauh yang kulihat ia tidak berbeda dari anak lelaki seumurnya. Sejujurnya ia mengingatkan aku dengan adikku."
Levi terdiam, seolah mengingat sesuatu. "Kuharap kau benar." Ia bergumam. "Tentang adikmu. Bagaimana dengan keluargamu?"
"Eh? B-benar. Saat Kapten pergi ke ibu kota, aku mendapat surat dari Ayahku. Ia mengatakan bahwa ia dan Ibu baik-baik saja." Lagi-lagi Petra mengalihkan pandangannya dari Levi.
"Begitu. Hanya Ayah dan Ibumu, ya.." Levi begumam lagi, menolak untuk bertanya lebih jauh. Petra pun mengerti Levi menyadari apa yang tidak ia katakan.
"T-tapi aku baik-baik saja. Aku belum membalas suratnya, tapi kurasa mereka akan baik-baik saja."
"Begitu?"
"...." Petra tetap tidak mampu menatap mata Levi, namun ia dapat merasakan tatapan Levi padanya. "Seandainya aku dapat melihat Kapten seperti Kapten melihatku."
"..."
"Meski aku berpikir aku mengenal Kapten lebih baik dari hari ke hari, kenyataannya aku sama sekali tidak mengetahui apapun tentangmu." Petra mengusap tengkuknya, sedikit malu akan apa yang dia katakan. Ia sendiri tidak tahu dari mana keberanian ini berasal.
"Kau salah."
"Huh?"
"Kurasa kau sangat mengerti aku." Petra akhirnya menatap Levi. Matanya tak berkedip, menunggu Levi melanjutkan. "Sejujurnya aku senang setiap kali kau mencoba mendekatiku. Kurasa kau yang pertama untuk melakukannya sekeras ini."
Petra tidak tahu bagaimana harus menanggapinya. Levi bukanlah tipe yang senang memuji, terlebih caranya berbicara membuat Petra berharap ada hal lain disana. Petra cukup kesulitan menghadapi sisi Levi yang ini, namun jauh di sana Petra merasa senang.
"I-itu.." Petra mengalihkan pandangannya dari Levi. Jika ia terus menatapnya, itu tidak akan berdampak baik untuk jantungnya. Tiba-tiba mata Petra menangkap sepatu Levi yang melangkah mendekat padanya, berhasil membuat jantungnya hampir lepas.
"Kau menghindariku? Apa tatapanku seburuk itu?" Suara berat Levi terdengar jelas dari atas kepalanya. Ia dapat merasakan nafas di sana. Hangat namun dingin di saat yang sama.
"Tidak, aku tidak menghindarimu."
"Kau selalu lari dari tatapanku."
"Itu.." Petra tidak mungkin mengatakan jika ia tidak menghindarinya, ia mungkin akan pingsan karna jantungnya berdetak terlalu cepat.
"Jika kau ingin aku menjauh, katakanlah."
"Tidak!" akhirnya Petra menatap wajah Levi tepat di hadapannya. Namun Levi tidak menunjukan ekspresi terkejut atau apapun. Ekspresinya seolah mengatakan bahwa ia tahu ini yang akan terjadi. Petra sadar ia telah masuk perangkapnya. "Kapten, tidak adil.." gumamnya. Petra dapat merasakan wajahnya memanas tiap detiknya.
"Sejak kemarin kau terlihat seperti ingin mengatakan sesuatu."
"B-benarkah?"
"Jika kau bertanya padaku, pada siapa aku harus bertanya, bodoh?"
Petra berpikir, mungkinkah apa yang Levi katakan benar? Ada banyak pertanyaan di kepalanya sejak kemarin. Sejak Levi pergi ke ibu kota. Sejak Levi melihatnya dengan lelaki lain, ia tidak ingin Levi berpikir bahwa ia menyukai lelaki lain. Sesuatu yang ia sendiri tidak mengerti. Hal yang membuatnya sulit untuk menatap Levi di mata. Sesuatu yang membuatnya ingin terus berada di dekat Levi namun menjauhinya di saat yang sama. Perasaan yang ingin selalu mendapati Levi di pandangannya. Perasaan yang terus tumbuh seiring ia mengenal Levi lebih dalam. Semakin hangat dan manis. Ia ingin memiliki itu semua untuk dirinya sendiri.
Bukan. Bukan Petra tidak mengetahuinya. Ia tidak ingin mengakuinya karna ia tahu itu tidak berguna. Karna ia tahu itu hanya akan membuatnya dan Levi menjauh. Hubungan yang ia tanam untuk waktu yang lama. Ia tidak ingin menghancurkannya. Tapi seolah pemikiran itu hilang saat Levi bertanya. Bibirnya bergerak dengan sendirinya. Ia tidak lagi merasa harus mengalihkan pandangannya dari Levi. Tubuhnya bergerak dengan sendirinya mendekati Levi. Melihat tidak ada penolakan darinya, Petra semakin yakin. Mungkin ia akan menyesalinya nanti, tapi..
"Kapten, kurasa aku..."
"Kapten Levi, aku selesai dengan lantai atas." Suara Eren dari belakang Petra sukses mengembalikan kesadaran Petra dan menghilangkan keseimbangan Perta di saat yang sama.
"Kyaaa!"
"Whoa, oi!"
BRUKK!
"Kapten Levi, kau baik-baik saja?" Eren tiba di ambang pintu untuk menemukan Petra terjatuh di pangkuan Levi. "...."
"Apa yang kau lihat?" Levi memandang tajam pada Eren.
"M-maaf." Meski suasana menjadi canggung, Eren lebih baik masuk kedalamnya di banding harus berhadapan dengan amarah Levi nanti. Eren menghampiri mereka dan menawarkan tangannya pada Petra yang tidak bergerak seinchi pun sejak tadi. "Petra, kau baik-baik saja."
"Yadi itu hampir saja.." Petra bergumam.
"Kau mengatakan sesuatu?"
Entah Petra mendapat kekuatan dari mana, ia mengabaikan uluran tangan Eren dan berdiri dengan kedua kakinya sendiri. Wajahnya tertunduk dan tertutup rambutnya yang berantakan dan berjalan pergi dari ruangan tanpa mengatakan apapun.
"R-eh? Apa aku salah bicara?" Eren memandang punggung Petra, kebingungan lalu memandang Levi yang hanya terduduk di sana. Tidak bergerak, tidak pula menanggapi Eren. Matanya tertuju ke lantai, memikirkan hal lain.
Eren menatap Levi yang tidak biasanya melamun, terlebih di hadapannya, Bocah Titan yang bisa saja berubah jadi Titan kapapun. Eren tidak mengatakan apapun namun ia tahu ada sesuatu yang salah disini.
TBC------>